Bab 11

Aku terbangun lantaran alarmku bergetar sangat dahsyat. Tanganku menggeser layar alarm ponselku yang terletak

di samping perutku dan menutup mataku lagi. Hari ini aku kerja jam 9, kenapa aku menyetel alarm jam 6?

Tiba-tiba aku membuka mataku, benar-benar terbangun. Pagi ini, pagi ini aku harus melakukan suatu hal besar

yang menuntut keberanian besar juga. Aku menengadah menatap langit-langit kos yang berwarna putih agak remang, karena matahari belum sepenuhnya menunjukkan dirinya.

Pantas saja aku merasa mengantuk sekali. Rasanya aku baru tertidur lalu terbangun. Sepanjang malam aku

memikirkan tentang semua yang terjadi padaku selama beberapa minggu terakhir ini dan terlebih lagi tentang yang harus aku lakukan hari ini.

Selembar kertas penting diam di atas meja di dekat ujung ranjangku, masih belum aku tandatangani. Haruskah aku

tanda tangani dan menyerahkannya pada atasanku hari ini? Ataukah aku beritahu saja pengacara itu kalau aku tidak bersedia melanjutkan ini semua?

Tapi, mungkin saja ini adalah jawaban doaku. Keluar dari tempat ini dan menikah. Bukankah sejauh ini tidak ada hal-hal yang merugikan? Malah aku merasa sangat beruntung. Tapi…

Aku membaca banyak artikel tentang pernikahan kontrak dan banyak yang berakhir tragis. Atau mungkinkah kisah yang berakhir bahagia tidak dituliskan? Mungkin saja, bukankah pernikahan kontrak bukan sesuatu yang bisa dibanggakan dan dipamerkan ke dunia?

Tuhan, haruskah aku melakukannya?

Ponselku bergetar, aku memeriksanya. Hanya notifikasi berita yang tidak penting. Tapi, jariku tetap menggulir entah mencoba mencari apa di ponselku. Aku membuka beberapa aplikasi tanpa tujuan. Aku membuka portal pencarian jodoh selain tempat aku bertemu si pengacara sok itu. Ada beberapa surat yang belum aku balas dan beberapa senyum. Beberapa hari ini aku hanya membukanya dan menutupnya tanpa memeriksa lebih dalam. Haruskah kubaca, mungkin saja ada yang menarik sehingga aku bisa tersadar dan kembali ke dunia normal?

Hanya pesan-pesan basa-basi, seperti ‘Hi’, ‘Apa kabar?’, ‘Lagi apa?’, ‘Selamat beraktivitas.’ Pesan-pesan basi yang hanya menghabiskan waktu untuk aku balas. Pesan-pesan seperti itu bukan pesan kreatif seperti yang aku harapkan dan biasanya hanya akan berakhir di situ. Mungkin sesuatu yang sangat kreatif seperti pesan si pengacara? Tidak, tidak, tidak. Itu bukan kreatif, tapi intimidatif.

Aku hampir jatuh dari ranjang dan tak disengaja, jariku memencet sebuah profil pria. Di bagian penjelasan tentang wanita yang dia idamkan tertulis, ‘Aku menginginkan wanita yang spontan, bukan pengecut, nekad dan berpikiran terbuka’. Wanita idaman macam apa itu?

Kututup aplikasi dan meletakkan ponselku di ranjang. Kata ‘nekad’ terus terulang di pikiranku. Haruskah aku nekad saja? Tidak ada salahnya mencoba. Aku harus mengambil langkah prefentif dengan memberitahu salah satu temanku, sehingga kalau terjadi sesuatu padaku, temanku akan mencariku. Tidak, ini terlalu memalukan untuk diceritakan kepada temanku dan lagipula dia pasti tidak akan mendukungku.

Bagaimana kalau terjadi hal buruk padaku? Siapa yang tahu apa yang akan terjadi sebelum mencoba? Terlalu banyak pertimbangan yang berkeliaran di kepalaku. Dan inilah salah satu keburukanku. Kadang aku tidak melakukan apapun karena terlalu banyak pertimbangan yang berujung kepada keraguan dan ketakutan. Inilah juga alasan kenapa aku belum mencapai apapun di umurku yang mendekati 40.

Maju saja, kamu bukan anak belasan tahun yang hanya akan berteriak dan menangis kalau terjadi hal buruk kepadamu. Kamu sudah melewati bermacam pengalaman, kamu mempunyai otak untuk berpikir,kamu juga mempunyai fisik yang masih kuat.

Baiklah.

Aku bangun, menapakkan kakiku di lantai ubin. Dingiiin…. Kutarik sendal kamar yang terlempar agak jauh dari jangkauanku dengan kakiku, mengenakannya dan melangkah ke meja. Kutatap surat pengunduran diri itu, membacanya dengan saksama. Bahasanya sedikit lebih resmi dari bahasa yang akan aku pakai, tapi aku menyukainya. Justru yang seperti inilah yang keren. Dalam hatiku berterima kasih padanya yang sudah menyelesaikan salah satu kerjaanku.

Kuambil pulpen di samping buku dan menandatanganinya.

Sepertinya aku punya map kosong yang belum terpakai di dalam lemari. Benar saja. Kumasukkan surat pengunduran diri itu dan memandangnya. Aku harus siap-siap.

Aku melangkah turun dengan yakin. Sudah terbayang di kepalaku apa saja yang akan aku lakukan sepanjang hari ini, bahkan dengan rencana cadangan A, B dan C. kalau sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, setidaknya aku tidak terkejut.

Map biru di tangan kiriku terasa basah oleh keringatku. Kenapa sekarang aku merasa gugup? Aku hanya tidak ingin

rekan-rekan kerjaku mengajukan pertanyaan langsung kepadaku. Tidak apa kalau ada yang mau bergosip di belakangku, tapi jangan langsung mengajukan pertanyaan dengan segala rasa ingin tahu mereka di depanku. Tapi, itu akan terjadi.

Jam 9, atasanku pasti sudah di ruangannya. Aku memasuki ruangannya dengan sapaan khas semua karyawan kepada atasannya, “Selamat pagi.”

“Selamat pagi.” balasnya mengalihkan pandangannya dari komputer kepadaku.

Sedikit basa-basi, aku mendekati mejanya dan meletakkan map yang masih terasa basah di atas meja, di samping

tangan kanannya yang sedang memegangi mouse.

“Apa nih?” tanyanya sambil meraih map itu.

“Kejutan.”jawabku asal-asalan.

“Kalau uang aku mau.” candanya belum membuka map itu, seperti menunggu jawaban seriusku.

Aku hanya tersenyum.

Dia membukanya, membaca sekilas dan bertanya, “Kamu serius?” ia menatapku yang rerus tersenyum.

“Serius.”

“Kenapa? Kok tiba-tiba?”

“Aku mau menikah.” Sekenanya aku menjawab dengan maksud bercanda. Apalagi selama ini aku sering bercanda tentang menikah, tentang pacaran,. Mereka menduga aku punya pacar di kampong halamanku, bahkan ada yang mengaku melihat aku sedang video call dengan pacar LDR-ku, ada juga yang bilang pernah mendengar aku berbicara di telepon dengan seseorang memakai bahasa yang mereka tidak mengerti sehingga dianggap sedang pacaran, dan ada yang aku tunjukkan foto seorang pria dan mengaku kalau dia pacarku. Itu semua hanya bercanda, tapi mereka menganggapnya serius.

“Kita tidak diundang dong kalau kamu menikah di kampung halamanmu.”

“Pasti diundang, tapi harus datang.”

“Undangan beserta tiket pesawat pulang pergi ya.”

“Sekalian pesawatnya aku sediakan, pesawat kertas.”

Obrolan kami berlangsung cukup lama dengan diisi guyonan. Aku tidak ingin diwawancarai tentang alasan pengunduran diriku. Aku tidak ingin dikorek terlalu dalam dan menyebabkan aku salah bicara. Di ujung obrolan, atasanku hanya berkata, “Baiklah, akan saya beritahu pemilik.”

Aku pamit keluar dari ruangannya dan menuju mejaku. Rekan kerjaku sedang sibuk dengan kertas-kertas di depannya, entah apa yang dikerjakannya. Aku menyapanya dan disapa balik dan dilanjutkan dengan bermacam guyonan, apalagi setelah dua orang rekanku yang lain tiba.

Waktu terasa berjalan sangat lambat sepanjang hari ini. Aku merasa tidak nyaman ketika bertatap mata dengan

atasanku. Sepertinya dia belum memberitahu siapapun di kantor, mungkin menunggu respon dari pemilik.

Seharian yang sangat tidak nyaman.

Tadi siang aku sudah memberitahu si pengacara seperti katanya. Aku mengiriminya pesan singkat lewat SMS. Berasa hidup di zaman purba harus berkomunikasi lewat SMS. Tidak ada tanggapan sampai malam ini. Sudah jam 8, kenapa tidak ada kabar darinya? Apa dia tidak menerima pesanku? Haruskah aku meneleponnya? Dia memintaku untuk menghubunginya, bukankah terserah padaku akan menelepon atau hanya mengirim pesan.

Tapi, ini tentang masa depanku. Aku sudah memberikan surat pengunduran diriku, kalau si pengacara itu

menghilang, bagaimana nasibku?

Tidak apa-apa, mungkin saja ini cara agar aku bisa keluar dan mendapatkan pekerjaan baru. Tapi, apa dan di

mana?

Sepanjang malam aku gelisah. Bagaimana aku harus menghadapi atasanku besok? Bagaimana kalau aku ditelepon dan diinterogasi oleh pemiliknya? Dan jika tiba-tiba aku dikeluarkan besok?

Terpopuler

Comments

Aris slow

Aris slow

wah dah lama gk liat soalnya kehalang pondok

2024-04-26

1

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)

Kalo aku diposisi itu pasti juga bingung dan bertanya-tanya serta cemas. apalagi berhubungan dengan orang asing yg baru kenal.

2024-04-07

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!