“Hah! Kamu sendiri juga tau, selama ini, pernikahan kita hanya status. Kalo bukan demi Naya, mungkin kita udah pisah dari dulu,” sahut Aditya.
“Kalopun hanya status, seenggaknya bersikaplah sebagai seorang suami demi status itu, yang kamu bilang buat Naya itu.”
“Terus, aku mesti harus selalu bilang ke kamu, kapan pun dan ke mana pun aku mau pergi, gitu?”
“Kalo bukan buat aku, itu buat Naya. Biar aku bisa jelasin ke dia tiap dia nanya di mana papanya, Dit.”
“Naya-Naya-Naya. Selalu dia kamu jadiin alasan, terus kamu bawa-bawa. Dia masih kecil. Kalo kamu bilang ke dia, papanya lagi sibuk kerja, enough! Dia gak akan mikir yang lain, tanya macem-macem, telisik cecar kamu lebih dalem. Itu bukan dari Naya. Itu memang cuma pikiran kamu aja, selalu mau ikut campur urusan aku.”
“Gak ada yang ngelarang istri ikut campur urusan suaminya. Walau sekalipun pernikahan itu hanya status buat kita. Kita masih perlu berkabar satu sama lain, karena kita masih tinggal serumah, masih jadi orang tua buat putri kita. Kita juga masih perlu bersikap manis berdua di depan Naya, kan? Ada cinta ataupun gak, seenggaknya harusnya kita bisa mulai membina hubungan baik, biar akting kita di depan Naya cukup meyakinkan.”
Aditya begitu muak dengan ocehan dan jalan pikiran Sasa. Mereka sudah sama-sama tahu, di antara rumah tangga mereka mustahil terselip rasa cinta, sekalipun demi putri mereka. Namun, sikap Sasa seakan menunjukkan bahwa ia ingin menjalani hubungan layaknya rumah tangga suami-istri pada umumnya.
Emosinya selalu mudah tersulut ketika menghadapi sang istri. Aditya tak pernah bisa betah berada di rumah. Walau hari sudah makin malam, Aditya memilih keluar rumah lagi. Padahal ia baru pulang. Sasa pun tak punya daya mencegah kepergian Aditya. Hal seperti ini sudah biasa. Jika Aditya sampai betah seharian di rumah atau sekadar semalam saja tidur pulas di kamarnya, itu justru terasa aneh.
Kali ini, Aditya bukan pergi ke apartemen kekasihnya. Mengingat ia tadi baru dari sana dan ini sudah cukup malam. Ia tak ingin mengganggu istirahat Kimy. Terlebih pikirannya saat ini sedang kacau setelah berdebat dengan Sasa. CEO itu justru pergi ke sebuah club.
Aditya memesan segelas minuman. Hanya segelas. Ia tak ingin sampai mabuk dan melakukan kekacauan tanpa sadar. Beberapa wanita di sana terlihat memasang lirikan menggoda. Bahkan, ada juga yang terang-terangan menawarkan diri untuk menemani pria itu. Namun, mereka berakhir dengan tolakan mentah-mentah Aditya. Ia ke sana bukan untuk mabuk atau bersenang-senang dengan para wanita. Hanya ingin sedikit melepas penatnya dan menjauh dari suasana rumah dengan menikmati suasana club.
Aditya belum ada satu jam berada di sana. Semakin malam, club justru makin ramai pengunjung. Aditya memilih tetap duduk di depan meja bar sampai ponselnya pun bergetar. Seseorang yang menghubunginya membuat sebuah simpul senyum tercetak di bibirnya. Siapa lagi kalau bukan Kimberly?
“Halo, Sayang. Kangen sama mas, ya?”
“Hm. Mas, kok kayak rame banget? Mas memang lagi di mana sekarang? Gak di rumah?”
“Mas di club, Sayang.”
“Club? Ke sana sendirian?”
“Ya. Memang mau ajak siapa? Hm, apa kamu pengin ke sini nemenin mas?”
“Em, aku lagi mager keluar, sih.”
“He-he. It's okay, gapapa, Sayang. Mas juga gak akan lama-lama di sini, kok. Paling sebentar lagi pulang.”
“Gitu? Baiklah. Aku pikir Mas lagi di rumah, udah mau bobok. Mas nih, gak betah banget di rumah! Mending jual aja rumah Mas,” canda Kimy.
“Astaga. Mas juga ntar pulang, kok. Kamu juga kenapa jam segini belum bobok?”
“Ini udah mau bobok, kok. Tapi, tadi mendadak pengin telepon Mas aja.”
“Jelas, lah. Mas kan ngangenin banget. Kamu pasti gak bisa bobok sebelum denger suara mas. Ya, kan?”
“Huh, kepedean banget. Em, Mas ... kenapa tiba-tiba semalem ini Mas pergi ke club sendirian? Apa Mas lagi ada masalah? Ada yang ganggu pikiran Mas? Mas bisa, kok, cerita sama aku.”
Ini salah satu yang membuat Aditya tak bisa lepas dari Kimy. Kelembutan dan perhatiannya.
“Kim, everything okay. Gak ada masalah, kok, Sayang. Tenang aja. Mas hanya suntuk di rumah, bosen, jadi pengin keluar sebentar.”
“Beneran, kan?”
“Iyaa, Cantik.”
“Hmm, okay. Tapi, Mas jangan lama-lama di sana, ya! Beneran cepet pulang, loh. Ntar kalo lama-lama, bisa-bisa Mas kegoda sama cewek-cewek seksi di sana.”
“Ha-ha, Kim. Kenapa secemas itu? Gak ada yang bisa ngalahin keseksian kamu di mata mas, Sayang. Cewek di sini gak ada apa-apanya dibanding kamu.”
“Ya kan, bisa aja Mas mabuk terus ntar gak sadar main sama yang lain.”
“Mas gak akan mabuk, kok. Udah, ya. Positif thinking aja. Kamu tau kan, sesayang apa mas sama kamu?”
“Hmm, oke, deh. Aku percaya Mas. Ya udah, aku bobok dulu, ya, Mas. Ngantuk.”
“Oke. Selamat istirahat, Sayang. Good night! Have a nice dream.”
“Good night, Mas. Cepet pulang!”
“Iyaa Kimy-Sayang.”
Kimy mengakhiri panggilan teleponnya. Aditya masih senyum-senyum sendiri memikirkan tingkah kekasihnya yang cemburu seperti tadi. Menurutnya, itu amat manis.
***
Siang ini, Kimy membawa susunan kotak bekal ke sebuah perkantoran. Satu-satunya kantor yang ingin selalu ia kunjungi, kantor Aditya. Kimy mengetahui alamat perusahaan Aditya dari kartu nama yang sempat ia terima dulu sewaktu perkenalan awal mereka. Ini kali pertama Kimy mengunjungi Aditya di kantornya. Bahkan, tanpa memberitahu Aditya lebih dulu. Ya, model cantik itu sengaja ingin mengejutkan sang kekasih dengan kehadiran tiba-tibanya.
Begitu Kimy memasuki kantor, semua mata tertuju padanya. Khususnya pandangan para pegawai pria. Bagaimana tidak, mereka jarang-jarang disuguhi pemandangan indah seperti sekarang. Kecantikan dan keseksian seorang Kimberly, tentu tak pernah ada tandingannya di sana. Kimy menuju ke tempat resepsionis.
“Permisi, bisa saya bertemu Tuan Aditya Pratama?” tanya Kimy.
Sang resepsionis wanita yang juga terpukau dengan paras cantik Kimy mencoba menanggapi Kimy dengan ramah.
“Maaf sebelumnya, Nona ini siapanya Pak Aditya? Dan, ada urusan apa?”
“Saya ... teman beliau. Hanya mau berkunjung sebentar,” jawab Kimy.
“Em, baiklah. Tunggu sebentar, Nona. Saya coba hubungi Pak Aditya dulu, apa dia sekarang bisa terima tamu atau tidak.”
Kimy memilih mengatakan kalau ia hanya seorang teman yang ingin berkunjung. Bukan hanya karena rencana kejutannya, tetapi juga karena ia ingin menjaga privasi Aditya sebagai pimpinan di perusahaan ini. Kimy pikir, belum tentu juga Aditya mau mengumbar hubungan asmaranya di depan seluruh pegawainya.
Setelah resepsionis itu menghubungi Aditya, Kimy dipersilakan langsung ke ruangan Aditya. Jujur saja, saat ini Aditya juga penasaran, siapa teman wanita yang ingin bertemu dengannya? Teman yang mana? Resepsionis menunjukkan di mana letak ruangan CEO.
Tak begitu sulit menemukan ruangan CEO bagi Kimy. Sesampainya di depan pintu ruangan, Kimy mengetuknya hingga terdengar sahutan kencang dari dalam.
“Ya, masuk!”
Pintu pun terbuka. Aditya terbelalak dan seketika langsung memasang senyum semringah begitu melihat sosok di hadapannya.
“Sayang? Kamu ke sini?”
“Hai, Mas Ditya! Boleh ganggu waktunya sebentar?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments