Cermin Warisan

Cermin Warisan

Bab 1 Berkunjung Di Desa Kelahiran

Aku pandangi cermin besar di hadapan ku , di samping nya terdapat ukiran memutar ke sekeliling cermin .

" Cermin yang sangat indah " . Gumam ku mengagumi cermin dinding yang lebar nya satu setengah meter dan panjang dua setengah meter ini .

Ku raba ukiran kayu yang masih kokoh meskipun sudah berusia lebih dari lima puluh tahun . Aku sendiri tak tahu berapa lama pasti nya , yang aku tahu dari budhe kalau cermin ini sudah ada sejak nenek ku masih kecil .

" Opo kowe seneng marang kaca pangilon iki nduk ? " . { Apa kamu suka sama cermin ini nak ? " . Budhe Ngatmi tiba - tiba sudah berada di belakang ku .

Sejujur nya aku sangat terkejut dengan kedatangan budhe Ngatmi apalagi yang aku tau beliau masih di ladang saat aku tiba di rumah nenek ini .

Nama ku Viya , aku kelahiran di kampung ini yang juga menjadi tanah kelahiran kedua orang tua ku . Tapi sejak berusia empat puluh hari kedua orang tua ku membawa ku ke kota dan hingga sekarang pun masih tinggal di kota .

Desa ini bernama Sumber Hasil , maaf ya reader yang baik hati cerita dan nama desa yang tertulis di sini hanya lah sebuah karya fiksi saja jadi tidak ada unsur kesengajaan menyinggung pihak mana pun di dalam nya jika ada kesamaan baik dari nama desa , nama tokoh ataupun isi dari cerita .

Bapak ku bernama Sadimun sedangkan nama ibu ku Juwariyah , kata orang nama orang tua ku nama jadul . Ah biar saja toh yang penting kedua orang tua ku pola pikir nya tidak jadul .

Saat menikah dengan ibu ku bapak sudah tinggal di kota yang kami tempati sekarang dan bapak memiliki pekerjaan yang tugasnya mengatur pengelolaan sumber daya udara di wilayah sungai yang meliputi perencanaan , pelaksanaan konstruksi , operasi dan pemeliharaan dalam rangka konservasi dan pendayagunaan sumber daya udara dan pengendalian daya rusak udara di sungai , pantai , bendungan , danau , situ , embung , dan tampungan air lainnya serta air baku pengelolaan drainase utama perkotaan .

Hal ini menyebabkan bapak tak memiliki hari libur dengan pasti karena sewaktu - waktu bisa saja atasan nya menghubungi jika sedang musim hujan dan volume air di sungai sedang banyak - banyak nya .

Sedangkan ibu ku hanya ibu rumah tangga biasa yang memiliki warung kelontong di depan rumah , itupun ibu jalani setelah adik ku meninggal di usia delapan bulan . Kalau orang Jawa bilang sih katanya kena sawan , tapi entahlah sebab tak ada riwayat sakit apapun sampai akhir nya tubuh adik ku menjadi berwarna biru seperti keracunan .

Akhir nya aku resmi jadi anak tunggal bapak ibu ku . Usia ku sekarang baru menginjak di tahun ke 23 tahun . Sejak kecil aku suka melihat orang berias diri atau make up dan itu yang membawa ku menjadi MUA .

Pekerjaan ini baru aku jalani 2 tahun sebab aku harus fokus pada kuliah ku dulu . Sebelum sidang skripsi bapak memberi ku hadiah sebuah ruko berlantai dua meskipun tidak lah besar tapi aku sangat bahagia akhir nya aku bisa membuka usaha ku sendiri .

Selain menjadi MUA impian ku sejak kecil ingin memiliki toko aksesoris dan salon kecantikan meskipun baru bisa untuk perawatan rambut dan wajah saja .

Suatu hari bapak mengajak kami ke kampung ini , yang aku ingat terakhir ke sini waktu masih duduk di bangku sekolah tingkat pertama .

