Penuh warna warni

"Sejak kapan pake penutup kepala?"

Aku yang sedang memakaikan jilbab dikepalaku menoleh pada Uni Raisa yang baru keluar dari kamar mandi.

"Maksud Uni, jilbab ini?"

"Iyalah, penutup kepala yang sekarang sedang kamu pakai."

"Penutup kepala itu banyak Uni, topi juga penutup kepala kan?"

"Kamu taulah apa maksud Uni"

Aku menghela nafas untuk sejenak.

"Jadi kenapa harus pake begitu, rambut kamu bagus, kenapa juga di tutup tutup kayak lemper"

Astagfirullah, aku mengurut dadaku.

Pendidikan agama kami kah yang kurang atau memang uni yang telah berubah. Nyatanya selama ini Ayah sudah begitu ketat pada kami untuk selalu menjalankan sholat lima waktu.

Dan, aku baru terpikir, sejak kemarin aku tidak melihat Uni sholat. Tapi mungkin uni sedang dapat tamu bulanan.

"Ini kan kewajiban kita sebagai muslim Uni, untuk menutup aurat"

Aku berbicara dengan suara yang pelan seperti biasa jika aku berbicara dengan uni.

Uni menatapku dengan kesal.

"Karena jilbabmu itu, pasti nanti ayah akan berkata panjang lebar juga pada uni tentang menutup aurat yang baru kamu katakan tadi."

"Jika kita menutup aurat, ayah pasti bahagia."

"Uni belum siap".

Kali ini Uni berkata dengan suara lemah, mengisyaratkan sebenarnya pun Uni ingin sepertiku.

Aku tersenyum sambil membelai rambut panjang Uni.

"Ima yakin, suatu saat uni pasti akan menutup rambut ini. Ima selalu berdoa untuk Uni."

Uni menatapku dari cermin. Tapi sedetik kemudian Uni kembali berubah.

"Udah cepat, nanti kamu terlambat. Lumayan jauh kalo dari sini. Uni tidak bisa antar karena Uni ada flight siang ini."

"Santai uni, Ima bisa naik taksi online. Uni jangan khawatir. Save flight ya Uni."

Aku mencium tangan uni dan memeluknya sebelum keluar dari kamar.

Uni mengantarku sampai kedepan gerbang hingga aku memasuki taksi online.

xxxxxxxxxxxxx

Aku memandang Gedung megah dihadapanku dan melanjutkan langkah untuk terus masuk kedalam gedung.

Langkah ku terhenti di depan meja resepsionis, Setelah memberikan surat panggilan, aku diarahkan menuju suatu ruangan yang terletak di lantai tiga.

Setelah pintu lift terbuka dilantai tiga, aku langsung melihat beberapa orang yang duduk berkelompok sesuai bidang keahlian yang mereka lamar. Netraku berkelana untuk melihat dimana letak tempat duduk yang harus kutempati.

Sampai kemudian seseorang menyapaku.

"Raima?"

Aku memalingkan wajah menghadap orang yang memanggilku.

"Bang Aldi? kok disini? eh, kerja disini ya?"

Seketika aku melihat bed nama yang terkalung dilehernya.

"Emang jodoh kayaknya kita. Tadi malam ketemu, sekarang juga ketemu. Jadi, kamu melamar kerja disini?"

"Iya bang, di departemen desain"

"Oh, itu diujung dekat lift yaa, ada ruangan sebelum menuju lift. Departemen desain di ruangan khusus,soalnya yang nguji anak bos besar sendiri".

"Terima kasih ya bang. Kalo begitu saya kesana dulu. Takut telat"

"Okey, sampe ketemu lagi ya Raima. Kalo kita ketemu lagi yang ketiga kalinya. Berarti kita memang jodoh". Aldi tersenyum usil padaku yang hanya kutanggapi dengan senyuman tipis.

Aku pun bergegas menuju ruangan yang ditunjukkan oleh Aldi tadi. Dan benar, ruangan sudah penuh sehingga aku harus duduk di deretan paling belakang setelah mengisi daftar absen dan menerima beberapa lembaran kertas kosong sebagai bahan pengujian untuk kami sebagai calon karyawan baru.

########

Aku sudah menyelesaikan tugas yang di berikan padaku. Waktu satu jam diberikan kepada kami, untuk membuat sebuah desain yang menunjukan identitas kami. Dan sekarang waktu ku menunggu untuk menjelaskan apa yang ku desain ini.

Di departemen desain terdapat dua puluh orang pelamar. Di bagian desain perhiasan sepertiku hanya ada tiga pelamar. Artinya ada satu orang di antara kami nantinya yang tersingkir karena perusahaan hanya mencari dua orang pelamar. Sedangkan di desain interior yang lebih banyak lagi pelamarnya, akan menyisihkan banyak sekali pelamar. Aku hanya bisa menarik nafas, merasa kasian tapi sungguh aku tidak bisa berbuat apa apa juga.

Ketika aku tampil di depan semua pelamar dan menjelaskan tentang apa yang ku desain. Mata mereka semua tertuju padaku. Memandangku dengan berbagai ekpresi wajah. Dan ketika aku mengakhiri semuanya, tidak ku sangka,mereka memberikan tepuk tangannya untukku. Lebih meriah di banding pelamar lainnya.

"Raima, desain dan pemaparanmu bagus.. Kamu pasti diterima"

Itu yang kudengar ketika aku kembali ke tempat duduk dan teman semeja menyambutku.

Aku tersenyum dan mengucapkan terima kasih.

Maya, teman yang baru kukenal beberapa waktu lalu memelukku erat.

"Yakin deh, kamu pasti di terima"

"Masih ada tahapan selanjutnya kan May, wawancara aja belum. Udah main yakin aja"

"Di amin kan kenapa sih. Itu doa lho. Semua orang di sini berharap di terima. Eh kamunya malah pesimis"

"Iya deh, amiiinnnn"

Aku mengangkat kedua tanganku dan mengusapnya ke wajah penuh makeupnya Maya.

"Ih Raima, rusak nanti maskaraku"

Tanpa sadar Maya setengah berteriak, membuat semua mata tertuju pada kami berdua.

"Eh, maaf. Keceplosan.Gak sadar"

Maya terkekeh sampil tersipu malu.

"Kamu sih Ma"

Maya mencubit lenganku.

Aku hanya tertawa kecil sambil mengemasi barang barangku.

"Langsung pulang ma?"

"Iya, mo lanjut tidur"

"Nginap dimana?"

"Di kostan uni"

"Ke kost ku aja yok. Dekat, jalan kaki cuman sepuluh menit. Di belakang kantor ini"

Aku mengerutkan dahiku menatap Maya.

"Kenapa? Aku bukan mucikari. Jadi gak usah takut"

"Bukan begitu, kita baru kenal. Percaya kamu ajak aku ke kost mu?"

"Wajah sholehah gini. Mau curiga dari mana? Ayo, budeku pasti senang liat kamu".

"Kamu tinggal sama bude?"

"Bude yang punya kost kostan. Aku juga kost. Bayar juga aku. Kasian janda. Kalo aku gak bayar, dzolim ama janda itu namanya".

Maya terus berbicara sambil terus berjalan menggandeng tanganku. Kami baru kenal, tapi sudah banyak suku kata bahkan kalimat yang diucapkannya.

Aku senang mendapatkan teman baru seperti Maya. Dan sepertinya mulai sekarang kami akan menjadi teman baik. Eh, memangnya aku dan maya sama sama di terima kerja.

Aku tersenyum sendiri dengan pemikiranku.

"Kenapa senyum senyum? Heran liat aku yang banyak bicara? Aku tu memang gini. Kata masku, kalo sehari belum dua ribu kata, belum diam aku tu"

Dua ribu kata? Kok kayak noveltoon yaa heheheheh

"Tapi aku senang May, kamu asyik. Supaya seimbang sama aku yang pendiam".

