Tak ada yang bisa dilakukan, akhirnya Devina sangat terpaksa menemui mantan suaminya di sebuah cafe yang tidak jauh dari kantor. Dengan muka cemberut, Devina menghenyakkan panggulnya di sebuah kursi kayu tepat berhadapan langsung dengan mantan suami, sekaligus bosnya di kantor.
"Apa yang ingin kau katakan padaku? Lekas katakan. Aku nggak punya waktu buat meladenimu!"
"Ck! Sadis amat. Baru datang udah marah-marah. Duduk dulu biar ku pesankan makanan buat kamu."
"Nggak perlu! Aku nggak lapar." Dengan cepat Devina menolak. Rasa dongkol di dada tak bisa disuap oleh sepiring makanan.
Marcell tak menggubris, dia memanggil pelayan cafe dan memesan nasi goreng spesial beserta jus apel kesukaan Devina.
"Nggak perlu takut buat bayar, aku tau kamu tidak memiliki uang." Pria itu mengejek dengan menatap intim pada mantan istrinya.
"Iya, udah tau aku miskin. Jangankan buat beli nasi goreng, buat beli es jus aja aku nggak punya. Kau itu orang yang berkuasa, sangat tidak pantas berdua dengan wanita lain miskin sepertiku!"
Dengan senyuman devil pria itu menjawab. "Suka-suka dong! Mau ketemu sama kamu, atau kuntilanak sekalipun tak masalah bagiku. Apa kamu tak rindu ingin makan bareng aku?"
"Enggak! Tidak ada yang kurindukan. Semuanya udah beda. Yang dulu tinggal kenangan, dan kenangan di masalaluku sangatlah menyakitkan, kurasa tidak perlu lagi untuk diingat. Sekarang aku lebih mikirin buat masa depan."
"Hmm, Oke. Tapi kalau masa depan kamu masih berurusan sama aku bagaimana?"
Devina menautkan kedua alisnya. "Maksudnya?"
Pria itu mengedikkan kedua bahunya. "Ya coba aja pikir sendiri. Terkadang untuk mencapai masa depan itu cukup sulit jika masa lalu tidak bisa dilupakan. Bahkan pemenang di masa depan kebanyakan orang di masa lalu."
"Tapi kalau masa laluku bersama orang yang tega seperti kamu lebih baik tidak usah datang di masa depanku. Apa kedatanganku ke sini hanya untuk kau ajak cerita yang tidak bermutu seperti ini? Kalau ada hal yang penting lekas beritahu aku, ini udah hampir jam 22.00 malam dan kamu memintaku untuk datang kemari sendirian. Aku bela-belain datang kemari dengan menggunakan angkot, dan aku harus mengeluarkan uang untuk membayar angkot, sedangkan besok aku masih butuh uang untuk makan. Bisakah kau mentolelirku? Tolong jangan bersikap sesuka hatimu sendiri."
Marcell tidak tahu seperti apa kehidupan Devina setelah berpisah darinya. Ia pikir Devina sudah bahagia dengan orang yang sudah menjadi selingkuhannya.
"Jangan sok miskin di depanku. Aku sama sekali nggak tertarik oleh aduanmu. Jangan berpura-pura menderita didepanku, yang menderita di sini itu aku. Kau tega menyelingkuhiku!"
Devina membuang nafasnya. Lagi-lagi mantan suaminya kembali memulai perdebatan.
"Kalau kamu udah tau aku suka selingkuh, kenapa masih juga mengejarku? Kau bilang udah ilfeel sama aku, tapi kenapa kau memintaku buat menemuimu?"
"Ya suka-suka lah."
Devina mendengus dengan menatap jam di pergelangan tangannya. "Kalau nggak ada hal yang penting, aku akan pulang sekarang. Ini udah malem, takut nggak ada angkot."
"Oh, ayolah! Jangan buru-buru pergi. Temani aku makan dulu. Dari pagi aku belum sempat makan, ditambah lagi dengan berdebat sama kamu membuat moodku hilang. Sekarang kamu harus bertanggung jawab!"
Devina mendelik menatapnya jengkel. "Bertanggung jawab apalagi? Emangnya apa yang sudah kulakukan padamu? Kamu jangan membuatku emosi! Aku nggak punya banyak kesabaran. Tolong mengerti aku!"
"Kamu sendiri nggak pernah ngerti sama perasaanku, Vina!"
"Nggak ngerti gimana maksud kamu? Kamu yang udah mentalak aku. Aku bahkan tidak pernah mengerti tuduhan yang selama ini kamu tudingkan padaku. Kau begitu buruk menuduhku telah berselingkuh dengan laki-laki lain padahal aku tidak pernah mengenali laki-laki lain selama kita pacaran bahkan sampai menikah. Kau terlalu jahat! Aku nggak menyangka kalau kau tega menyakiti aku sampai seperti ini. Ini aku yang sakit bukan kamu! Coba kamu tanya pada orang tuamu, cari tahu kebenarannya tentang foto yang kau tunjukkan padaku siang tadi. Benarkah foto itu asli atau diedit hingga nampak begitu sempurna di matamu!"
Devina kesal selalu disudutkan dan difitnah terus oleh mantan suaminya. Ucapan Marcell sangatlah menyakiti hatinya. Tak disangka, orang yang sangat dicintai tidak mempercayai setiap kata yang keluar dari mulutnya.
"Pesanan sudah siap."
Dua orang pelayan wanita datang membawa dua piring nasi goreng dan dua jus pesanan Marcell.
"Apa ada yang diperlukan lagi mas?"
"Enggak mbak, ini saja sudah cukup."
"Kalau begitu kami tinggal ya?"
"Oke, terimakasih banyak mbak."
Marcell menang Devina yang tengah membuang muka dengan muka tertekuk.
"Ayo Mahan dulu, nanti kuantar pulang."
"Enggak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Kamu bisa makan, aku akan pulang sekarang!"
Devina bangkit dari tempat duduknya dan menyelempangkan tas kecil di pundaknya.
"Mau ke mana kamu?! Kembali duduk dan makan dulu," perintah Marcell.
"Sudah kukatakan kalau aku nggak mau makan, aku nggak lapar. Aku sudah sangat kenyang dengan ucapanmu yang selalu menohok hatiku!"
"Oke-oke, aku minta maaf. Tapi please tolong, kita makan dulu. Aku nggak bakalan izinin kamu pulang sendirian, aku akan menemanimu, tenanglah. Lagian masih pukul sepuluh, belum juga pukul dua belas, jadi masih aman."
"Aman .. aman. Kamu enak masih bisa bebas. Nggak pulang semalaman juga nggak jadi masalah, kalau aku? Harusnya kau bisa mengerti posisiku!"
Devina teringat pada kedua anaknya yang ditinggal di rumah berdua saja. Pasti mereka akan menangis saat bangun tidur tak mendapati dirinya.
"Yaudah, kita makan sebentar, aku janji akan mengantarmu pulang."
"Sudah kubilang kalau aku nggak mau makan, tolong jangan paksa Aku."
"Mubazir kalau nggak dimakan, mendingan dibungkus aja. Nanti kamu bisa memakannya di rumah. Sekarang aku minta ini makanannya dibungkus, dan kamu minum jusnya. Temani dulu sebentar, aku mau mengisi perutku."
Sekilas Devina melirik ke arah nasi goreng yang tersaji di atas meja. Dalam hati bergumam. 'Anakku pasti seneng kalau aku pulang bawa nasi goreng. Mereka nggak pernah makan nasi goreng yang dibeli di luar. Bagaimana aku bisa menelan makanan seperti ini, sedangkan anakku menungguku di rumah. Ya Tuhan, begitu jahatnya aku. Sudah mentelantarkan anak-anakku demi pria gila ini.'
"Mbak, kemarilah." Marcell melambaikan tangannya memanggil pelayan cafe.
"Iya mas? Ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan dengan ramah.
"Saya minta tolong bungkus nasi goreng ini dan saya juga pesen ayam gorengnya tiga, dibungkus sekalian mbak, nggak pakai lama."
"Baik mas, akan segera saya siapkan."
Pelayan pergi dengan membawa sepiring nasi goreng yang ada di atas meja depan Devina.
Marcell memandang Devina yang nampak begitu gelisah. Entah apa yang tengah dipikirkan oleh wanita itu.
"Kamu itu kenapa sih? Dari tadi kulihat nggak nyaman banget. Memangnya apa yang tengah kamu pikirkan? Jangan bilang ada seseorang yang sudah membuatmu tidak nyaman berada di luar bersamaku?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Eva Marlina siboro
lawan terus dev,,,
2024-10-11
1
Victoria Neka
dev jangan perduli dgn laki laki yg teramat bodoh teregois di dunia bikin emosi saja
2024-06-04
1
C2nunik987
udah dev diam aja suka suka dia mau ngomong apa ....percuma berdebat ga ada guna buang buang energi....udh nurut aja biar cpt pulang biarkan dia hdp dgn prasangka buruknya trs 😡😡😡
2024-06-03
2