Yaa .. itupun saat nenek dari bapak ku meninggal . Sekarang kedua orang tua ku sudah tak memiliki orang tua . Di kampung ini hanya ada para kerabat saja karena bapak dan ibu ku sama - sama tak memiliki saudara kandung alias anak tunggal yang cerita nya pun sama bahwa adik mereka juga meninggal saat masih kecil .

" Nduk , budhe takon malah ngelamun ? " . {Nak budhe nanya kok malah melamun ? " .

Aku kembali terkejut dengan tepukan pelan tangan budhe di bahu ku .

" Ngge budhe suka " .

" Le' kowe seneng ya gawanen mulih , sesuk ben di kirim pak de nang kota " . { Kalau kamu suka ya fi bawa pulang saja , besok biar di kirim pak de ke kota } .

Mengobrol dengan budhe ku memang biasa seperti itu , budhe tak terbiasa menggunakan bahasa Indonesia tapi beliau paham kalau aku menjawab dengan bahasa Indonesia .

" Cermin nya apa ndak rusak budhe kalau di angkat - angkat , takut malah pecah atau ada yang rusak " .

Tentu saja aku merasa sayang kalau cermin ini sampai rusak atau bahkan pecah .

" Ora nduk , kaca pangilon iki kuat , mengko pak de di weling sing ngati - ati " . { Enggak nak , cermin ini kuat , nanti pesan ke pak de supaya berhati - hati } .

" Makasih ya budhe " .

Budhe mengangguk kan kepala nya . Aku perhatikan budhe ku mungkin berusia sekitar enam puluh tahunan tapi wajah nya masih sangat terlihat gurat cantik nya . Aku yakin dulu waktu masih muda budhe ku sangat lah cantik .

" Nduk , kamu sama siapa di sini ? " . Tanya bapak yang baru masuk ke dalam rumah budhe ini .

Rumah ini dulu nya adalah rumah induk , rumah yang di tinggali orang tua bapak ku . Aku biasa nya bukan manggil nenek sih , tapi mbah uti .

Lebih nyaman nya aku ganti mbah uti saja ya reader sebab nanti ada lagi yang aku panggil nenek biar reader tidak bingung dengan cerita ku .

Mbah uti ini keturunan Belanda akan tetapi dari kecil sudah paham betul dengan adat istiadat nya orang Jawa ataupun hal yang berbau klenik , bahkan aku yang lahir di tanah Jawa saja tak begitu mengerti dengan hal seperti itu .

" Sendirian pak " .

" Lha yang bukain pintu siapa , bapak aja baru bawain kunci rumah nya " .

" Tadi Viya pas ke sini pintu rumah memang tertutup pak tapi ndak di kunci jadi Viya masuk aja " .

" Kok aneh ya , apa mungkin ada yang masuk dan lupa mengunci nya " . Bapak berpikir sambil melihat ke arah pintu .

" Mungkin aja pak , tapi tadi ada budhe juga kok di sini " .

" Budhe ? , di mana ? " .

" Ya tadi sih masuk ke dalam terus ndak tau lagi pak " .

" Bapak liat kamu dari tadi di depan cermin ini terus " .

" Viya suka pak sama cermin nya , frame nya cantik , kata budhe boleh di bawa ke kota kok pak " .

" Tapi ini kan cermin sudah tua nduk gimana kalau malah rusak di bawa ke sana " .

" Budhe bilang sih kuat pak kalau boleh nanti pak de yang bantu bawa ke kota " .

" Ya sudah nanti bapak bilang saudara yang lain dulu " .

" Asyik " .

Senang rasa nya kalau cermin ini akan di bawa ke kota meskipun belum tahu juga di ijinkan apa tidak sama kerabat bapak yang lain sebab cermin nya selain sudah berusia puluhan tahun , juga sudah sangat lama menempel di dinding rumah ini .

Yang di takut kan bapak bagian belakang nya sudah rapuh dan kalau di paksa di bawa malah akan hancur juga cermin nya .

Terpopuler

Comments

Anita Jenius

Anita Jenius

Salam kenal kak

2024-04-09

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!