Bab 10 Keberuntungan Memihak

Aku merasa ada sesuatu yang lunak menggeliat menyentuh jemari kaki ku . Kepala ku menatap ke bawah , seekor lintah persis di samping kaki ku .

Lintah itu seperti menatap ku sebelum akhir nya lintah itu membuka mulut nya seperti akan berteriak .

Benar dugaan ku lintah itu mengeluarkan suara yang sangat kecil tapi sosok tinggi besar di hadapan ku seperti mendengar laporan dari suara lintah yang tadi sempat terdengar .

Jantung ku berdetak kencang saat mendengar langkah sosok itu semakin mendekat .

HAAAAAARRRGGHH !!!!

Air liur sosok itu keluar menetes - netes di lantai dekat jari kaki ku , aku hampir saja ikut berteriak saking takut nya mendengar teriakan nya .

Mungkin sosok itu kesal karena tak menemukan apa - apa di rumah ini . Usai mengangkat dipan dan membanting nya sosok itu keluar di ikuti binatang - binatang tadi termasuk lintah yang tadi ada di bawah ku .

Sesaat rumah ini begitu hening , aku tak berani bergerak selain menyandarkan punggung ku di dinding kayu belakang ku .

" Hei kowe ra po po ? " . Aku terkejut ada yang menepuk bahu ku .

" Mm mbak Widia ? " .

" Iyo " .

Mbak Widia berdiri membalikkan badan nya dan berjalan cepat menuju pintu dan mengunci nya kembali dengan kayu , beruntung pintu nya tak rusak dan masih bisa di tutup dan di kunci lagi .

Mbak Widia membantu ku berdiri dan mendudukkan ku di kursi tempat aku bersembunyi tadi . Aku masih menggigil ketakutan .

Dipan kayu yang di banting sosok tadi menjadi terbalik , mbak Widia bersusah payah membalikkan dan menata nya kembali ke tempat semula . Aku hanya melihat tak bergerak membantu nya . Rasa nya aku sangat lemas dengan kejadian tadi .

Aku belum tahu apa yang sebenar nya terjadi di desa ini . Apa sebab sosok tadi berada di desa ini dan kenapa sosok tadi meneror di desa ini .

" Mbak Widia " . Aku menghampiri mbak Widia yang tengah sibuk membereskan barang - barang berantakan akibat ulah sosok tadi .

" Ono opo Vi ? " .

" Aku takut mbak " .

" Ra po po , kamu istirahat dulu Vi " .

" Ndak bisa mbak , aku takut sosok itu datang lagi mbak " .

" Sudah jangan di pikirkan besok pagi kita ke rumah sesepuh di desa ini , tadi aku sudah cerita tentang kamu pada nya " .

Keesokan pagi nya usai sholat subuh mbak Widia mendekati ku dengan membawa ubi rebus dan dua cangkir teh yang uap nya masih mengepul .

" Vi , kita sarapan ini saja ya , biar kita bisa segera ketemu mbah Noto " .

" Siapa mbak ? " .

" Sesepuh desa ini , tapi dia tinggal di desa sebelah , jaraknya 9 kilometer dari sini , tapi kita gak ada kendaraan selain delman yang lewat nya pun tak bisa di pastikan " .

Aku menganggukkan kepala memahami kondisi di desa ini .

" Maka nya kita berangkat sehabis sarapan ini ya , kita jalan kaki saja kelamaan nunggu delman lewat " .

" Iya mbak ndak pa pa , tapi ubi nya masih banyak mbak " .

" Ya ini nanti bisa kita bawa buat bekal di perjalanan " .

" Apa ada botol mbak , biar bisa bawa air minum juga " .

" Sudah aku siapin masih di dapur " .

" Mbak , aku masih bingung dengan yang sudah terjadi " .

" Nanti juga kamu akan tau Vi , bagaimana apa kita berangkat sekarang ? " .

" Ayo mbak , sini aku yang bawa bekal nya " .

Mbak Widia memberikan ku kantong plastik berisi ubi dan air minum yang di masukkan ke dalam kain panjang . Mbak Widia membantu ku memakai nya , jadi teringat para perempuan jaman dulu kalau pulang dari kebun .

" Ayo mbak " .

" Sebentar Vi aku bawa payung dulu jaga - jaga kalau hujan " .

" Masih musim hujan ya mbak ? " .

" Iya tapi sudah jarang " .

Mbak Widia mengunci pintu dari luar dengan gembok dan menyembunyikan nya di bawah pot tanaman samping rumah . Sebetulnya bukan pot pada umum nya sih tetapi panci yang mungkin sudah tak bisa digunakan memasak lagi .

" Kalau capek bilang ya Vi , kita bisa beristirahat sebentar " .

" Iya mbak " .

Aku dan mbak Widia berjalan beriringan , tak ada hal yang kami bicarakan . Entah sudah berapa lama kami berjalan , aku cuma merasa sudah berjalan sangat jauh dan kaki ku sudah mulai pegal .

Ku lihat mbak Widia tampak sesekali menyeka keringat di wajah nya dengan kerudung yang dia kenakan .

" Mbak ,, " .

" Iya Vi ? " .

" Mbak Widia yakin masih kuat jalan nya ? " .

" Masih Vi , kita sudah lewati sepertiga perjalanan , di depan sana ada pohon besar di samping jalan , kita bisa istirahat sebentar " .

Cuaca sangat terik seperti sudah jam 11 siang , tapi tak mungkin se siang itu sebab kami keluar dari rumah jam 5 pagi yang aku lihat di jam dinding .

" Sini Vi duduk sini " .

Mbak Widia mengeluarkan tikar kecil yang tadi di gulung dan ikat jadi satu dengan payung .

" Di bawah sini sejuk ya mbak meskipun terik matahari nya " .

" Iya kalau sedang gak hujan Vi , kalau hujan ya kita bingung mau duduk di mana kalau mau istirahat " .

" Iya juga ya mbak " .

" Minum nya Vi " .

Aku mengeluarkan sebotol air minum dan ubi nya yang di buntal di dalam kain yang aku gendong .

" Assalamu'alaikum " .

Aku dan mbak Widia sontak terkejut tiba - tiba ada yang mengucap salam .

" Wa'alaikum salam " . Aku serempak menjawab dengan mbak Widia .

" Mbah nyuwun toyo ne pareng ? " . { Mbah minta air nya boleh ? " .

Aku paham maksud mbah tadi tapi aku tak bisa menjawab dengan bahasa yang lebih halus .

" Pareng mbah , monggo " .

Mbak Widia menyodorkan sebotol air minum yang belum di buka dari dalam buntalan kain .

" Niki mbah wonten telo , monggo di dhahar " . { ini mbah ada ubi , silahkan di makan } .

" Matur nuwun nduk " .

" Ngge mbah sami - sami " .

" Nduk , kowe wong apik nanging sing ati - ati , wujud apik kadang ora apik , wujud olo kadang yo ora olo " . { Nduk , kamu orang baik tapi harus hati - hati , bentuk yang baik belum tentu baik , bentuk buruk juga belum tentu buruk } .

Belum sempat kami menjawab , angin berhembus dari arah kanan kami menyebabkan aku dan mbak Widia sama - sama melindungi mata supaya tak terkena debu yang berterbangan .

Ketika angin sudah kembali tenang aku tak melihat lagi si mbah yang tadi berada di hadapan kami .

" Mbak Wid " . Aku berbisik pada mbak Widia .

" Ono opo Vi ? " .

" Mbah yang tadi kemana mbak ? " .

" Iyo Vi kok ilang ? " .

Mbak Widia juga sama terkejut nya dengan ku .

" Mungkin tadi sudah pergi waktu kita menunduk tadi mbak " .

" Iyo mungkin yo Vi , wes ayo lanjut melaku maneh " .

Aku membantu mbak Widia membereskan barang bawaan kami dan melanjutkan perjalanan . Tak sampai satu jam menurut perkiraan ku kami tiba di gapura sebuah desa .

" Mbak Wid , sebentar " . Aku menarik tangan nya pelan .

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!