"Emang kamu pendiam. Gak yakin aku. entar juga kalo sudah kenal lama. Pasti kamu juga cerewet seperti aku".

Lagi lagi aku hanya tersenyum.

"Kost nya siapa itu? Uni? Jauh?"

"Uni itu kakak May, iya jauh. Tadi naik taksi online lumayan enam puluh ribu"

"Wih, dua kali makan itu. Udah, di kostku aja. Nanti pinjam motornya masku buat ambil barang barangmu"

"Aku harus ijin Uni dulu may"

"Tadi yang bayarin uang taksinya siapa?"

"Bayar sendiri lah"

"Nah, yang terserah kamu dong kalo mau cari yang dekat kantor. Kecuali Uni kamu yang bayarin ongkosnya"

"Nanti kucoba bilang ya May. Eh, katanya sepuluh menit. Kok gak sampe sampe".

Aku baru sadar. Kami sudah berjalan jauh, tapi belum sampai di kostnya Maya.

"Agak muter sedikit ini, kita beli makan dulu di situ. Bungkus aja ya, kita makan di kost".

"Kamu biasa ambil keputusan tanpa bertanya ya May?"

Maya tertawa menanggapi pertanyaanku.

"Sorry, kebiasaan jadi kepala keluarga. Jadi suka mutusin sendiri. Tapi aku yakin, kamu pasti gak protes hahahahhaha"

"Anak gadis jangan ketawa keras gitu ah. Di jalan lagi"

"Emang masih gadis?" Maya mengedipkan matanya padaku.

"Mayaaaa"

"Hahahahhahaha sorry ma, sorry. Bercanda"

Setelah membeli nasi bungkus kami lanjut berjalan kaki menuju kostnya Maya.

"Tuh, rumah tingkat dua yang warna Hijau. Kayak warna partai kan".

Lagi lagi Maya tertawa.

"Bude ku pasti senang liat kamu. Dari dulu dia tu paksa paksa aku pake hijab. Aku yang cengengesan gini, di paksa pake hijab"

"Apa hubungannya coba cengengesan sama hijab? Emang nunggu kalem dulu baru pake hijab?"

"Stop bu ustadzah, jangan ceramah sekarang. Kalo bude dengar, bisa jadi duet sama bude nanti kamu Ma".

Maya tertawa sambil membuka pintu pagar.

"Assalamualaikum bude cantik. Maya pulang nih

bawa anak gadis sholehah"

Aku hanya geleng geleng kepala.

"Waalaikumsalam"

Kudengar ada sahutan dari dalam. Setelah melepas sepatu, aku mengikuti Maya masuk kedalam.

"Bu deeeee"

Kali ini dengan sedikit alunan.

"Opo to nduk"

Seorang perempuan keluar dari ruangan belakang sambil membawa toples berisi kerupuk.

Maya mencium punggung tangan perempuan itu. Dan aku pun mengikuti Maya.

"Masya Alloh, siapa ini May? Kamu culik dari mana?"

"Saya Raima bude, teman baru nya Maya"

"Baru kenal tadi pas tes kerja?"

"Iya bude"

"Masya Alloh, ayu ne. Bilang Maya suruh pake Hijab yo nduk seperti kamu"

"Maya ke kamar dulu ya bude. Sudah beli makan nih. Mo makan dulu".

Maya menarik tanganku menaiki sebuah tangga untuk menuju kamarnya.

"Eh kebiasaan, pasti kabur kalo bude bilang tentang hijab"

"Naik dulu ya bude"

Aku berpamitan pada bude untuk mengikuti Maya.

"Semoga Maya insyaf ya setelah berteman sama kamu"

Aku hanya tersenyum.

Hari yang penuh warna warni. Semoga kedepannya pun akan tetap seperti hari ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!