Aditya fokus memandangi kecantikan Kimy yang tengah bergaya di depan jepretan kamera. Bukan tanpa alasan Aditya amat terpesona. Pasalnya, seorang Kimberly Edelina Agatha memang dikaruniai paras cantik dan keseksian paripurna. Kimy sudah cukup lama menggeluti profesi modelnya. Memampangkan wajah manis dan kemolekan tubuhnya di berbagai majalah fashion ternama. Tak jarang, tawaran untuk Kimy menjadi model iklan sebuah produk pun berdatangan. Kimy harus teliti memilah tawaran yang mau ia terima. Tak mungkin juga ia bisa mengambil semua tawaran dalam waktu bersamaan. Ia pun manusia biasa yang bisa merasakan lelah dan pastinya butuh istirahat. Untuk itu, setiap tawaran yang datang selalu gadis itu konsultasikan matang-matang dengan Ice selaku managernya.
Meski hampir satu jam berjalan, Aditya sama sekali tak merasa bosan. Bagaimana tidak? Pemandangan di hadapannya saat ini begitu indah. Yang namanya sudah tergila-gila, mau diapakan lagi?
Setelah waktu break tiba kembali, Kimy langsung menemui Aditya. Aditya lantas memuji performa Kimy dalam pemotretan tadi. Kimy yang tersipu hanya bisa menyunggingkan senyum. Ia pun mulai melahap rujak pemberian sang kekasih. Aditya tentunya tetap menemani.
“Om, makasih rujaknya, ya. Sering-sering gapapa, kok, Om,” seru Ice yang lewat di depan sofa tempat Kimy dan Aditya sedang duduk berdua.
“Icee!” Mendengar seruan Kimy, Ice bergegas menyingkir dari sana, membiarkan pasangan kekasih itu berdua memadu kasih.
“Habis ini masih ada lagi, Sayang?”
“Masih dua sesi lagi, Mas. Nanti habis jam makan siang. Kayaknya selesai agak sore. Nanti kalo habis makan siang, Mas Ditya mau pergi duluan, pulang, atau balik ke kantor, gapapa, kok. Biar Mas gak kelamaan di sini.”
“Mas mau tetep di sini aja, nemenin kamu sampe selesai. Biar mas sekalian anter kamu pulang.”
“Mas, aku bawa mobil, kok.”
“Ya sama mas aja. Nanti mobil kamu biar dianter orang ke apartemen.”
“Mas beneran mau nunggu? Kalo bosen bilang aja, Mas.”
“Gak ada bosen, Sayang. Daripada mas di kantor, lebih ngebosenin, kan. Udah, biarin mas di sini, ya.”
“Hm, apa boleh buat, up to you, Tuan Aditya.”
Aditya mengacak lembut rambut Kimy.
“Mas mau?” tawar Kimy menawarkan rujaknya.
“Kamu aja yang makan, Kim. Mas gak begitu suka, kok. Em, oh ya, nanti mau makan apa? Buat makan siang. Biar mas pesenin sekarang.”
“Mas pasti udah laper, ya? He-he. Em, sebenernya aku pengin makan di luar aja, sih, Mas. Mas tau, kan, di depan situ ada warung makan? Aku pernah sekali makan di sana, menunya cukup enak-enak, Mas. Banyak pilihannya. Ya, walau bukan sekelas resto atau kafe elit. Gimana kalo nanti kita makan di sana? Tapi, itu pun kalo Mas gak keberatan, sih. Takutnya, Mas gak biasa makan di tempat biasa gitu,” tanya Kimy selepas panjang lebar mempromosikan warung makan di depan lokasi pemotretannya.
“Sure. No problem, Sayang. Bisa dicoba. Siapa tau nanti mas ketagihan juga. Kayak ketagihannya mas sama kamu.”
Keduanya saling melempar senyum.
Setelah rujak Kimy tandas, pasangan kekasih itu pergi ke warung makan di depan lokasi. Ini memang kali pertama seorang Aditya menginjakkan kaki di warung biasa seperti ini. Rata-rata, tempat yang dikunjunginya selalu bernuansa mewah. Hanya karena Kimy, Aditya bisa sampai ada di sini.
“Rame juga, ya, Sayang. Berarti itu tandanya, makanannya memang enak.”
“Iya, Mas. Em, kita cari tempat duduk dulu. Uhm, nah, tuh di sana masih bisa, Mas,” seru Kimy sambil menunjuk meja yang masih kosong.
