Bab 6
Sudah tiga hari keadaan Sirius masih dalam keadaan koma. Kini Altair yang harus mengurus segala keperluan dirinya dan juga Rigel. Karena tidak terbiasa mengurus rumah dan memasak, hasil kerja Altair membuat Rigel geleng-geleng kepala.
Altair tidak tahu di mana perlengkapan alat kebersihan, alat-alat memasak, dan tempat menyimpan gula dan tepung. Hanya kulkas yang dia tahu dan itu isinya sekarang sudah habis.
"Rigel, kita pergi belanja! Jangan meminta sesuatu yang tidak perlu dan jangan meminta aku memasak sesuatu yang tidak bisa. Pokoknya aku akan membeli persediaan makanan yang dibuat dengan praktis," ucap Altair.
Rigel yang sedang asyik menggambar hanya mengacungkan jempol, tanda dia paham. Sudah tiga hari ini adiknya tidak menggambar sesuatu yang mengerikan. Dia menggambar planet-planet atau pesawat antariksa.
"Ayo!" teriak Altair karena Rigel masih asyik duduk sambil menggambar.
Bocah itu pun berlari mengejar kakaknya dan membiarkan hasil karyanya di atas meja makan. Kertas yang menggambarkan planet-planet dan sebuah meteor itu jatuh ke kolong meja makan.
***
Altair membeli beberapa nugget, sosis, roti tawar, telur, sereal, dan susu untuk kebutuhan makan mereka selama satu minggu. Jika mereka merasa bosan dengan makanan itu, rencananya akan makan di restoran saja.
Ketika melewati bagian perlengkapan elektronik, beberapa televisi menampilkan channel-channel di beberapa negara. Mereka memberitakan adanya peristiwa bencana alam, kecelakaan, kerja sama politik para pemimpin negara, dan meluncur pesawat antariksa yang akan berlangsung nanti malam.
Rigel menarik tangan kakaknya lalu menunjuk ke arah deretan layar datar itu. Altair mengira kalau yang dimaksud oleh adiknya adalah kejadian bencana alam yang terjadi di salah satu negara dari benua lain. Padahal yang bocah tunjuk itu adalah berita peluncuran pesawat antariksa.
"Ya, kasihan mereka," ucap Altair yang melihat tim SAR sedang mengevakuasi para korban.
Keduanya pun pulang dan makan malam bersama, Altair membakar beberapa sosis dengan saus barbeque. Dia juga membuat salad buah. Ibunya selalu mengingatkan mereka agar makan buah-buahan dan sayuran. Kebetulan kakak beradik ini tidak begitu suka sayuran, tetapi tidak juga membencinya. Jadi, mereka lebih memilih memakan buah-buahan.
Terdengar suara telepon rumah berbunyi. Altair pun segera menyelesaikan makan malamnya.
"Halo," ucap Altair.
"Halo, kami dari pihak rumah sakit. Ingin memberi tahu kalau Profesor Sirius sudah tersadar dari komanya."
Mendengar itu Altair merasa sangat senang dan memberi tahu Rigel. Sebenarnya hubungan mereka berdua dengan sang kakek tidak begitu dekat. Selain mereka tidak tinggal bersama, jika bertemu pun akan sama-sama diam.
Altair dan Rigel pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan kakeknya. Meski sudah sadar, mereka tidak diizinkan untuk masuk ke ruang ICU saat ini. Selain itu Sirius juga belum bisa diajak komunikasi.
Kedua orang itu hanya bisa melihat dari balik dinding kaca. Terlihat Sirius menggerakkan tangannya menandakan kalau saat ini sudah dalam keadaan sadar.
"Setidaknya kita masih mempunyai kakek," ucap Altair kepada Rigel.
Bocah berumur empat tahun itu memeluk tangan kakaknya. Seakan memberi tahu kalau dia senang karena masih punya kakak.
Ketika hendak pulang Altair melihat ada beberapa polisi berseragam yang berpapasan dengan mereka. Dia mengira polisi itu sedang menyelediki masalah kecelakaan yang menimpa sang kakek.
"Sepertinya korban di bunuh tiga hari yang lalu, itu kata dokter yang mengotopsi mayatnya," ucap salah seorang polisi.
"Apakah ini pembunuhan atau bunuh diri?" tanya seorang rekannya lagi.
