Pendekar Naga Emas
Disebuah desa tinggal lah seorang anak kecil yang bernama Arya Pamungkas, dia adalah anak dari seorang petani di desa terpencil bernama Rejosari.
Arya adalah anak yang pintar, di usianya yang masih sangat dini, dia memiliki pemikiran layaknya orang dewasa.
Di kehidupannya yang terbilang sangat serba kekurangan, ia sedikit paham akan situasi dan kondisi keluarga nya.
Dia jarang bermain dengan anak sebayanya karena lebih memilih untuk membantu kedua orangtuanya, mulai dari membantu mengurus rumah sampai membantu pekerjaan orangtuanya. Arya kecil memiliki keinginan luhur yaitu untuk mensejahterakan dan bertekad membuat kedua orang tuanya bangga suatu saat nanti.
Ayahnya sendiri setiap hari mengurus sawah, sedangkan ibunya adalah buruh cuci berkerja untuk tetangga yang membutuhkan tenaganya.
Pada suatu hari dia keluar dari desa, memancing dipinggir sungai yang jaraknya lumayan jauh dari Desanya. karena kesenangan memancing Arya sampai lupa waktu, dan tidak terasa hari sudah menjelang sore.
Diapun bergegas pulang ke desanya, takut pulang kemalaman karena dia tidak membawa penerangan. Arya berjalan terburu-buru sambil menenteng beberapa ikan hasil pancingan.
Setelah Arya sudah dekat dengan desanya, ia berhenti karena terheran mendapati sesosok tubuh yang terbaring di atas tanah.
Awalnya dia berpikir bahwa orang itu mungkin saja sedang kelelahan, sehingga pingsan ataupun tiduran di atas tanah seperti itu.
Arya kemudian berjalan mendekati sosok tersebut, mencoba untuk membangunkannya, namun dia tiba-tiba tertegun setelah mendapati ada bercak darah di tubuh orang tersebut.
Karena bingung dan cemas diapun langsung berlari ke arah desa untuk mencari pertolongan, tapi langkahnya mendadak berhenti ketika melihat kobaran api yang melahap seluruh rumah para penduduk desa.
Saat itu Arya tidak tau mengapa desanya sampai terbakar sedemikian rupa. Lamunannya buyar kala teringat ayah dan ibunya, kemudian tanpa pikir panjang diapun langsung melemparkan ikan yang dibawanya dan berlari sekencang mungkin memasuki gapura.
Setelah beberapa menit berlari, sampailah dia di depan sebuah gubuk yang kondisinya juga sudah terbakar. Terlihat di halaman gubuk tersebut ada dua tubuh manusia dalam kondisi terkapar diatas tanah, dengan bercak darah yang hampir melumuri seluruh tubuh mereka.
Arya berlari ke arah mereka berdua yang kini sudah terkapar tak bernyawa, terlihat mereka berdua meninggal dengan kondisi saling bergandengan tangan.
Sambil menangis Arya mencoba berkali-kali membangunkan keduanya, namun tidak perduli seberapapun kerasnya dia berusaha, kedua orang tuanya tersebut tidak kunjung tersadar.
Kemudian, dia berlari meninggalkan gubuk tersebut, berniat mencari bantuan. tapi usahanya sia-sia, karena ia tidak menemui seorangpun penduduk desanya yang masih hidup.
Berjam-jam dia meratapi kepergian kedua orangtuanya dan nasibnya yang kini hidup sebatang kara. Arya kecil tidak tau harus bagaimana dan kemana dia selanjutnya akan menjalani hidup.
Langit mulai ditutupi awan gelap dan petir terdengar menyambar-nyambar di angkasa. Hujan pun turun begitu lebat, seakan turut berduka atas nasib bocah kecil itu.
Dibawah tetesan air hujan, Arya mencoba menggali tanah dengan kedua tangan kecilnya. Di iringi deraian air mata, bocah kecil itu tidak peduli dengan kondisi tangannya yang sudah mengalami banyak luka serta mengeluarkan darah. Arya terus menggali tanah tersebut, karena dia tidak punya pilihan lain sebab tidak ada satupun orang yang dapat membantunya untuk membuat tempat peristirahatan terakhir bagi kedua orangtuanya.
7 hari kemudian, Arya akhirnya membulatkan tekadnya untuk mengadu nasib keluar dari desa. Namun sebelum ia keluar dari desanya, dia menyempatkan diri berdoa sekaligus meminta izin di depan makam kedua orang tuanya. Arya berjanji akan sering mendoakan keduanya dan akan berkunjung ke makam tersebut suatu saat nanti.
Bocah itu berjalan dengan langkah gontai, sesekali dia menyeka air mata yang merembes keluar dari sudut matanya. Dia terenyuh ketika melihat kondisi rumah penduduk desanya kini telah terbakar habis tanpa tersisa. Di antara puing-puing kebakaran, ia mendapati beberapa batang tubuh yang sudah menghitam dengan kondisi membusuk dan mengeluarkan bau tidak sedap.
Sebelum memasuki kawasan hutan, Arya mengepalkan kedua tangannya, bocah kecil itu tidak tahu kemana tujuannya. Dia hanya mengikuti nalurinya saja untuk terus berjalan memasuki hutan, dia berharap setelah melewati hutan itu, ia akan mendapati kehidupan manusia di sana.
Beberapa kali dia harus berjibaku dengan hewan buas, seperti harimau, macan, serigala dan lain sebagainya. Tetapi untungnya beberapa kali itu juga dia dapat meloloskan diri dengan cara memanjat sebuah pohon. Arya harus berlama-lama berada diatas dahan pohon, untuk memastikan hewan buas yang mencoba memangsanya itu pergi menjauh.
Beberapa Minggu berlalu, kini Arya sudah terbiasa hidup mandiri di dalam hutan, berburu hewan sebagai makanan dan tidur dalam gelapnya malam dalam suasana hutan.
Ketika dia sedang mengendap-endap berniat menangkap ayam hutan, dirinya di kejutkan dengan suara lolongan serigala. Tanpa berfikir panjang, diapun segera memanjat pohon yang tidak jauh darinya.
Benar saja, tidak berselang lama muncul seekor Serigala dari balik semak-semak, serigala itupun berlari cepat ke arah Arya yang terlihat masih berusaha memanjat pohon.
Arya akhirnya dapat bernafas lega saat sudah merasa aman di atas dahan pohon, bocah kecil itu mematahkan beberapa ranting dan lalu melemparkannya ke arah serigala itu. Ia berusaha mengusirnya.
Dengan sabar, Arya menunggu kepergian serigala yang sudah sejam yang lalu masih berputar-putar mengelilingi pohon yang di panjatnya.
Tiba-tiba terdengar suara yang memekakkan telinga bersamaan dengan kilatan petir yang menyambar tepat mengenai serigala tersebut.
Arya yang begitu terkejut dengan spontan memeluk pohon agar tidak terjatuh, diapun lalu memandang ke bawah dan menemukan serigala yang ingin memangsanya tersebut kini telah tewas dengan kondisi tubuh mengeluarkan asap, seperti habis terpanggang.
"Syukurlah, malam ini aku bisa tidur dengan perut yang kenyang." Arya tersenyum lebar terlihat begitu senang, sebab baru kali ia mendapatkan buruan besar tanpa harus bersusah payah.
Sebelum Arya bergerak menuruni pohon, tiba-tiba hujan turun dengan begitu derasnya. Suara petir saling bersahutan menggelegar menimbulkan aura yang mencekam, membuatnya hanya bisa meringkuk menggigil kedinginan sambil menutupi kedua telinganya di atas dahan pohon.
Jeedeeeeeerrrrrrrrr....
Sebuah kilatan petir putih melesat cepat menghantam ke tubuh Arya.
"Aaaaaa...." Arya berteriak dengan tubuh kejang-kejang, sebelum kesadarannya benar-benar menghilang.
Dalam keheningan dan kegelapan, tiba-tiba di hadapannya muncul sebuah cahaya biru kecil yang perlahan-lahan semakin membesar, cahaya itu nampak mendekatinya.
Tidak bisa di pungkiri, saat itu Arya merasa begitu ketakutan dan tidak tahu harus berbuat apa saat cahaya itu perlahan tapi pasti mendekatinya. Ketika cahaya itu semakin dekat, ia berusaha mundur menjauhi cahaya tersebut, tapi entah kenapa kakinya tidak bisa di gerakkan, seolah terpatri oleh sesuatu yang tidak di pahaminya.
Cahaya tersebut terus-menerus semakin mendekat, sampai akhirnya masuk ke dalam tubuhnya, dan setelah itu cahaya itupun lenyap bersamaan dengan hilangnya kesadarannya.
Arya merasakan sakit kepala yang teramat menyiksa, dia berusaha membuka mata. Pemandangan di hadapannya kini sudah berubah drastis, dimana ia sudah berada di tempat yang berbeda.
Arya melihat sekelilingnya, yang ternyata berada di atas lautan awan.
Arya memutuskan untuk mencari seseorang untuk ditanyai, namun selama puluhan menit ia tidak menjumpai seorangpun di sana. Dengan penuh kebingungan, akhirnya iapun duduk dan mencoba mengambil awan yang berada di bawahnya. Tetapi awan tersebut tak bisa ia genggam, seakan ia sedang menggenggam sebuah asap.
Arya berusaha mengingat sebelum dirinya sampai di tempat ini, dimana ada sebuah petir yang menyambar dirinya.
"Dimana aku ini sekarang? apakah aku sudah mati?" Arya berkata lirih.
Ketika tengah larut dalam lamunan, tiba-tiba terdengar suara yang menggema memenuhi angkasa, seketika Arya pun bangkit dan mencari sumber suara itu.
Beberapa saat suasana menjadi hening, dan kemudian suara itu terdengar kembali. Kali ini suara tersebut berbicara dengan bahasa yang ia mengerti.
"Kau memanglah sudah mati, saat ini wujudmu hanyalah roh." Kata dari suara tersebut.
"Lalu apakah tempat ini yang di namakan surga?" Arya bertanya dengan polos kepada suara yang tanpa rupa itu.
Suara itupun menghilang beberapa menit, membuatnya celingukan dan kebingungan mencari sumber suara tadi.
"Hah, mungkin ini hanyalah mimpi. dan semua ini hanyalah bunga tidurku saja?" gumam Arya pelan.
Tiba-tiba di hadapannya muncul sesosok tubuh layaknya manusia, sosok pria berbadan kekar, berjubah seperti bangsawan. Di atas kepalanya terdapat sebuah lingkaran bercahaya putih kebiruan yang di selimuti beberapa kilatan petir-petir kecil, di keningnya juga terdapat sebuah tato yang berlambang petir.
"Kau tidaklah sedang bermimpi nak, tubuhmu memang sudah binasa di alam bumi. Dan sekarang kau berada di antara alam roh dan alam dewa." Sosok tersebut tersenyum hangat.
"Jika ini alam roh, lalu dimana roh ayah dan ibuku?" Tanya Arya polos sambil celingukan.
"Kau belum di takdirkan benar-benar binasa. Tubuhmu saja yang binasa sedangkan ruh mu akan ku kirim ke dunia lain. Menjalani kehidupan baru di dunia itu." Sosok tersebut berjalan menghampiri Arya.
"Untuk apa aku di hidupkan kembali, aku ingin segera menemui orang tuaku." Arya berkata lirih. Dia benar-benar ingin menemui kedua orang tuanya. Baginya berkumpul kembali dengan keluarganya jauh lebih baik daripada harus menjalani hidup seorang diri dan tidak mempunyai siapapun.
Sosok itu menyunggingkan senyuman ramah. "Arya... Sebelumnya perkenalkan namaku Indra, aku adalah Dewa petir. aku di tugaskan oleh Kaisar Surga untuk mengambil rohmu dan lalu mengirimmu ke di dunia yang lain, dunia itu bernama planet Werkurius. Disana adalah tempat para kultivator." Dewa Petir menatap Arya lekat-lekat.
"Tenanglah kedua orangtuamu saat ini dalam kondisi baik-baik saja, aku akan mempertemukan kalian setelah kau berhasil menyelesaikan tugas dari Kaisar Surga." Sambung Indra sang Dewa Petir.
"Aku tidak pernah bertemu denganmu, lalu bagaimana kau bisa mengetahui namaku?" Arya memandangi Dewa Petir penuh selidik. "Dewa katamu,.. jangan bercanda, ini pasti hanyalah mimpi. dan kenapa aku harus pindah kehidupan.. Aneh.?" Arya mengerutkan dahi karena kebingungan.
Dewa petir menggeleng pelan. ”Kau tidaklah sedang bermimpi bocah... bagaimanapun aku ini adalah Dewa, apalagi aku di tugaskan untuk menjagamu. bagaimana mungkin aku tak tau namamu dan asal-usulmu." Tandas Dewa petir dan lalu mencubit ruh Arya karena kesal.
"Bagaimana? apakah terasa sakit?" Tanya Dewa petir yang masih mencubit Arya.
"Aduh... aduh lepaskan!." Pekik Arya meronta kesakitan berusaha melepaskan diri.
Dewa petir kemudian melepaskan cubitannya. "Lalu bagaimana, apakah kau masih menganggap semua ini hanyalah mimpi?"
"Jika kau ingin bertemu dengan kedua orang tuamu, kau harus menyelesaikan tugas dari Kaisar Surga terlebih dahulu. Apakah kau bersedia?" Lanjutnya.
Arya tidak lantas menjawab, dia menggaruk kepalanya seolah sedang berfikir. "Baiklah, tapi apa itu kultivator?"
"Kultivator adalah jalan keabadian, bisa di sebut juga sebagai seorang pendekar." jawab Dewa Petir cepat.
"Terus apa tugasku disana?"
"Kau hanya perlu berlatih untuk menjadi pendekar yang kuat. Jika kemampuanmu sudah mempuni, barulah setelah itu aku akan memberitahukan tugasmu yang sebenarnya." Dewa petir diam sesaat menunggu balasan dari bocah kecil itu.
Arya sendiri juga hanya terdiam sambil memikirkan sesuatu, menurutnya semua ini sangat tidak masuk akal. Yang dia inginkan hanyalah bisa bertemu dengan kedua orang tuanya kembali, kenapa menjadi serumit ini?.
"Tenanglah, aku berjanji akan mempertemukanmu dengan kedua orangtuamu. Apakah kau sudah siap?" Ujar Dewa petir yang di balas Arya dengan anggukan kepala.
Dewa Petir kemudian meletakkan kedua jarinya menyentuh kening Arya. Perlahan muncul cahaya putih yang berpijar di kening bocah itu, semakin lama cahaya itupun semakin membesar, sampai akhirnya padam bersamaan dengan menghilangnya Arya dari tempat itu.
Arya seperti terlempar ke dalam lorong yang berputar-putar, dan mulai merasakan rasa sakit yang teramat sangat di kepala dan di sekujur tubuhnya. Namun perlahan-lahan rasa sakit itupun mulai mereda bersamaan dengan matanya yang terbuka.
"Di mana aku sekarang?" Arya berkata dengan setengah berteriak, dia melihat dirinya kini berada disebuah ruangan.
Kemudian, ia mencoba bangkit berdiri. tetapi ia tidak sanggup sebab badannya terasa sangat lemas, untuk sekedar menggerakkan tubuhnya saja, dia benar-benar tidak mampu, seolah tubuhnya mengalami kelumpuhan.
Arya bersuara sekeras yang dia bisa. "Siapapun yang ada disini, tolong jawab aku."
Tidak berselang lama, terdengar sepasang langkah kaki yang sedang mendekatinya.
"Rupanya kau sudah bangun nak?" Tanya seorang pria paruh baya.
"Dimana aku ini kek? dan lalu siapa kakek?" Tanya Arya mengerutkan dahinya.
Karena pikiran dan hatinya begitu terguncang sebab badannya tidak bisa di gerakkan, Arya tidak menyadari jika pria paruh baya di hadapannya itu berbicara bahasa asing, dan dirinya sendiri entah kenapa bisa mengerti dan bahkan juga dapat berbahasa seperti bahasa pria paruh baya itu.
"Namaku Zhen Long, ini adalah tempat tinggalku nak" Balas kakek tua tersebut sambil berjalan mendekat dan kemudian memberikan sebuah pil untuknya.
"Terus bagaimana ceritanya aku bisa sampai disini kek? Dan kenapa badanku terasa sangat lemas dan sakit semua seperti ini, kek?" Tanya Arya sesudah dirinya di bantu duduk dan meminum obat pemberian Zhen Long.
"Kau sebelumnya terjatuh dari atas nak... Sekarang ini kau berada di dasar lembah jurang kematian. Tadinya saat aku menemukanmu, kau sudah berhenti bernafas. Aku kira pada saat itu kau sudah mati, sehingga aku berniat membuatkanmu sebuah kuburan.
Tapi entah kenapa, setelah selesai membuatkanmu kuburan, aku mendapati kau sudah kembali bisa bernafas. Dan akhirnya aku membawamu ke sini." Zhen Long menjelaskan.
Saat sedang mendengarkan penjelasan dari Zhen Long dengan seksama, tiba-tiba kepalanya terasa sangat sakit dan dia pun pingsan. Dalam pingsannya, Arya melihat sebuah cahaya putih yang perlahan menghampirinya, semakin lama semakin jelas dan cahaya itupun memudar membentuk sesosok pria. Ya pria itu tidak lain adalah Indra sang Dewa Petir.
Dewa Petir lantas berjalan mendekat. "Ini adalah Kitab Dewa Naga Emas, pelajarilah dan gunakanlah ke jalan kebaikan. Setelah kau dapat menguasai kitab ini, aku akan memberikanmu kitab yang lainnya. Disini tugasku adalah membimbingmu." Dewa petir menyodorkan sebuah kitab yang bernama Kitab Dewa Naga Emas tersebut kepada Arya.
Dengan sedikit ragu, Arya menerima kitab tersebut. Dan terjadilah kejadian yang tidak lazim, yang baru kali ini Arya alami.
Kitab Dewa Naga Emas yang berada di genggaman tangan kanannya, mengeluarkan cahaya keemasan yang menyilaukan mata. Setelahnya, kitab itupun melayang-layang dan secara tidak terduga kitab itupun masuk ke dalam dadanya.
Beberapa saat setelah kitab itu menyatu dengannya, cahaya keemasan yang menyilaukan itu perlahan-lahan meredup, dan Arya pun tersadar dari pingsannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Muh Buqoriyen
jozz
2024-06-03
0
Ira
keren
2024-04-16
1
Wy Ky
kerja
2024-04-06
1