Bab 3

Hari yang kunantikan akhirnya tiba, setelah merencanakannya dari beberapa bulan yang lalu. Sebenarnya aku tidak benar-benar merencanakannya, karena aku masih tidak tahu pasti di mana aku akan menginap, dengan siapa aku akan keluar jalan dan ke mana aku akan pergi. Sebenarnya gambaran buramnya sudah ada di benakku, tapi aku tidak membuatnya sangat jelas. Satu-satunya hal yang terpikirkan olehku sekarang adalah, kalau aku tidak bisa jalan-jalan ke pantai atau mengunjungi objek-objek wisata, aku hanya akan diam di hotel dan membaca atau menonton. Semudah itu.

Mataku terasa berat, karena aku harus bekerja sore kemarin dan bekerja pagi hari ini, tapi aku sangat bersemangat dengan liburanku hari ini. Aku hanya ingin keluar dari tempat ini, dari lingkungan kantorku dan dari kamar kos kecilku dan mencari suasana baru di luar sana. Sudah dua minggu aku tidak pergi ke manapun, hanya bolak-balik kos, kantor dan minimarket.

Akhirnya jam menunjukkan pukul tiga sore, saatnya pulang. Aku pulang ke kos, berganti pakaian dan memasukkan beberapa barang ke dalam ransel yang sudah hampir putus di bagian tali, tapi sudah kujahit. Aku akan mandi di hotel saja, tidak ingin membuang waktu. Setidaknya aku harus sudah berada di pusat kota jam 4 sore. Tapi, tidak berjalan lancar, aku selalu membutuhkan waktu yang lama untuk melakukan beberapa hal, termasuk saat memutuskan baju untuk dipakai, baju apa lagi yang bisa aku bawa, yang aku yakini, pastinya nanti tidak akan aku kenakan dan hanya akan membuat ranselku semakin berat. Tak apa, bawa saja, mungkin saja aku akan pergi ke beberapa tempat dalam sehari, jadi aku perlu baju berbeda untuk foto. Hahaha….

06.30 aku tiba di hotel pertama. Setelah menimbang-nimbang secara mendadak di dalam bus menuju kota tadi, aku

memutuskan untuk menginap di dua hotel berbeda untuk liburan 3 hari dua malamku. Kedengarannya sempurna, libur tiga hari dua malam setelah bekerja beberapa bulan. Tapi, tidak sempurna seperti kedengarannya, malah hal-hal yang kurencanakan tidak berjalan lancar. Aku tidak mendapat teman untuk tur besok dan lusanya. Jadi, aku harus mencari opsi lain untuk mewujudkan liburan yang sempurna selain duduk membaca sepanjang hari di kamar hotel.Tidak ada salahnya, bukankah aku membayar untuk kamar hotel itu?

Tiada perubahan. Malam pertama liburan, aku masih tidak mendapatkan kepastian dari beberapa orang yang awalnya sempat tertarik untuk berlibur bersama. Pagi ini juga masih tidak ada kepastian, mereka seperti menghilang ditelan bumi.

Jadi, agenda hari ini adalah: pindah hotel. Dari hotel yang biasa saja, dengan harga di bawah seratus ribu, tepatnya tujuh puluh ribu rupiah, aku akan beralih ke hotel kelas menengah dengan harga lebih dari dua kali lipat tempat yang pertama, tepatnya seratus delapan puluh ribu rupiah semalam. Awalnya aku ragu, tapi aku ingin melewati masa liburanku di tempat yang nyaman dan bersih di tempat yang hening. Jadilah aku memesan hotel yang kedua.Mungkin lebih tepat disebut penginapan, bukan hotel. Tapi, aku lebih memilih menyebutnya hotel, berkesan elegan, bukan?

“Kamarnya di lantai tiga ya, Ka. Liftnya tidak sampai ke lantai tiga, hanya lantai dua saja, setelah itu Kakak melewati jembatan dan naik tangga ke lantai tiga.” Jelas resepsionisnya setelah aku menyelesaikan proses registrasi dan siap ke kamar.

Dari penjelasannya aku belum membayangkan apapun. Setelah aku turun dari lift di lantai dua, aku dihadapkan pada lorong panjang dan tangga di sebelah kiri dan dua pintu. Aku coba melihat ke dalam ke dua pintu itu, tapi itu hanya pintu ke ruangan meeting dan gym. Apa aku harus naik tangga di sini? Bukankah aku belum melewati jembatan seperti kata si resepsionis tadi? Satu-satunya pilihann hanya berjalan lurus melewati lorong yang tampak tidak berakhir.

Sampai di ujung lorong, ada dua orang cleaning service, cowok, dua-duanya masih muda, tapi yang satu ganteng, putih, rapi dan ramah. Sepertinya bukan berasal dari sini. Yaa,,, aku masih cewek normal, aku masih suka mellihat yang ganteng dan bening, tapi bukan berarti aku menginginkannya, apalagi umurnya muda sekali. Aku hanya memanjakan mataku sejenak. Tidak ada salahnya, kan? Momen itu juga hanya berakhir saat itu juga.Cowok yang satunya bertampang biasa, tapi tersenyum ramah saat melihatku.

“Ke kamar 318 lewat lorong ini, ya?” tanyaku menunjuk lorong di sebelah kananku.

“Benar, Bu.” jawab si ganteng sambil senyum. “Di ujung lorong belok kiri dan naik tangga.”

“Terima kasih.” Aku turut tersenyum.

"Sama-sama, Bu.”

Meskipun dipanggil Ibu, tapi aku tidak keberatan. Selain tampangku yang memang sudah menunjukkan keriput, meskipun aku memakai masker, tapi keriput di bagian dahi dan ujung serta bawah mata sudah kelihatan jelas. Dan juga di umurku ini seharusnya aku sudah memiliki seorang anak remaja.Terima kenyataan saja.

Saat berbelok kanan, di depanku terhampar area sawah yang luas. Sayangnya, saat ini sedang musim membajak, belum ada padinya, yang terlihat hanya warna cokelat dari tanahnya saja. Tapi, langit birunya membuat pemandangannya terlihat mempesona, sempurna. Ciptaan Tuhan memang indah.

Bagian langit-langit lorong dihiasi lampu-lampu gantung yang dibingkai dengan bola anyaman rotan, sangat cantik. Itu tempat foto yang keren, aku sudah melihatnya di internet. Saat berbelok kiri, ada semacam gerbang pemisah antara lorong dan bangunan hotel yang ternyata baru dibangun. Gerbang itu seperti gerbang model Arab, berbentuk seperti kubah segitiga berwarna putih. Aku melihat sepasang muda-mudi sedang mengambil foto, bukan hanya satu tapi beberapa. Si cewek mengarahkan pasangannya untuk mengambil foto dengan sudut segitiga sama sisi. Tidak, tidak, aku hanya bercanda. Aku tidak mendengarkan lagi apa kata cewek itu saking ingin masuk ke kamar dan melepaskan beban di pundak dan punggungku. Ranselku benar-benar berat.

Aku naik ke lantai tiga dan berbelok kiri memasuki lorong yang sama panjangnya dengan lorong di lantai dua tadi. Nomor 3 1 8. Kamarku. Kutempelkan kartu yang bentuknya seperti kartu ATM, hanya saja warnanya putih mulus dengan tulisan tangan nomor kamar di salah satu pojoknya.

Biiiiip biiiiiiip, dua kali pintunya berbunyi keras, aku rasa tetangga di lantai bawah bisa mendengarnya, kemudian bunyi pintu terbuka. Kudorong pintunya dan tada....

Interior kamar seperti yang sudah kulihat di internet terbentang di depanku. Sangat bersih dan rapi, didominasi warna putih. hanya dinding di atas kepala ranjang yang berwarna biru tua, tirai tebalnya berwarna cokelat terang keabu-abuan dan sofa di pojok samping kamar mandi berwarna abu-abu cerah. Kamar ini bergaya Skandinavia, cantik sekali. Harganya tidak mengkhianati hasilnya. Tidak sesempurna foto-foto di internet, tapi delapan puluh persen sesuai ekspektasi.

Kubuka pintu kaca geser dan tampaklah balkon yang sederhana tapi cantik. Dengan sebuah meja dan dua buah kursi yang sudah termakan waktu, lalu ada empat pintu lemari, yang di balik  salah satu lemarinya ada wastafel. Ini pasti dimaksudkan sebagai dapur kecil, hanya saja tidak ada kompor dan peralatan makan. Langit tersenyum dengan warna biru kemerahannya melengkapi indahnya pemandangan balkon.

Sempurna, inilah tempat menginap yang terasa nyaman. Aku sangat menyukainya.

Tapi, bukan aku namanya kalau aku tidak melihat kekurangannya. Ada beberapa bagian dinding yang catnya mulai

terkelupas, bukan karena usianya, ini bangunan baru, tapi karena tingkat kelembaban di dalam kamar. Dan ada satu lampu samping ranjang yang tidak menyala, serta ada bercak-bercak noda besar di kedua kursi dan sofa. Tapi, itu hanya hal kecil yang tidak akan mengurangi kekaguman dan kenyamananku akan hotel ini.

Namun, ada satu hal yang menggangguku, airnya berbau, seperti bau lumpur. Awalnya aku pikir mungkin drainase airnya ada yang berkarat, nanti setelah aku menggunakannya cukup lama, pasti tidak akan berbau lagi. Tapi, keesokan harinya pun masih bau.

Ya, sudah dua hari aku di sini dan aku tidak menemukan teman untuk tur denganku, yang akhirnya membuatku keluar sendirian ke pantai melihat matahari terbenam di sore hari pertama dan hari ke dua ini aku menghabiskannya dengan berjalan-jalan di pantai melihat matahari terbit di pagi hari, kemudian sarapan dan berkeliling kota, lalu kembali ke hotel di sore hari. Cara yang sempurna untuk menghabiskan hari, bukan?

Sejak kemarin aku ingin minum kopi. Aku ingin memesannya secara online, tapi aku batalkan. Hari ini aku membeli beberapa minuman untuk menemani sore dan malam hari terakhir di sini, sambil membaca dan menonton. Saluran TV-nya benar-benar mantap, ada 60 siaran berbeda yang membuatku bingung harus menonton yang mana. Kalau bisa dibilang menonton sih, aku hanya membiarkan TV menyala selagi aku sibuk dengan hal-hal lainnya. Tapi, aku memilih saluran yang menarik.

Sudah dua hari ini aku menonton, atau lebih tepatnya mendengarkan film Harry Potter. Sepertinya diputar dari yang pertama sampai yang ke tujuh. Apakah aku ke sini hanya untuk menikmati Harry Potter? Tak apa, aku suka di sini meskipun aku tidak ke mana-mana lagi. Toh, aku membayar harga yang lumayan untuk menginap di sini, kenapa tidak dimanfaatkan dengan baik? Aku juga memang mencari ketenangan dan kenyamanan. Bukan masalah. Aku tidak ingin menghancurkan liburanku yang tidak sempurna dengan mengeluh. Semua memang tidak berjalan sesuai keinginanku, jadi lebih baik bersyukur. Kenapa bersyukur hanya saat semuanya sesuai harapan dan keinginanku, tapi saat tidak sesuai harapanku aku harus mengeluh? Itu membuat cape saja.

Aku memesan pizza dan spaghetti yang sudah kuidamkan selama beberapa bulan ini sebagai makan malam ditemani kopi dingin dari mini market ditambah didinginkan di lemari es hotel dan menikmati film HBO Hits: Bridget Jones Baby yang lucu, sempurna. Liburanku benar-benar sempurna.

Aku bisa berbaring tanpa terbayang tentang pekerjaan sama sekali, menikmati waktu liburku sepenuhnya. Aku ingin sekali tinggal di tempat seperti, jauh dari lingkungan kerja, meninggalkan perihal pekerjaan di kantor, dan saat kaki melangkah keluar dari daerah kantor, aku menjadi aku yang bebas, tidak terikat dan terbeban dengan apapun yang ada di kantor.

Oke, kembali ke kehidupan nyata. Aku selalu berkata demikian. Bagiku, hari-hari liburku seperti dongeng, karena hal itu adalah hal yang hanya aku bayangkan dan impikan di saat aku sedang bekerja. Aku sangat menantikan saat akan liburan dan berpikir untuk tidak kembali lagi bekerja di tempat yang sama.

Terpopuler

Comments

anonymous

anonymous

aku kirim bunga/Rose/

2024-04-21

2

anonymous

anonymous

hmm coba kutebak. mungkin dah 40 an mc nya

2024-04-21

1

Kara

Kara

udah mampir ya kak. semangat trs lanjutkan ceritanya.idenya udah bagus. mungkin sekedar saran aja kak. soalnya aku juga penulis pemula. mungkin untuk narasi secukupnya aja & gak terlalu panjang"

2024-04-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!