Bab 17

Besok aku kembali ke Indonesia setelah dua bulan di sini mengurus segala tetek bengek pernikahan yang melelahkan dan aku hanya mendapat satu hari menikmati suasana Swiss. Untung saja tidak ada yang mengetahui kalau aku datang ke Swiss, tidak ada yang akan mengajukan pertanyaan seperti: “Bagaimana Swiss? Bagus ya? Dingin?”

Dan satu lagi keuntungan, aku tidak perlu membawa oleh-oleh Swiss, mungkin sedikit oleh-oleh dari Jakarta, di mana aku akan singgah selama 2 hari sebelum pulang ke kampung halamanku.

Perjalanan pulang Indonesia ini sangat aku nikmati. Meskipun lagi-lagi harus transit dengan jarak waktu mepet, tapi aku masih menyempatkan diri untuk mengambil beberapa foto. Cukuplah untuk menghibur dirikudan sebagai kenang-kenangan.

Saat menuruni pesawat, hawa panas Indonesia langsung menyergapku seakan aku masuk ke dalam salah satu ruang sauna di Swiss. Aku yang cepat keringatan, merasa kalau ketiak kananku mulai basah saat keluar dari bandara. Tapi, hawa dingin AC di dalam mobil membuat ketiakku kembali sejuk.

Aku diantarkan oleh sopir yang menjemputku ke hotel yang berjarak 44 menit perjalanan sejak aku masuk ke dalam mobil. Dan aku langsung masuk ke kamar di lantai 2 dan berbaring. Cape sekali rasanya badanku setelah perjalanan panjang. Aku tidak menikmati tidurku di pesawat, aku bukan tipe orang yang bisa tidur di sembarang tempat.

Aku terbangun oleh bunyi bel kamar yang tiada berhenti. Siapa sih? Aku masih cape, masih ingin tidur.

Tanpa merapikan rambut dan baju, aku melangkah ke depan pintu dan bertanya, “Siapa?” Aku bahkan tidak mengangkat wajahku untuk mengintip lewat lubang intip. Serasa ada batu yang menindih kepalaku, berat.

Tidak ada jawaban.

Aku membuka sedikit pintu dan melihat seorang pria menatapku tajam seolah aku telah melakukan kesalahan besar dan patut dihukum. Si pengacara dengan wajah datar dan mata menyala-nyala. Ingin sekali aku menutup pintunya dan membiarkan dia di luar, tapi, aku harus membiarkan dia masuk dan melanjutkan urusan pernikahan

yang tiada habisnya ini.

Aku bersandar di tembok dan membiarkan pintu terbuka lebar. Setelah dia masuk, aku masih berdiri bersandar di tembok. Andai saja tembok ini kasur.

“Tutup pintunya.” Sapaan pertama yang ramah.

Dengan enggan aku menutup pintu dan melangkah ke salah satu sofa terdekat.  Aku duduk dengan lemas, menyenderkan semua bagian tubuhku yang terasa lemas tidak bertenaga.

“Penerbangan besok jam 7 malam. Check out jam 9 pagi.”

Seketika rohku terkumpul. Kenapa?Aku melotot menatapnya.

“Ada yang harus diurus.”

“Apa?”

“Lakukan saja.”

Kalau aku tidak cape, pasti sudah aku bantah. Kali ini kamu lolos, tapi menambahkan, “Aku mau beli oleh-oleh.”

“Tidak perlu.”

“Kenapa?”

Dia hanya menatapku seolah itu pertanyaan paling bodoh di dunia yang diajukan seorang wanita dewasa.

“Aku ingin membawakan sesuatu untuk keluargaku.”

Dia diam saja.

“Kenapa kamu ke sini kalau hanya ingin memberitahuku itu? Ponselmu hilang?” Aku tidak bercanda, hanya jengkel saja.

Dia menatapku tajam, aku menatapnya juga, tajam.

Dia melangkah ke pintu dan berkata, “Ingat besok.”

“Aku tidak menderita Alzheimer.” kataku ketus.

Pintu terbuka dan tertutup dengan cepat. Syukurlah dia sudah pergi. Ingin sekali badanku beristirahat lagi tapi karena jengkel, mataku benar-benar terbuka sekarang. Dan semua indera dan saraf di tubuhku mulai bereaksi, yang paling pertama perutku.

Aku menelepon resepsionis dan diarahkan menelepon restoran. Setengah jam kemudian nasi gorengku sudah ada di meja depan sofa depan ranjang. Aku makan dengan lahap. Nasi gorengnya enak, tapi kangen nasi goreng pinggir jalan dengan aroma asap. Semoga waktu mengizinkan aku mencicipi banyak makanan yang tidak bisa aku temukan di Swiss. Aku hanya memiliki waktu 2 minggu.

Hari yang panjang sudah terlewati, aku kembali berada di dalam pesawat untuk perjalanan 4 jam ke kampung halamanku. Belum sampai di kampung halamanku, aku masih harus naik mobil lagi selama 1 jam. Tapi, malam ini aku akan menginap di hotel, besok pagi baru aku kembali ke kampungku.

Aku berharap perjalananku pulang akan menjadi perjalanan yang menyenangkan, tapi si pengacara merusaknya. Kenapa dia harus ikut?

Setelah sarapan, kami langsung berangkat dengan mobil yang entah disewa atau bagaimana dia mendapatkan mobil yang kami tumpangi.

Aku merasa disambut di sini. Langit sangat cerah, panas menusuk hingga ke dalam mobil yang AC-nya menyala. Mataku dan kepalaku berputar ke segala arah dan kemudian terbentur dengan sosok si pengacara yang duduk di depanku. Merusak pemandangan saja dia.

Tidak akan aku biarkan dia merusak hariku. Aku bersikap seolah dia tidak ada, seolah aku naik Grab Car, hanya aku dan pak sopir. Ketika melewati sebuah kios yang menjual sate, ingiin rasanya aku berkata “Berhenti sebentar, Pak, saya mau beli sate.” Tapi, aku tahu tidak akan diizinkan si pengacara. Daripada berdebat, lebih baik diam saja. Aku bisa memakannya nanti.

Memasuki kotaku, aku mulai merasa tertekan, kenapa dia harus ikut? Aku ingin pulang sendirian, bertemu keluargaku sendirian dan mengatakan rencana pernikahanku sendirian, pribadi. Kenapa dia harus menemaniku?

“Aku ingin bicara dengan keluargaku sendirian. Ini pertemuan keluarga, kamu tidak perlu ikut.” Kataku ketus tidak mengindahkan pak sopir yang mungkin bertanya-tanya.

“Tak banyak waktu.”

“Setidaknya berikan aku satu hari bersama keluargaku.”

“Aku akan menunggu di mobil.” Bagus, dia tidak akan masuk. “Keluar dalam waktu 2 jam.”

“Apa? A…”

“Atau aku yang akan turun.”

“Ini urusan keluarga, kamu tidak berhak ikut campur.”

“Ini urusanku juga.” Matanya menatapku lewat kaca depan dan aku membalasnya namun segera mengalihkan pandangan, aku jengkel sekali.

Mama terkejut dengan rencana pernikahanku yang tampak buru-buru baginya. Mama ingin mengenal calon suamiku terlebih dahulu, atau setidaknya bertemu sekali sebelum acara pernikahan. Tapi, aku membujuknya dengan kata-kata yang manis dan lembut sehingga Mama pun mengerti dan menerima.

Waktuku di kampung dihabiskan untuk mengurus berbagai persiapan pernikahanku dan persiapan keberangkatan keluargaku, dari mengurus paspor, membeli pakaian dan tetek bengeknya. Badanku berasa mau patah setelah selesai.

Terpopuler

Comments

Bilqies

Bilqies

aku mampir lagi Thor /Smile/

2024-05-01

1

Arvilia_Agustin

Arvilia_Agustin

Sampai disini dulu ya ka, 😊

2024-05-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!