Bab 2 Suara Aneh

" Nduk , ayo pulang dulu ke rumah bulek Sarmila , sebentar lagi sudah masuk waktu maghrib " .

" Ngge pak " .

Sesaat sebelum melangkah mengikuti bapak aku melihat ada bayangan orang lewat di dapur .

" Ah mungkin itu budhe Ngatmi , apa aku ajak pulang bareng aja ya " . Gumam ku sembari melihat bayangan yang tampak dari cahaya lampu minyak , di desa ini biasa nya di sebut lampu ublik atau yang biasa di sebut sebagai semprongan atau cemprong . Rupanya khas berbentuk tabung atau bulat di bagian bawah nya dan terbuat dari kaca untuk menyalakan nya menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya .

" Nduk , ayo kok malah berhenti di situ " . Bapak memang hobi mengejutkan ku , lagi - lagi aku terkejut dengan panggilan dari nya .

" Budhe Ngatmi .. " .

" Sudah ndak pa pa , nanti kan pulang sendiri ayo buruan bapak mau kunci pintu nya " .

" Ada budhe Ngatmi kok di kunci tho pak " .

" Biar lewat belakang aja sekalian kunci pintu belakang " .

Aku tak mau berbicara lagi , langsung saja aku ikut naik motor yang bapak bawa .

Jarak rumah mbah uti sama rumah bulek Sarmilah kalau naik motor kurang lebih sepuluh menit tapi pelan - pelan sebab jalan desa masih berbatu .

Aku perhatikan satu persatu rumah di desa ini model nya hampir sama semua yang membedakan hanya warna cat rumah dan ukuran nya saja .

Setiba nya di rumah bulek Sarmilah bapak mengingatkan ku untuk mencuci kaki ku terlebih dahulu sebelum menginjak teras rumah .

" Pak , kenapa kita harus cuci kaki dulu kan kaki kita ndak kotor ? " . Tanya ku padahal sepele saja sih kalau kita cuci kaki kan karena kita dari luar yang tentu nya terkena debu juga .

" Cuci kaki sebelum masuk rumah itu bukan cuma biar kaki kita bersih dari kotoran aja nduk akan tetapi biar kalau ada barang alus atau makhluk tak kasat mata yang mengikuti kita ndak bisa ikut masuk ke dalam rumah juga " .

" Pantas saja di depan setiap rumah yang aku liat tadi selalu di sediakan tempat air dari tanah liat buat cuci kaki " .

" Maksud kamu padusan nduk ? " .

" Iya itu mungkin nama nya pak " .

" Padusan itu sebetulnya sebuah tradisi nduk , tradisi padusan merupakan salah satu cara membersihkan diri sebelum masuk bulan ramadhan oleh karena niat nya sama membersihkan juga maka nya orang dulu selalu meletakkan air di gentong yang biasa di sebut air padusan di depan setiap rumah supaya bisa membasuh kaki sebelum masuk rumah " .

" Wah matur nuwun ngge pak , Viya jadi punya ilmu baru lagi nih . Pantesan ibu selalu ngomel kalau aku ndak cuci kaki dulu di kran yang ada di depan teras rumah kita " .

Bapak ku malah tertawa sembari mengacak rambut ku . Mungkin bagi bapak aku ini anak terbo**h kali ya , di usia segini tapi masih juga belum paham hal - hal seperti ini . Biar saja lah aku telat tahu nya dari pada aku tak pernah tahu .

Di desa ini kalau menjelang malam selalu dingin hawa nya sekali pun di musim kemarau , pohon - pohon besar dan tinggi seperti pohon asem , pohon gayam bahkan pohon trembesi masih banyak berjejer di depan rumah para warga ataupun di tanah - tanah kosong .

" Pak , di sini sepi ya pak kalau sudah maghrib , yang keluar pun cuma orang - orang yang mau sholat berjamaah di mushola aja " .

" Nama nya juga di kampung nduk , kebanyakan ya kayak gini ini mayoritas warga nya yang masih muda nyari kerja di luar kota atau di desa lain yang lebih maju dan berkembang , di sini tinggal para orang tua dan anak - anak kecil aja " . Jawab bapak sesuai kenyataan nya .

Oh ya reader , di desa ini termasuk desa yang masih tertinggal ya . Listrik di desa ini yang masuk tidak sampai lima puluh persen nya , jadi listrik di sini hanya di gunakan seperlu nya saja seperti di sekolah , di puskesmas dan untuk pengairan di sawah .

Kalau malam menjelang suasana di luar sangat gelap hanya di terangi sinar bulan itupun kalau tidak mendung atau turun hujan .

Di rumah - rumah warga semua terlihat menyalakan lampu minyak di dalam nya . Sejauh ini aku sangat menyukai suasana seperti ini sekalipun aku juga sering merasa takut kalau akan ke kamar mandi sebab letak nya terpisah dari rumah induk .

" Kamu ngapain nduk di sini ? " . Tanya ibu yang menepuk pelan bahu ku .

" Di sini sepi ya bu ? " .

Ibu ku tersenyum . " Kamu ndak betah ya di sini ? " .

" Suka sih bu tapi entah kenapa kok kayak horor kalau di perhatikan " .

" Nama nya juga desa tertinggal nduk ya gini ini " .

Dari kejauhan aku mendengar ada suara musik seperti ada pertunjukan .

" Bu , ibu dengar itu ? " .

" Apa nduk ? " .

" Itu loh bu kayak musik - musik gamelan atau apa itu " .

Ibu ku menajamkan pendengaran nya .

" Iya ya nduk , mungkin di desa sebelah itu nduk " .

" Bulek mana bu , perasaan dari tadi belum kelihatan " .

" Tadi siang sih bilang nya mau ke rumah teman nya , tapi sudah jam segini kok belum pulang " .

" Bulek sendirian bu ? " .

" Ibu ndak nanya sih , ibu cuma tau kalau bulek mau ke rumah teman nya " .

" Sudah malam nduk , kamu tidur dulu sana biar ibu yang nunggu bulek kamu pulang " .

" Iya bu " .

Aku masuk ke dalam kamar mendekati ranjang bambu dan ku baringkan tubuh ku .

Kratak Sreekk ! Kruuk .. Kruuk !

Suara itu seperti seseorang membuka sesuatu , lalu terdengar suara seperti seseorang yang sedang mengunyah .

Aku sangat penasaran kali ini , karena suara nya terdengar sangat keras di arah dapur .

" Apa itu ibu ya ? , tapi ibu kan di ruang tamu sedangkan dapur ada di belakang kalau ibu yang ke dapur kok cepat jalan nya , apalagi kaki ibu sedang kambuh asam urat nya " .

 Karena penasaran aku memberanikan diri turun dari ranjang dan keluar dari kamar . Mata ku mengedar apakah ada orang atau tidak . Di ruang tamu aku lihat ibu duduk di kursi membelakangi ku .

Ku lihat di kamar sebelah ku ada bapak yang tampak sudah lelap dalam mimpi nya .

Kaki ku berjalan sedikit berjinjit supaya tak membuat suara . Perlahan tapi pasti kini aku mendekati ambang pintu dapur .

Jantung ku berdegup dengan kencang , suara orang mengunyah itu semakin terdengar dengan jelas . Aku berhenti beberapa meter dari ambang pintu . Rasa nya aku ragu untuk melanjutkan melangkahkan kaki ku , bagaimana kalau itu bukan bulek Sarmilah karena ibu masih menunggu nya di ruang tamu .

 Aku akhirnya memutuskan untuk kembali , tapi hati rasa nya ada yang mengganjal . Tak puas jika belum melihat siapa yang ada di dapur .

Aku menarik napas dalam beberapa kali sebelum akhir nya memutuskan untuk melanjutkan melangkah .

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!