Aku terus berjalan menyusuri koridor kampus tempatku dulu kuliah. Hari ini pihak kampus menelponku. Aku mendapatkan panggilan kerja di beberapa perusahaan desain di Jakarta dan Yogyakarta. Sekarang tinggal bagaimana aku menentukan pilihanku.
"Ingat dengan beasiswa S2 mu ya".
Dosen berjenggot inilah yang selama ini memperhatikan diriku. Yang membuatku mengikuti berbagai lomba desain.
"Apa perusahaan masih akan menerima jika saya harus melanjutkan S2 Pak?"
"Kadang ada yang memperbolehkan. Asal setelah selesai harus kembali bekerja di perusahaannya"
"Apa biaya S2 itu mahal Pak?" Aku bertanya dengan lugunya.
"Kamu dapat beasiswa. Jangan mengkhawatirkan biaya kuliahmu"
"Maksud saya, biaya hidup Pak"
Aku bicara pelan sambil menunduk. Dosen itu memandangiku sekilas.
"Kamu belum membicarakannya dengan orangtuamu?"
"Ayah saya sudah pensiun Pak, Kakak saya juga punya keluarga dan kehidupannya sendiri. Saya tidak bisa merepotkan mereka. Mungkin lebih baik saya bekerja saja. Melupakan beasiswa itu".
Dosen itu terus memandangiku.
"Sangat di sayangkan. Kesempatan ini tidak datang dua kali".
"Saya mengerti Pak"
"Masih ada waktu, berpikirlah dan bicarakan pada keluargamu"
Aku mengangguk pelan. Mengambil beberapa berkas yang ada di hadapanku dan pamitan untuk pergi.
"Raima..." Dosen berjenggot itu kembali memanggilku. Aku pun membalikkan badanku kembali.
"Saya akan bantu dengan uang tiket dan visamu. Jangan sia-sia kan kesempatan ini"
Aku tersenyum sambil mengangguk.
"Terima kasih banyak Pak. Saya akan secepatnya memberi keputusan"
"Cepat hubungi saya"
Aku kembali mengangguk.
"Saya permisi Pak"
Aku pun keluar ruangan sambil menutup pintu dengan rapat.
Aku menarik nafas sekilas. Ragu dan bingung, keputusan apa yang harus kuambil. Aku tidak ingin memberatkan beban Ayah. Beliau sudah pensiun. Untuk minta bantuan Uda Raihan pun sangat sulit karena Uda lagi menyiapkan uang untuk melanjutkan dokter spesialisnya yang tentu saja biayanya tidak lah murah.
Uni Raisa? Uni saja selalu mengeluh dan meminta uang pada Ayah karena katanya gajinya tidak cukup untuk kost dan biaya hidupnya. Bagaimana mau cukup, jika Uni memilih kost yang ekskusif dengan harga yang fantastik. Belum lagi uni berani untuk mengambil cicilan mobil. Katanya biar kalo pulang ke Solok bisa naik mobil.
Ayah selalu memanjakan Uni Raisa. Mengikuti semua kemauan Uni. Setiap bulan pula Ayah selalu mengirimi Uni uang. Berbeda dengan diriku. Aku akan berpikir berkali kali jika ingin meminta uang pada Ayah. Kadang kala ayah lupa mengirimiku uang ketika kuliah, aku pun hanya diam. Dengan uang hasil lomba dan mengajar les gambar dibeberapa sekolah aku bisa menghidupi diriku sementara waktu hingga Ayah ingat mengirimiku uang.
Teman curhatku berbagi uang hanyalah Raiyan. Kadang kala Raiyan mengirimiku uang. Aku sering kali menolak uang dari adikku tersebut. Tapi Raiyan selalu berkata.. "Uni, uang gaji Raiyan tidak pernah terpakai karena disini kami dapat makan gratis".
Raiyan juga tidak merokok. Jadi uang gajinya di kumpulkan untuk biaya pulang kampung nanti. Dan katanya juga untuk melamar seorang gadis pujaannya kelak.
"Uni termasuk pujaan hati Raiyan. Jadi Uni berhak atas uang Raiyan".
Aku selalu tersenyum mengingat kata-katanya.
Dibandingkan dengan kedua kakakku. Aku memang lebih akrab dengan Raiyan. Kami malah pernah dikira pacaran ketika aku berdua Raiyan bergandengan tangan nonton di bioskop. Raiyan juga lebih protektif terhadapku di banding Ayah dan Uda Raihan.
Raiyan lah bodyguard ku yang selalu menjagaku kemana mana. Sampai kemudian Raiyan memutuskan untuk masuk ke Akademi Angkatan Darat. Aku sempat menangis waktu itu. Tidak ada lagi bodyguard yang selalu mengawalku.
Akhirnya aku pun nekat untuk kuliah di Yogya bersama Uni Raisa dan Uda walaupun Ayah tidak mengijinkan. Ayah ingin aku tetap berada di padang menemani beliau dan kuliah di sana. Tapi aku si keras kepala tetap pada pendirianku. Aku terus menangis dan merengek pada Ayah. Setelah satu minggu unjuk rasa yang kulakukan, dan atas bantuan bunda pula lah. Ayah mengizinkanku berangkat dan kuliah di Yogya.
Lagi-lagi aku menentang Ayah. Aku memasuki Universitas yang berbeda dari Uni dan Uda.
Aku memilih jurusan yang aku sukai.
Ayah mendiamkanku selama satu bulan karena penentanganku itu. Tapi karena aku tinggal bersama Uni dan Uda saat itu, aku tidak takut kelaparan. Aku hanya mengkhawatirkan uang kuliahku.
Dengan bujukan dari Uda,Uni dan juga Bunda akhirnya Ayah luluh. Ayah mengizinkanku kuliah seni dan membiayai kuliahku. Untuk itu, aku tidak berani meminta lebih dari Ayah. Cukup dengan uang kuliah saja aku sudah sangat bersyukur.
Beruntunglah aku bisa mengajar gambar di berbagai sekolah dan mengikuti berbagai lomba. Dari uang hasil mengajar dan lombalah aku bisa membeli berbagai peralatan yang diperlukan untuk kuliahku.
Apalagi ketika menjelang skripsi. Tidak sedikit uang yang kuperlukan untuk bahan dan peralatan yang dibutuhkan. Untunglah ada dosen berjenggot itu yang selalu membantuku dan juga Raiyan tempatku berkeluh kesah.
Aku kembali ke kost dan membaringkan tubuhku. Sejak Uda dan Uni lulus kuliah, aku memilih untuk kost di dekat kampus. Dulunya kami bertiga tinggal di satu rumah kontrakan. Karena Uda mendapatkan internship di kota Batam dan Uni di terima sebagai Pramugari setelah lulus kuliah. Aku pun memilih untuk pindah sebagai bentuk penghematan untuk Ayah, buktinya Ayah setuju dan membiarkanku kost di tempat yang kecil di bandingkan kost uni di Jakarta.
Pernah suatu waktu aku mengikuti lomba desain yang diadakan oleh sebuah Universitas di Jakarta. Aku pun berkunjung ke kostan Uni. Aku terkejut melihat betapa mewahnya kost yang di huni oleh Uni. Semua fasilitas lengkap di dalam kamar kost yang luasnya tiga kali kamar kostku. Awalnya aku masa bodoh, aku pikir Uni sudah bekerja. Uni pasti membayar kost dengan uang gajinya. Sampai kemudian aku meminta tambahan uang pada Ayah untuk keperluan skripsiku. Ayah menolak permintaanku karena sudah mengirim uang lebih dulu kepada Uni.
Aku selalu merasa perbedaan Ayah kepadaku dan Uni. Mungkin karena akulah penyebab meninggalnya ibu.
Sewaktu aku masih kecil pun Uni kerap kali berteriak padaku ketika marah.
"Karena kamu ibu meninggal"
Awalnya aku tidak mengerti apa maksud Uni. Aku pikir Bunda lah ibu yang melahirkanku. Sampai kemudian aku dewasa dan mendapatkan cerita sebenarnya dari Bunda. Akhirnya aku mengerti arti kata-kata Uni dan perbedaan Ayah kepadaku.
Bunda dan Raiyan lah orang yang sangat menyayangiku. Bunda lah yang selalu mengelus kepalaku ketika aku sakit. Raiyan lah yang menjagaku di saat aku diganggu di sekolah. Raiyan lah yang selalu berdiri di depanku ketika Ayah marah melihatku pulang terlambat ke rumah.
Pernah suatu waktu ketika SMA Ayah memukulku karena aku tidak pulang kerumah. Waktu itu aku bersama beberapa teman belajar kelompok di rumah salah satu teman sekolahku. Karena hujan lebat dan jalanan banjir. Aku memutuskan untuk tidak pulang. Aku tidak memiliki handphone saat itu, aku tidak bisa menghubungi Ayah atau siapapun di rumah. Ayah dan Raiyan mencariku di tengah hujan yang lebat dan jalanan yang banjir. Ketika esok harinya aku pulang kerumah, Ayah sudah menyiapkan tongkat rotan di atas meja. Aku pasrah ketika Ayah memukul kakiku. Aku tidak mengeluarkan air mata sama sekali ketika Ayah mulai mengayunkan tongkat rotannya ke arahku.
Aku menangis saat Raiyan menarikku dan menggantikanku berdiri untuk menerima pukulan dari Ayah.
"Ini salah Raiyan Ayah, seharusnya Raiyan mengantar Uni. Jadi Raiyan tahu dimana Uni berada. Pukul Raiyan Ayah, jangan pukul Uni Ima".
Ayah menghentikan ayunan tongkatnya dan beranjak pergi. Aku tahu Ayah menyayangi Raiyan. Jadi Ayah tidak mungkin memukul Raiyan terus menerus. Raiyan pun tahu itu dan dia memanfaatkannya.
"Maafkan Uni.. Maafkan Uni"
Aku terus memeluk Raiyan dan menangis sambil mengusap kakinya.
Raiyan menghentikan usapan tanganku pada kakinya.
"Kaki Uni juga sakit, kenapa Uni malah mengusap kaki Raiyan? Uni masuklah ke kamar. Raiyan akan minta Bunda untuk mengobati kaki Uni"
"Terima kasih Raiyan"
"Uni kakak Raiyan. Ini sudah tugas Raiyan".
Lagi-lagi aku memeluk Raiyan dan menangis.
"Jangan cengeng ah Uni. Uni kan kuat. Masak Ratu lebah cengeng"
Aku tersenyum mengingat kata-kata Raiyan. Kata-kata itu kerap di ucapkannya padaku ketika aku berkeluh kesah padanya.
"Uni itu Ratu Lebah. Ditakuti oleh para lebah jantan. Jadi Uni harus kuat. Jangan takut dan menyerah. Uni harus semangat"
Ada juga kata-katanya Raiyan yang membuatku meneteskan air mata.
"Raiyan selalu ada untuk Uni. Walaupun semua orang tidak perduli pada Uni. Tapi Raiyan selalu perduli pada Uni. Raiyan menyayangi Uni melebihi diri Raiyan sendiri".
Aku kembali meneteskan air mata. Setiap ingat Raiyan aku selalu menangis. Kadang aku berpikir gila, jika Raiyan bukan adikku. Mungkin aku akan menikahinya kelak karena aku tahu betapa besar Raiyan menyayangiku.
Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi. Membasuh wajahku dan mengambil wudhu karena sudah masuk waktu zuhur.
Mungkin setelah sholat, aku dapat berpikir dengan jernih. Keputusan apa yang akan aku ambil selanjutnya.
------------
Ya Allah, Lindungilah Aku dan Keluargaku. Semoga Kami di beri kekuatan.
Jangan lupa Vote, like dan komentarnya yaa
LOVE YOU 😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Sam Herru
lanjutkan Thor...cerita yg bagus ini
2020-09-07
0
Dwi Mentari
Aku suka ceritanya thor kenapa belum lanjut2 aku setia menanti
2020-09-02
1
Derie
semangaaat terus
2020-08-11
0