Uni Raisa cemberut ketika melihat kami masuk ke dalam ruang inap ayah. Uni menarikku dan Uda untuk kembai keluar ruangan karena Ayah sedang tidur. Dan bunda pun tertidur di sofa.
"Lamonya? Dari mano?"
Uni berbisik pada kami karena takut masih terdengar oleh ayah.
"Kami memberikan kesempatan padamu Sa, kau kan tak pernah jaga ayah".
Uda yang menjawab pertanyaan Uni Raisa.
Aku? Jangan di tanya, di depan Uni Sa, aku akan diam seribu bahasa. Karena apapun yang ku katakan, tidak akan berpengaruh pada Uni.
"Aku kan kerja Uda"
"Uda juga kerja!"
"Aku jauh"
"Uda juga jauh"
"Jadi maunya Uda apa?"
Uni Sa sedikit meninggikan suaranya. Aku mengelus tangan Uda yang duduk disampingku.
"Uda tak mau apo apo. Uda cuma mau kau ambil kesempatan ini. Mumpung ayah di rawat disini. Di kota tempat kau bekerja".
Uni Sa menarik nafasnya dengan kasar.
"Uni tak bisa cuti"
"Ya, karena sudah kau ambil bulan lalu untuk liburan bersama kawan kawanmu. Kau tau ayah sudah sakit, tapi kau tak pulang ketika cuti untuk melihat ayah".
"Iya, aku selalu salah. Tak ada perbuatanku yang benar menurut Uda"
"Uda hanya memberitahumu sebagai seorang kakak. Uda tidak mau kau salah pergaulan, Sa".
"Apanya yang salah?"
"Apa uda harus jelaskan di sini? Kau tau apa maksud Uda. Jangan sampai Uda memberitahu ayah dan Raiyan. Jangan membuat malu keluarga".
"Apa perbuatanku yang membuat malu keluarga? Uda bisa langsung memberitahuku".
"MENJADI PACAR SUAMI ORANG".
Aku terkejut mendengar perkataan Uda. Uni Raisa pun sama denganku terkejutnya.
"Jangan kamu kira Uda tidak tau. Jadi jangan pernah memperkenalkan lelaki itu pada ayah".
"Dia akan bercerai dengan istrinya"
"Ya, mereka bercerai karena kau yang jadi duri didalam pernikahan mereka. Pikirkan perasaan istrinya Sa. Bagaimana jika itu berbalik. Yang direbut itu adalah suami kau. Apa yang kau rasakan?"
Uni Raisa kembali terdiam. Dengan kenyataan yang baru kudengar ini, membuat mulutku tambah terkunci.
"Awalnya Uda heran, kenapa lamaran yang masuk kerumah semua meminta Raima. Padahal kau putri yang tertua".
Uni Sa dan aku sama sama melihat pada Uda. Ada raut tak suka dari Uni Sa mendengar perkataan Uda.
"Uda tidak membandingkan kalian berdua. Kalian sama sama adik Uda. Kalian orang yang beda. Bukan anak kembar. Tentu saja sifat kalian berbeda. Tapi keluarga yang mengajukan lamaran itu pasti sudah mencari tau lebih dulu. Karenanya Uda minta, kau ubahlah perilakumu itu Sa".
Uni Sa tetap diam walaupun wajahnya cemberut.
"Ubahlah pergaulan kau. Tidak usah mengikuti gaya orang lain. Atau kalo perlu berhenti kerja disitu. Uda tak takut pesawat nya jatuh. Yang udah takutkan pergaulan di dalamnya"
"Aku masih bisa jaga diri Uda"
Uni Raisa masih membela dirinya.
"Kau pacaran dengan laki laki yang sudah menikah. Terbang bersama. Menginap di hotel yang sama. Apa Uda harus memasang kamera di setiap kamat yang kau tempati? Uda bukan Raima yang bisa kau tipu atau diam saja melihat tingkahmu. Perempuan itu jika sudah kehilangan harga dirinya. Sulit untuk mendapatkan laki laki yang baik".
Aku dan Uni Raisa sama-sama membisu. Terutama diriku. Ini bukan tentangku. Tapi aku merasa tertampar mendengarnya. Tidak ada hujan, tidak ada angin. Tiba tiba saja Uda mengungkapkan semua. Ini sungguh bukan seperti Uda yang ku kenal.
"Maaf, kalo Uda memarahimu. Ini semua demi kebaikanmu. Dan maaf Uda memarahimu sekarang. Karena sulit bagi uda membagi waktu dengan jadwal terbangmu"
Uda berdiri, bersiap untuk masuk.
"Jika laki laki itu gentle. Suruh dia menemui Uda. Uda ingin bicara dengannya. Mengerti Kau Sa?"
Tanpa menunggu jawaban Uni Raisa. Uda membuka pintu kamar rawat Ayah.
"Ayo ikut Uda masuk Raima !"
Aku pun langsung berdiri tetap tanpa kata mengikuti Uda masuk kedalam kamar rawat ayah meninggalkan Uni Raisa yang juga masih terdiam tanpa suara.
###########
"Uda.."
"Kenapa? Mau tanya tentang Raisa?"
Aku memgangguk. Saat ini kami berdua sedang duduk di depan warung sate pesanan Bunda.
"Kenapa Uda tidak ada cerita sebelumnya tentang Uni Sa?"
Uda hanya diam tidak menjawab pertanyaanku.
"Apa Raiyan tau, Uda?"
"Awalnya ketika putra pak Roslan menemui Uda. Kamu ingat Faisal? Teman sekolahnya Raisa?"
Aku mengangguk.
"Bang Faisal bekerja di Jakarta juga kan Uda?"
Uda mengangguk.
"Kami tidak sengaja bertemu waktu Uda ada seminar. Faisal menanyakan kabar kita semua. Terutama kabarmu"
"Ima?"
"Iya. Faisal bilang, jika Ima belum ada yang meminang. Keluarganya akan mengajukan lamaran. Uda bilang kenapa tidak Raisa? Kalian seumuran dan juga sudah mengenal lama".
Aku diam mendengarkan ceritanya Uda.
"Faisal menggeleng bahkan tertawa sebelum akhirnya meminta maaf ke Uda. Katanya bukan bermaksud meremehkan Raisa atau menceritakan keburukannya."
Uda menarik nafas sejenak.
"Faisal menceritakan semuanya. Sering kali bertemu Raisa di club malam dan hotel. Uda tidak percaya. Faisal berjanji akan memberitahukan Uda jika bertemu dengan Raisa lagi".
"Mereka bertemu lagi?"
Uda mengangguk.
"Faisal memberitahukan Uda semua yang dia tahu tentang kehidupan Raisa di Jakarta. Terutama teman dekat laki lakinya. Setelah mendapat info dari Faisal. Uda mencari Tau sendiri. Dan hasilnya seperti yang Ima dengar tadi".
"Faisal pernah memberikan nomor kamar hotel tempat Raisa menginap. Tapi Uda tidak berani. Uda takut menghadapi kenyataan jika melihat semua itu secara langsung".
"Uda sering ke Jakarta?"
"Tidak sering. Tapi waktu itu demi menyelidiki Raisa, Uda beberapa kali ke Jakarta".
"Raiyan tau, Uda?"
"Iya. Kalo tidak karena sakitnya ayah. Raiyan pasti sudah mengamuk ke Raisa".
Kali ini aku yang menarik nafas panjang. Cerita dari Uda memperjelas semua yang kulihat di kost Uni waktu itu. Keluar malam, pakaian ketat dan seksi. Kehidupan kost yang bebas.
Jika kuceritakan itu pada Uda dan Raiyan, mereka berdua pasti akan tambah mengamuk. Biarkanlah kusimpan sendiri semuanya.
"Mungkinkah pergaulan di tempat kerja, Uda? Uni Sa dulu tidak seperti itu".
"Kamu terlalu polos, Raima. Karenanya Uda tidak ingin kamu bekerja di Jakarta. Uda ingin kamu kembali ke Padang. Menemani Bunda merawat ayah".
"Ilmu Ima tidak akan terpakai Uda. Lowongan pekerjaan buat Ima banyak di kota besar".
"Pintar pintarlah menjaga diri. Uda senang ketika melihat kau pulang kemarin dengan penampilan baru. Semoga Allah selalu melindungimu"
"Buat Uni Sa juga, Uda"
"Iya, semoga Alloh membukakan hatinya untuk bertobat".
"Kok doanya beda Uda?"
"Sama. Biar Raisa bertobat dulu".
Aku tersenyum. Rupanya sekesal itu Uda pada Uni Raisa.
Ya Alloh, lindungilah Uni Sa dimana pun dia berada. Dan buka kan lah hatinya untuk terus mengingatmu ya Alloh. Agar terhindar dari hal hal buruk atau orang orang yang ingin menyakitinya.
Aku berdoa dalam hati untuk kebaikan Uni Raisa.
"Amin Ya Robbal alamin"
Aku melihat Uda dengan heran.
"Uda tahu, kamu pasti mendoakan Raisa di dalam hatimu. Karena itu Uda meng amin kan nya".
Aku tersenyum semakin lebar dan memeluk Uda.
"Ima sayang Uda, Uni dan Iyan. Kalian semua selalu ada di dalam doa Ima"
Uda pun membalas pelukanku sebentar sebelum kami memutuskan untuk berjalan lebih cepat. Kasian Bunda, pasti sudah menahan lapar karena kami yang terlalu lama pergi.
Seiring langkah kakiku. Aku terus berdoa agar esok hari tidak ada lagi hal hal yang tidak terduga yang akan kudengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments