Bab 17
Kapten Kapal yang bernama Signus, tadi sempat berbicara dengan Altair. Laki-laki paruh baya itu menganggap kalau kakaknya Rigel ini bukanlah pemuda remaja biasa. Maka, dia pun mencari keberadaannya setelah memastikan penumpang turun dengan skoci dan berlayar ke pulau terdekat. Ada banyak kru kapal dan tim medis yang ikut ke Pulau Scorpio untuk membantu penumpang yang dari golongan atas semua.
Sang kapten masuk ke dalam kamar yang sudah dia sediakan untuk Altair dan Rigel. Dia melihat Altair sedang mencatat sesuatu pada kertas sambil membuka video CCTV.
Laki-laki berseragam jas itu melihat apa yang sedang dilakukan oleh Altair. Betapa terkejutnya sang kapten saat Altair mencatat nama penumpang, pekerjaan, pendidikan, dan alamat tempat tinggal. Ada beberapa nama yang di beri tanda silang merah di sampingnya.
Keberadaan Kapten Kapal itu tidak mengganggu bagi Altair. Dia membiarkan laki-laki itu membaca catatan hasil karyanya.
"Kenapa ada nama-nama yang kamu kasih tanda silang dan tidak dikasih tanda?" tanya Signus, sang kapten.
"Mereka yang aku beri tanda silang, tidak pernah terlihat apa pun dengan papa dan mamaku. Sedangkan nama yang aku tidak beri tanda atau polos seperti ini adalah orang yang pernah terlibat proyek atau kenal kepada kedua orang tuaku yang meninggal dibunuh," jawab Altair tanpa melihat ke arah sang kapten.
Ekspresi wajah sang kapten pun berubah, antara marah, sedih, dan kasihan. Dia tahu kalau penumpang di kapal ini pastinya dari golongan orang-orang kaya.
"Bisa saja pelakunya ada di antara mereka. Makanya adikku begitu ketakutan saat melihat seseorang yang dia lihat di ruang restoran. Dan ternyata orang itu adalah orang yang bekerja di tempat yang sama dengan kedua orang tuaku," jelas pemuda berambut panjang.
Bukan hal aneh jika mereka melakukan sesuatu untuk menghabisi nyawa orang yang dianggap bermasalah untuknya. Mereka akan menyingkirkan orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.
"Siapa orang itu? Apa aku mengenalnya?" tanya Signus.
"Ya, sepertinya Anda mengenal dia. Karena aku melihat Anda beberapa kali berbicara dengannya," jawab Altair yang kini duduk berhadapan dengan orang yang bertanggung jawab atas keselamatan penumpang kapal pesiar. Namun, dia pun kembali membalikkan badan dan menghadap kembali layar.
Pemuda itu menunjuk ke layar laptop yang menampilkan sosok sang kapten dan Orion yang sedang berbicara. Altair pun menyebutkan nama, Orion.
Sang Kapten Kapal terkejut kalau orang yang dimaksud oleh Altair adalah seorang ilmuan dan pengusaha terkenal di negeri tetangga. Dia dan Orion pernah satu sekolah saat masih sekolah dasar.
"Siapa nama kedua orang tuamu?" tanya Signus dengan jantung berdebar-debar.
"Pasangan suami-istri yang merupakan seorang ilmuan. Meninggal karena kecelakaan jatuh ke jurang, satu tahun yang lalu," jawab Altair ingin menguji Signus, apakah tahu akan kasus ini.
"Apa kamu anak Alfa?" tanya Signus dengan wajahnya yang pucat.
"Sepertinya Anda kenal dengan kedua orang tua aku," jawab Altair yang kini memutar badan sehingga saling berhadapan dengan Signus.
Signus kenal dengan Alfa sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Dirinya yang hampir putus sekolah karena tidak bisa membayar uang sekolah, ditolong oleh teman di klub main basket. Dia adalah Alfa.