"Beberapa orang menduga ini adalah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang sangat profesional sehingga terlihat seperti bunuh diri," jawab rekan polisi itu.
Altair menghentikan langkahnya lalu melihat ke arah kedua orang polisi yang pergi menjauh. Terlihat jelas rasa penasaran dari pemuda itu.
***
Di sekolah Altair melihat si muka kodok sedang di bully. Dia tidak boleh ikut campur jika tidak ingin menjadi target selanjutnya. Bukan karena dia lemah tidak mau menolong yang lemah. Jika, dia ikut campur bukan dia saja yang terkena imbasnya. Teman baik, saudara dan keluarga juga akan terkena dampaknya. Jika dia sendiri yang menjadi target sasaran tidak masalah, tetapi jika Rigel sampai menjadi korban karenanya pasti dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.
Si muka kodok sedang dipukuli oleh tiga murid yang satu kelas dengannya, itu yang Altair tahu. Hal yang tidak bisa membuat para pelaku pem-bully-an sadar meski sudah tersebar desas-desus kalau bus sekolah mereka meledak itu untuk menyingkirkan para pelaku pem-bully-an. Seakan hal itu tidak menjadi peringatan dan pembelajaran bagi mereka, masih saja suka melakukan pem-bully-an.
Para guru juga seakan mendiamkan hal ini karena takut akan menjadi korban juga. Bukan satu atau dua orang guru yang menjadi korban karena membela murid yang dibully.
Altair memberikan sebotol air mineral dan plester kepada si muka kodok ketika sedang tidak ada siapa pun. Tanpa bicara sepatah kata dia menyerahkan itu, lalu pergi.
Sebenarnya Altair sedang memperhatikan apa yang ada pada si muka kodok. Gara-gara kejadian di rumah sakit tempo hari, dia menaruh curiga kalau murid itu ada hubungannya dengan orang mati yang ditemukan di atap rumah sakit.
Kepribadian Altair yang tertutup dan hanya bergaul dengan beberapa orang, membuat orang lain menyebut dirinya adalah murid tipe introvert. Semua itu tidak masalah baginya asal hidup dia damai tidak terganggu dengan apa pun.
Keesokan harinya terjadi keramaian di depan pintu masuk lobi sekolah. Rupanya perbuatan Altair yang memberikan air mineral dan plester itu dilihat oleh seseorang dan memfotonya, lalu di tempel di dinding pengumuman. Tentu saja ini menjadi berita hangat kalau si wakil kapten basket berteman baik dengan si muka kodok.
"Altair, apa maksudnya ini?" tanya Cedric.
"Aku hanya memberikan dia minuman yang salah ketika aku beli di kantin sekolah. Bukannya kamu tahu sendiri kalau aku tidak suka minuman bermerek Aquila. Dari pada aku buang, aku kasih sama orang yang ada di dekat tong sampah itu," jawab Altair beralasan.
Tentu saja anak-anak klub basket tahu Altair paling anti minum air mineral mereka Aquila. Dia lebih suka merek lainnya.
"Kamu jangan cari alasan. Kamu takut akan menjadi target koran pem-bully-an selanjutnya," ucap salah seorang murid pem-bully yang bernama Leo kepada Altair.
"Diam kamu! Memangnya kesalahan apa yang sudah aku lakukan? Kenapa kalian suka berbuat pem-bully-an kepada orang lain. Sesungguhnya kalian hanya segerombolan orang-orang pengecut yang berani ketika bersama-sama dan menjadi penakut ketika sendirian. Aku yakin jika kamu berkelahi satu lawan satu dengan si muka kodok, maka kamu akan kalah!" balas Altair lantang.
Sebenarnya apa yang dikatakan oleh orang tadi adalah benar. Kalau Altair sudah beralasan agar tidak menjadi korban pem-bully-an mereka. Namun, dia juga merasa benar, karena orang-orang itu belum tentu berani dan akan menang jika satu lawan satu.
"Oke, aku akan menantang berkelahi si muka kodok. Jika dia kalah, maka kamu adalah korban selanjutnya yang akan menggantikan dia," ucap Leo.
Altair mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia berharap kalau si muka kodok itu bisa mengalahkan Leo, agar dia terhindar dari korban pem-bully-an.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments