Setibanya di rumah, Devina langsung mengajak kedua anaknya masuk. Dia bahkan mengabaikan Marcell yang sudah mengantarkannya.
"Dasar perempuan, dia punya hutang penjelasan padaku!"
Dengan menggerutu dan tatapan kesal, Marcell ikut masuk ke dalam rumah yang didiami oleh mantan istrinya.
"Mom, lapen," rengek Kenzo.
"Iya, aku juga," sambung Azalea.
"Oh, kalian laper ya? Yaudah duduk sini dulu ya? Mommy mau ambilin makanan buat kalian."
Kedua anak itu duduk di kursi kayu usang yang ada di ruang tamu. Marcell tak lepas pandang dari dua bocah kecil itu dengan pikiran yang semerawut.
"Om, kenapa pandang kami telus? Om nggak jahatin kami kan?"
Dengan keberaniannya, Kenzo menegur Marcell yang tak mau mengalihkan mata tajamnya.
"Kalau Om jahatin kalian, Om juga tidak akan membawa adikmu itu ke rumah sakit untuk diobati. Pasti sekarang hidung adikmu itu akan mekar seperti tomat. Bukan lagi seperti tomat, tapi seperti badut," jawabnya meledek.
Azalea beringsut, dia memegangi lengan kembarannya dengan wajah yang ketakutan.
"Akak, Om itu jahat nggak cih? Aku takut."
Gadis kecil itu berbisik lirih, namun masih bisa didengar oleh telinga Marcell.
"Nggak ucah takut, ada kakak yang akan lindungi kamu. Di cini ada mommy juga." Si bungsu Kenzo mencoba untuk membuat adik kembarannya tenang.
Dari dapur Devina keluar dengan membawa dua piring berisi nasi dan ayam goreng sisa semalam, yang dibelikan Marcell untuknya. Dia tidak memiliki lauk lain, karena uangnya hanya tersisa dua puluh lima ribu rupiah untuk membeli seliter beras.
"Ayo ini makanannya nak, kalian mau makan sendiri atau disuapi oleh mommy?" tanya Devina dengan menyodorkan dua piring di atas meja.
"Aku mamam cendili cama yayam doleng." Kenzo langsung beranjak untuk mengambil satu piring untuknya.
"Aku juga mau mamam cendili kayak akak," sambung Azalea.
Devina mengulas senyuman tipis dengan matanya berkaca-kaca ingin menangis. Ia tahan sekuat mungkin agar air bening itu tidak jatuh.
"Yaudah, kalau mau mamam sendiri, tapi janji nggak boleh diberantakin ya? Mamam yang bagus dihabiskan. Mommy akan ambilkan air minumnya dulu."
Kedua bocah itu mengangguk dan kembali duduk dengan memangku piring masing-masing.
"Akak, yayam dolengnya enak, mommy belinya di mana?" tanya Azalea dengan sedikit mengunyah ayam goreng.
"Enggak tau. Tadi malem belinya. Bukan mommy yang beli dek, tapi bocnya."
Degg,, berasa tergetar jantung Marcell meratapi nasib mereka. Ia tidak akan pernah tahu keadaan Devina jauh lebih buruk setelah perpisahannya.
"Kalian tinggal di sini sama siapa aja selain sama mommy?" tanya Marcell dengan berjalan mendekati mereka dan berjongkok di depannya.
"Cama mommy," jawab Kenzo dengan cepat sembari mengunyah ayam goreng.
"Selain sama mommy?" Marcell menyelidiki kehidupan Devina melalui balita yang belum diketahui siapanya Devina.
"Enggak ada, cuma mommy, aku cama adik doang," jawab Kenzo dengan jujur.
Bayi seumuran mereka masih polos dan tidak bisa berbohong. Dia percaya jika anak kecil itu memberikan penjelasan yang jujur.
Ekhem,, Devina datang dengan membawa dua gelas plastik berisi air. Dia berdehem saat mendapati Marcell tengah mengajak anak-anaknya mengobrol.
"Kalau mamam nggak boleh sambil ngomong, nanti bisa ditegur sama Allah," tegas Devina tak ingin anaknya memiliki kebiasaan buruk.
Marcell bangkit dari tempatnya dan menatap dingin wajah wanita yang sudah membuatnya setengah gila.
"Aku ingin bicara denganmu!"
Pria bertubuh kekar dengan mata elangnya itu nampak ingin mengintimidasinya.
"Bapak ingin bicara apa? Saya lagi temenin mereka makan."
"Nggak usah banyak alasan! Ini di luar kantor, nggak usah formal gitu, risih aku!"
Pria itu berseru dengan suara dingin, namun suaranya agak pelan karena takut mengganggu kedua balita yang tengah menikmati makanannya.
"Oke baiklah. Kita bicara di luar saja."
Devina berjongkok dan mengacak pelan rambut anak-anaknya.
"Kalau mamam dihabisin ya? Nanti kalau nggak dihabisin ayamnya bisa mati," tuturnya lembut.
"Yayamnya ciapa? Memangnya mommy punya yayam?" tanya mereka dengan serempak.
Devina menyengir kuda. Jangankan punya ayam, bulunya aja kagak punya.
"Maksud mommy ayamnya tetangga. Yaudah ya? Mommy mau ke depan dulu, kalian makan aja di sini."
"Mommy nggak pelgi kan?"
Dengan cepat Devina menggeleng. "Enggak sayang, mommy nggak pergi. Mommy mau bicara dulu sama Om."
Kedua bocah itu menoleh pada Marcell dengan tatapan kurang suka.
"Om, jangan buat mommyku menangic ya? Awac kalau om belani buat mommy cedih," ancam Kenzo.
Kenzo sangat protektif, dia bakalan marah jika ada orang yang berani mengusik ketenangan keluarganya.
"Hmm,," hanya deheman yang keluar dari mulut Marcell. Dasar pria tak berguna.
Devina melangkahkan kakinya keluar menuju halaman, tepatnya di bawah pohon jambu.
"Ada apa? Kamu ingin bicara apa?"
Devina sangat yakin, arah pembicaraan Marcell tertuju pada anak-anaknya.
"Siapa mereka? Kenapa mereka memanggilmu dengan sebutan mommy? Jelaskan padaku, Vina!"
Dengan helaan napas panjang, Devina pun menjelaskannya. Sudah tertangkap basah, apalagi yang bisa disembunyikan, toh Marcell juga yang sudah membiayai pengobatan anak perempuannya.
"Tentu saja mereka itu anak-anakku, memangnya kamu berpikir mereka siapaku?"
"Anak? Anak kandung kamu maksudnya?"
Pria itu masih menyimpan keraguan mengenai anak kecil yang bersama mantan istrinya.
"Ya anak kandungku, kau ini gimana sih. Jelas-jelas mereka ada bersamaku, apa kamu pikir mereka ini anak yang aku pungut di jalanan?"
Sesak rasanya napas Marcell mendengar penjelasan dari mantan istrinya. Antara percaya dan tidak bahwa istrinya ternyata memiliki dua anak kembar yang masih kecil.
"Kamu tidak lagi membohongi aku kan? Kamu bilang kamu nggak punya pria lain setelah kita berpisah, terus mereka ini anaknya siapa? Anak kamu dengan pria mana? Atau anak kamu dengan selingkuhanmu itu? Berarti mereka itu lahir tanpa seorang ayah, atau bisa dikatakan sebagai anak ha,-
"Jaga mulutmu ya!" Devina mengangkat telunjuk tangannya menantang mantan suami yang berani mengucap buruk mengenai dirinya.
"Kamu bisa bicara apapun mengenai diriku, tapi aku tidak akan pernah bisa terima jika kamu menganggap anak-anakku terlahir sebagai anak haram. Memangnya mereka punya dosa apa sama kamu, hingga kamu berani berkata buruk mengenai mereka?"
Hati siapa yang tak hancur, selama berpisah dari sang suami dia menderita sendirian dengan kehamilannya. Bahkan sampai melahirkan tak seorangpun ada yang peduli padanya. Orang tuanya sendiri bahkan tidak mengetahui jika dirinya telah hamil dan melahirkan bayi kembar.
"Ya, aku harus bilang apa? Kamu melahirkan dua anak tanpa seorang suami. Saat kita berpisah dulu kamu tidak sedang hamil kan? Lantas mereka ini anak-anaknya siapa? Aku butuh penjelasan kamu Devina! Aku selama ini udah coba bersabar dan bisa menerima kenyataan bahwa aku sudah dibodohi, tapi tolonglah kali ini bicaralah dengan jujur, mereka ini anaknya siapa? Siapa Ayah mereka!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Yatinah
jawab jujur aja devina agar marcelm bida terbuka mata hati nyaa
2024-04-28
2