Keluarga Signus baru saja mengalami kebangkrutan dan tidak ada uang untuk biaya sekolah. Alfa yang merupakan ketua tim basket bersedia membayar biaya sekolah untuk Signus sampai lulus sekolah. Alfa juga yang mendukung dirinya untuk melanjutkan kuliah dengan mengandalkan beasiswa.
"Alfa adalah pahlawan dalam hidupku. Saat berita kematian dia dan istrinya tersiar ke segala penjuru negeri ini, aku sangat sedih sampai tidak bisa melakukan apa-apa. Selama tiga hari aku terus mendatangi makam mereka dan mengutarakan kesedihan aku atas kehilangan mereka," kata Signus mengaku.
Altair terkejut mendengar cerita Signus. Dia tidak tahu kisah itu ataupun kisah lain tentang kedua orang tuanya. Karena yang pemuda itu tahu, papa dan mamanya adalah orang-orang jenius yang suka menghabiskan waktu di tempat yang bernama laboratorium. Laki-laki itu juga tidak tahu di mana laboratorium itu berada.
"Jadi, apakah kamu yakin kalau kedua orang tua mu itu mati karena dibunuh bukan karena kecelakaan?" tanya Signus.
Altair pun berdiri dan mendekat kepada Signus. Pemuda itu menatap langsung ke arah mata sang kapten. Dia ingin tahu apakah Signus orang yang bisa dipercaya atau tidak.
Pemuda itu bisa melihat pancaran mata Signus yang bersinar meski terlihat sendu ekspresi wajahnya. Maka dia pun menilai sang kapten termasuk orang yang bisa dipercaya.
"Iya. Aku punya bukti rekaman di mana ada mobil yang mengejar mobil orang tuaku. Lalu, ketika jatuh ke jurang, orang itu berdiri menatap ke bawah. Di mana kedua orang tuaku mati terpanggang karena mobilnya terbakar. Namun, rekaman yang ada di mobil itu bisa selamat karena disimpan di tempat yang aman dari api," jawab Altair.
"Izinkan aku untuk melindungi kamu dan adikmu. Aku akan membalas kematian kedua orang tua mu itu. Entah itu Orion atau yang lainnya, jika terbukti bersalah, aku akan membereskannya," kata Signus bersumpah.
***
Laki-laki bertubuh tinggi besar itu berjalan menelusuri lorong bagian kabin. Dia mencari keberadaan Rigel. Orion tidak menyangka kalau bocah yang selama ini dia incar bisa datang ke sini.
Satu persatu kamar dibuka oleh Orion, tetapi keberadaan kedua orang kakak beradik itu tidak dia temui. Ketika dia membuka pintu kamar VIP nomor 123, seorang yang dia kenal sedang duduk di kursi sambil melihat ke kaca jendela yang berbentuk bulat.
"Tuan Orion, kenapa Anda ada di kapal? Bukannya Anda ingin pergi mendarat ke pulau?" tanya kapten kapal dengan tatapan tajam.
"Aku mencari temanku. Sepertinya dia tertinggal di kapal," jawab Orion berbohong.
"Aku rasa ini bukan kamar teman Anda," kata Kepala Kapal itu lagi.
"Aku lupa dia berada di kamar nomor berapa. Jadi, aku buka satu persatu saja kamarnya," tukas Orion.
"Itu merupakan suatu kejahatan, Tuan Orion. Anda bisa dilaporkan karena memasuki tempat orang lain dan melakukan tindakan tidak menyenangkan," ujar sang kapten.
"Ya, aku sedang panik dan tidak bisa berpikir jernih," kata Orion terus saja menimpali ucapan laki-laki berpangkat kapten.
"Aku akan mengantar Anda ke bagian resepsionis. Nanti, Anda tanyakan kepada mereka di nomor berapa kamar teman Anda itu," ucap Kapten Kapal yang berjalan mendekat kepada Orion.
"O, iya. Siapa nama teman Anda itu, Tuan?" tanya Kapten Kapal.
"Eh."
Otak Orion tiba-tiba saja nge-blank tidak bisa berpikir. Tidak ada satu pun nama yang terlintas dari kepalanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments