Marcell berjalan mendekat dan berjongkok di depan kedua anaknya yang duduk di kursi bangku setelah selesai menikmati makanannya mereka kurang menikmati ayam goreng yang hanya 3 potong saja tapi mereka tidak berani meminta kepada Devina karena Kenzo tahu mamanya tidak memiliki uang untuk membeli ayam goreng kesukaannya.
"Mom, ini makanannya udah abis."
"Ya udah, kalau udah habis ditaruh di situ saja, Sayang. Nanti biar mommy yang cuci," sahut Devina juga ikut mendekat kepada mereka.
"Apakah kalian kurang makannya?" tanya Marcell dengan mengusap pipi Kenzo yang belepotan dengan nasi.
"Tidak Om, terima kasih. Tadi yayamnya enak banget. Apakah itu om yang beliin?"
Marcell mengangguk dengan menahan agar tidak menangis.
"Halo sayang, ini daddy nak, ini Daddy kalian, kalian jangan memanggil Om ya? Mulai sekarang panggil Daddy ya?"
Kedua bocah itu terbangun dengan menoleh ke arah ibunya.
"Mom, ciapa Om ini? Kok katanya bukan Om, tapi Daddy. Daddy itu ciapa?"
Selama hidupnya mereka belum pernah mengenali sosok Ayah jadi tidak pernah tahu apa arti dari kata-kata Daddy.
"Nak, Daddy ini Ayah kalian. Kalian belum pernah kan bertemu dengan Daddy sebelumnya? Sekarang kalian bertemu sama Daddy."
"Iya sayang, Om ini Daddy kalian. Kalian harus memanggilnya Daddy, jangan panggil Om lagi ya?"
Devina juga memberikan nasehat pada kedua anaknya. Dia agak lega setelah Marcell percaya bahwa kedua anaknya itu memanglah anak kandungnya.
"Telus celama ini Daddy ada di mana? Kok nggak pernah baleng cama kita? Daddy nggak pernah main cama kita, apalagi tidul cama kita," bantah Kenzo dan juga Azalea saling bersahutan.
Begitu tertohok rasanya saat anaknya mulai mengerti ia tidak pernah ada buat mereka. Apa yang bisa dijelaskan pada anak sekecil itu, selain meminta maaf.
"Maafin Daddy ya nak, Daddy selama ini nggak pernah ada buat kalian. Daddy udah jahat ninggalin kalian, Daddy tinggalin kalian hanya hidup dengan mommy, Daddy minta maaf ya sayang, Daddy benar-benar menyesal. Gara-gara keegoisan, kalian menjadi korban. Nggak seharusnya Daddy ngorbanin kalian."
Anak kecil itu hanya bisa bengong melihat Ayahnya mengoceh dengan menangis. Mana tau mereka apa yang tengah diomongin oleh Ayahnya.
"Daddy kenapa menanis? Daddy kan udah becal, nggak boleh menanis. Malu tau!!"
Kenzo dengan tampang polosnya meledek Ayahnya yang tengah menangis.
Devina terharu, dia juga ikut menangis sembari berjongkok di sebelah Marcell.
"Aku harus menemui Mama. Aku akan meminta penjelasan darinya!"
"Iya, tanyakan saja. Tapi aku tidak menjamin Mamamu akan berkata jujur," bantah Devina.
"Nggak apa-apa kalaupun mereka tidak jujur, tapi seenggaknya aku sudah tahu, kalau kamu hidup menderita di sini dan disebabkan oleh aku. Aku sedih karena lebih percaya pada orang tuaku dibandingkan dengan istriku, hingga aku dengan segala emosiku mengajukan perceraian tanpa berpikir panjang bahwa semua ini hanyalah taktik orang tuaku. Apa sih tujuan mereka ingin sekali menghancurkan hidupku seperti ini?"
Devina mengedikkan bahunya. "Aku sendiri juga tidak tahu apa tujuan orang tuamu ingin sekali memisahkan kita dengan cara yang kotor seperti ini."
Marcell sudah tidak memiliki kesabaran lagi untuk segera menemui orang tuanya. Ia ingin tahu bagaimana reaksi orang tuanya saat ia bertanya tentang kejadian yang dialaminya selama ini.
"Berapa lama kamu tinggal di sini?" tanya Marcell dengan mengamati ruangan yang begitu sempit dan juga tidak layak untuk ditempati oleh kedua buah hatinya.
"Belum lama, sekitar 2 mingguan," jawab Devina.
"Sebelumnya kamu ada di mana?"
"Aku tinggal di Dubai, di rumah Papaku, tapi aku pergi ke sana juga tanpa sepengetahuan orang tuaku. Aku hanya pamitan ingin bekerja, tapi aku putuskan untuk pergi ke Dubai dengan menjual perhiasanku buat makan dan juga perjalanan. Di Dubai aku mulai belajar mandiri, bekerja serabutan untuk membiayai hidupku dan juga kandunganku. Awalnya memang sangat menyakitkan, dan aku sempat nggak menginginkan mereka, tapi aku berpikir seribu kali untuk melenyapkan janinku sendiri, aku takut berdosa. Apalagi mereka ini adalah kenangan terakhir kita."
Marcell menarik tangan Devina dan memeluknya. Dia menangis dan meminta maaf.
"Maafin aku yang, maafin aku. Aku nggak tau kalau kamu kuceraikan di saat sedang hamil. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan untuk menebus dosa-dosaku."
Dua kali Marcell menangis hanya karena memikirkan satu wanita. Saat berpisah dari Devina, dan saat mengetahui kondisi Devina yang jauh dari kata layak.
"Bagaimana kamu bisa kembali ke sini? Kenapa setelah pulang dari Dubai kamu malah tinggal di kontrakan kecil seperti ini, dan hidup kekurangan?"
"Aku bisa pulang dari Dubai itu karena aku gemar menabung. Selama 3 tahun aku kerja buat aku tabung, uangnya sebagian aku gunakan untuk kebutuhan pribadiku bersama dengan anak-anak. Banyak orang yang iba padaku dan memberi bantuan, tapi aku pulang ke sini dengan uang pas-pasan, dan aku tidak pulang ke rumah orang tuaku. Aku takut mereka nggak percaya kalau mereka ini adalah anak yang kuhasilkan dari pernikahanku bersamamu, karena pada saat aku pergi, mereka nggak ada yang tahu kalau aku sedang mengandung anak kita."
Marcell mendongakkan dagu Devina yang menunduk berlinangan air mata. Mereka saling berpandangan, dengan perasaan campur aduk.
"Kita pulang ya? Kita hidup bersama kembali. Kita bawa anak-anak, kita tinggal bersama."
Dengan cepat Devina menggeleng. "Mana mungkin? Kita nggak bisa bersama, aku sama kamu sudah bukan pasangan suami istri lagi. Aku hanya mantan istri kamu, dan aku nggak mau mendapatkan kecaman buruk dari orang-orang terdekatmu," bantah Devina.
"Kita rujuk yang, kita kembali bersama hidup bersama anak-anak kita."
"Rujuk?" Devina tersenyum getir.
"Mungkinkah kita bisa rujuk kembali? Lalu bagaimana dengan orang tuamu? Bukannya kamu sudah dijodohkan dengan wanita lain? Kamu sendiri yang bilang, sudah dijodohkan dengan wanita pilihan orang tuamu."
Marcell masih kesal dengan sikap orang tuanya. Dalam kondisi stress, orang tuanya mendesak untuk segera menikah kembali, tentunya dengan wanita pilihannya. Tapi karena ia sendiri belum bisa move on dari mantan istrinya, dia belum memberikan jawaban pada orang tuanya.
"Kamu tenang saja, itu sudah menjadi urusanku. Aku nggak akan mau dijodohkan sama wanita manapun, dan aku akan tanya langsung pada Mama, apa tujuan dia begitu tega memisahkan hubungan kita. Selama ini Mama tidak pernah peduli padaku, yang dia pedulikan hanya uangku saja. Dia selalu mendesakku untuk segera menikah dengan Larissa. Entah apa yang membuatnya begitu berambisi untuk menikahkanku dengan wanita itu."
"Dan kamu ingin melawan orang tua kamu sendiri hanya demi aku?" tanya Devina
"Iya, Aku hanya ingin tahu kebenarannya. Jika sampai dugaanku benar, berarti Mama lah yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments
Yatinah
bagusss marcell aku suka ketegasanmu
2024-04-28
0