Suasana yang berbeda tengah dirasakan sang CEO. Pria itu pun tak menyangka, model sekelas Kimy mau makan di tempat biasa seperti ini. Jelas, Kimy memang bukan wanita yang terlalu mementingkan materi atau suka berfoya-foya. Aditya merasa berkali-kali lipat lebih beruntung bisa mendapatkan seorang wanita seperti Kimy.
Mereka mulai makan setelah menu pesanan mereka datang. Tak disangka, Aditya pun makan dengan lahap di sana. Ia baru menyadari masih ada menu seenak itu walau di tempat yang biasa saja. Ia sama sekali tak menyesal datang ke sana, terlebih makan siangnya tetap berkesan karena bersama gadis pujaannya.
Setelah makan siang, mereka kembali ke lokasi pemotretan. Kimy harus melanjutkan pekerjaannya. Sementara Aditya dengan aktivitas menunggunya, seperti sebelumnya.
Sesi terakhir yang cukup melelahkan pun selesai. Aditya mengantar Kimy pulang ke apartemennya dan meminta orangnya untuk mengantar mobil Kimy. Mereka tiba di depan pintu apartemen Kimy.
“Makasih, Mas.”
“Kamu pasti lelah, ya?”
“Hm, lumayan. Mas juga capek, kan, nungguin aku?”
“Gak, kok.”
“Mas mau mampir dulu, atau—
“Harus mampir, dong. Nanggung juga kalo mas balik ke kantor. Udah sore.”
“Hm, oke. Silakan.”
Kimy mengajak Aditya masuk ke apartemennya. Setelah membuatkan minum untuk Aditya, Kimy berganti pakaian. Kemudian, ia kembali menemani Aditya di sofa untuk berbincang berdua.
Kimy memeluk Aditya dengan posisi duduk. Ia menyandarkan kepalanya pada dada bidang Aditya.
“Aku seneng Mas nemenin aku seharian hari ini. Makasih, Mas.”
“It's okay, Sayang. Mas pun seneng punya banyak waktu sama kamu. I love you. I love you, Kim.” Aditya mengusap punggung Kimy lembut seraya mengecup puncak kepalanya.
“Love you too, Mas Ditya Sayang.”
Semua bahasa cinta alias love language diborong habis oleh Aditya. Mulai dari perhatian sampai ke hal terkecil sekalipun, tindakan romantisnya yang selalu membuat nyaman, kontak fisik untuk mengekspresikan rasa sayangnya, juga tutur cinta dari mulut manisnya yang tak pernah berhenti. Kimy tentu bahagia mendapat paket komplet dari Aditya.
Aditya mengerti Kimy pasti lelah saat ini, ia pun membopong kekasihnya menuju kamar, membaringkannya di ranjang. Aditya ingin membiarkan Kimy beristirahat.
“Bobok aja, Sayang. Capek, kan?”
“Aku pikir Mas tadi mau ....”
“Mau apa, Kim? Hm?”
“Eh, gak ... gapapa, kok, Mas.”
“Mas paham maksud kamu. Sayang, mas gak mau kamu lebih capek. Kalo buat itu, nanti malem aja, atau besok-besok, kan, bisa. Mas mau kamu lebih bersemangat kalo kita bercinta.”
“Ehm.” Kimy speechless sendiri sekarang.
“Udah, bobok, gih.”
“Mas mau pulang, ya?”
“Maunya Sayangnya-mas gimana?”
“Em, Mas bisa temenin aku tidur sebentar, kan?”
“Hmm. As you wish.” Aditya melepas jasnya dan membuka dua kancing bagian atas kemejanya. Ia menggulung lengan kemejanya hingga sesiku lantas bersiap berbaring di samping Kimy.
Kimy tersenyum. Aditya menciumi seluruh bagian wajah Kimy dan langsung memeluk erat tubuh di sampingnya. Kimy sama sekali tak merasa keberatan. Ia justru merasa nyaman tidur di pelukan Aditya seperti ini.
“Mas jadi ikutan ngantuk, nih. Bobok, yuk.”
***
Setelah tidur dengan Kimy, Aditya tiba di rumah sekitar pukul tujuh malam saat hari sudah gelap. Ia pun harus menghadapi seberondong tanya dari Sasa—istrinya.
“Seharian dari mana, Dit? Kenapa baru pulang?”
“Namanya banyak kerjaan,” jawab Aditya sinis.
“Kerjaan yang mana? Di mana? Kamu bahkan gak ada di kantor dari siang, kan? Aku telepon staf kamu tadi. Ke mana aja kamu?”
“Gak usah belaga jadi seorang istri di depan aku, Sa!”
“Ha? Bukannya aku memang istri kamu, Tuan Aditya?” Keduanya saling bertatapan sengit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments