Cerita Bunda

"Masih mengantuk?"

Bunda yang duduk disampingku mengelus kepalaku.

Kali ini kami sudah berada di penginapan. Uda memintaku dan bunda untuk beristirahat di penginapan dan membiarkan Uda yang menjaga ayah.

Aku menurut, karena memang aku masih merasa lemas. Dan setiap habis meminum obat, aku pasti mengantuk.

"Obatnya sadis bun. Pasti Ima ngantuk habis minum obat"

"Itu supaya istirahat"

"Mungkin ya bun. Supaya Ima gak banyak mikir juga kali ya bun hehehe. Tadi siang ada Uni, bun?"

Bunda mengangguk.

"Uni nanyain Ima gak bun?"

"Tanya, tapi bunda ga jawab".

"kok gak jawab bun?"

"Dari pada bunda bohong. Memang bunda harus jawab apa? Ima di ruang operasi atau Ima lagi kencan sama dokter Faris?"

"Ih, kok kencan sih bun?"

"Makanya bunda gak jawab".

"Uni gak merasa heran gitu bun?"

"Ayah yang jawab. Kata ayah lagi ke barata grup"

"Berarti ayah bohong?"

"Ayahmu gak bohong. Kan Raihan bilang seperti itu. Yang penting bukan bunda yang bohong"

"Jadi yang bohong siapa bun?"

"Raihan"

Kami pun tertawa berdua.

"Besok ayahmu di operasi. Setelah itu biarkan Raihan pulang. Kasian anak dan istrinya. Raihan juga sudah lama ijin. Nanti di pecat lagi".

"Iya bun. Kan ada Raima juga yang nemanin bunda di sini".

"Setelah ayahmu stabil, bunda mau ajak ayah pulang dulu ke Solok. Biar puasa disana. Disini bunda pusing. Mau cari makanan saja bingung".

"Kan ada pesan online bun"

"Ah, digambar saja kelihatan enak. Begitu datang, makanannya biasa saja".

Aku kembali tertawa.

"Ima sudah cari kost?"

"Belum bun. Mungkin lusa, ada teman Ima yang bisa Ima minta tolong buat carikan kost. Bude nya juga punya kost. Mungkin Ima bisa kost disana".

"Tadi Agung bilang, supaya menempati apartemen punyanya. Jadi, kalo ayah harus check up tidak harus menyewa penginapan".

"Gak enak bun. Merepotkan mereka terus. Lagian, sepi tinggal sendiri. Enak juga di kost. Ada banyak teman".

"Bunda terserah padamu saja. Yang penting Ima merasa senang dan nyaman".

"Bunda, boleh Ima bertanya?"

"Kalau bunda gak bolehkan memangnya Ima akan diam?"

Aku kembali tertawa.

"Bunda, apa menurut bunda uni Raisa akan menurut apa kata Uda?"

Bunda menggeleng

"Bunda tidak yakin. Raisa itu tidak suka keinginannya gagal. Kecuali dia tau kalo kamu memiliki pacar".

"Maksud Bunda?"

"Beritahu Raisa, kamu punya pacar yang siap melamar kamu. Dia pasti akan memutuskan pacar suami orangnya itu".

"Lalu? Seharusnya kan uni minta lamar pacarnya juga kalau uni tau Ima di lamar?"

"Mau nikah siri? kan belum cerai dari istrinya".

"Ima gak paham maksud Bunda".

"Raisa itu tidak akan membiarkan kamu unggul darinya. Dia akan mendekati laki laki yang dekat denganmu"

"Masa Uni begitu, bunda?"

"Ingat kawan kawan SMA Raisa yang suka padamu? Mereka dihasut Raisa supaya tidak suka padamu"

"Bunda yakin? Ima gak percaya".

"Bunda juga awalnya gak percaya. Tapi ketika Raiyan menceritakan ke bunda kalau dia pernah mendengar Raisa menghasut kawannya. Bunda lalu mencari tahu".

"Apa yang bunda dapatkan?"

"Buku harian Raisa. Tertinggal ketika Raisa berangkat kemping waktu itu. Semua tertulis dengan jelas, betapa Raisa sangat iri padamu. Bukan benci, tapi Iri".

"Iri?"

"Ya, Raisa iri padamu karena wajahmu yang mirip almarhum ibu kalian. Iri karena ayah lebih memperhatikanmu. Karenanya Raisa berupaya untuk merebut perhatian ayah. Di tambah ketika bunda hadir di antara kalian. Bunda lebih memperhatikanmu. Jelas bunda lebih memperhatikanmu karena kamu masih bayi saat itu. Raisa juga merasa kehadiran bunda hanya untukmu. Bukan untuknya atau Raihan. Karena itu Raihan juga sempat tidak menyukai bunda kan? Sulit bagi bunda untuk bisa dekat dengan Raihan".

"Tapi sejak Raiyan hadir, semua mulai berubah. Raihan menyukai Raiyan, membuat bunda bisa dekat dengan Raihan kecil karena adiknya. Tapi tidak bagi Raisa. Baginya kehadiran Raiyan adalah wujud bahwa bunda bukan milik Raima, tapi milik Raiyan. Kehadiran Raiyan merupakan kebahagiaan sendiri buat Raisa dalam artian yang lain".

"Ima tidak percaya bunda. Uni seperti itu".

"Kamu pikir awal nya bunda percaya? Saat itu Raisa baru empat tahun. Dia mulai menulis diari itu di saat mulai SMP. Tapi semua tertulis dengan jelas semua kejadian sejak kalian kecil".

"Bunda pernah membicarakan ini dengan ayah?"

"Iya, dengan kakekmu juga. Tapi menurut mereka Raisa hanya kurang kasih sayang. Kurang di perhatikan. Kakekmu meminta ayah untuk fokus memperhatikan Raisa supaya dia tidak bertingkah aneh. Padahal menurut bunda, Raisa perlu seorang psikolog saat itu".

"Karena itu ayah lebih memperhatikan Uni?"

"Iya, karena ayahmu tidak ingin Raisa berbuat macam macam yang bisa membahayakan dirinya atau diri orang lain".

"Karena alasan itu jugalah ayahmu tidak mengijinkanmu kuliah bersama Raisa. Ayah ingin menjauhkanmu dari Raisa. Tidak ingin kamu tinggal bersama Raisa. Jadi, bukan karena ayahmu menentang jurusan yang kamu pilih".

"Ima salah paham dengan sikap ayah".

"Tapi ayah juga tidak menasehati Raisa. Selalu membiarkan semua tingkahnya Raisa. Karena itu sampai sekarang Raisa merasa selalu di bela ayah".

Aku menarik nafas panjang

"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang bunda?"

"Menjaga diri kita sendiri. Kalau kata orang orang itu, yang waras ngalah".

Aku dan bunda tertawa.

"Asal tidak menjurus pada kriminal. Jika sudah kriminal. Polisi urusannya".

Aku mengangguk, mengerti maksudnya bunda.

"Tapi Ima kasihan pada Uni, bunda".

"Apa Raisa kasihan padamu?"

Aku hanya tersenyum menanggapi kata kata bunda.

"Ayo kita jalan jalan keluar. Bunda mau beli sesuatu. Bosan bunda terkurung kalau tidak di rumah sakit, ya di penginapan ini".

"Bunda bosan jaga ayah?"

"Eh, ini anak!. Kalau bunda bosan jaga ayah kalian. Bunda bakal nyusun Raiyan ke timika sana".

Aku kembali tertawa sambil memasang hijab instanku, mengambil jaket dan mengikuti langkah bunda untuk keluar kamar.

Benar saja. Di luar penginapan, banyak para penjual makanan, karena memang daerahnya yang dekat dengan rumah sakit.

Kami pun berjalan jalan menyusuri trotoar sambil melihat lihat makanan apa yang akan kami beli nantinya.

Sambil menyusuri jalan, otakku terus bekerja. Benarkah Uni Raisa seperti itu? Tapi tidak mungkin bunda berbohong padaku. Apa aku yang terlalu polos atau terlalu tidak perduli sehingga apa yang dilakukan Uni padaku tidak pernah kusalah artikan. Malah sikap tidak adil ayah padaku pun tidak pernah kusalah artikan.

Ya Tuhan, kenapa harus terungkap semua sekarang ini. Seolah olah Alloh SWT membuka tabir kami semua. Sakitnya ayah, sakitnya diriku dan cerita sebenarnya tentang Uni Raisa.

Doaku saat ini adalah kami kuat menghadapi semua nya dan tetap bersama sebagai satu keluarga yang utuh dan bahagia. Tidak ada kejadian lain lagi yang akan membuat keluarga kami menjadi pecah berantakan.

Terpopuler

Comments

Imelda Syarowika

Imelda Syarowika

ceritA nya keren.lanjut thor.di tunggu up nya

2023-06-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!