16 : Melangkah Tanpa Tujuan

“Mau ngojek lagi, Mbak? Mumpung sudah enggak hujan.”

Suara pemuda barusan, langsung mengusik Dewi. Dewi merasa tidak asing dengan suara tersebut. Namun setelah Dewi melihat sosok selaku pemilik suaranya, Dewi merasa asing. Dewi lupa kepada mas Abdul Khodir yang tadi siang sempat mengantarnya.

Mas Abdul yang sudah langsung kasihan kepada Dewi, sengaja mengalihkan tatapannya. Namun, tatapannya tetap curi-curi memperhatikan Dewi dan kedua anak yang dibawa. Alasan yang juga menjadi membuat kedua matanya terasa makin panas sekaligus basah.

 “Wah, ... suasananya cerah banget ya. Setelah badai hujan, terbitlah pelangi dan kesejukan. Insya Allah, seperti itu juga kehidupan. Iya, enggak Mbak?” ucap mas Abdul berusaha ceria.

“Aamiin,” ucap Dewi singkat dan hanya melirik pemuda tampan yang masih duduk di motor Yamaha RX-KING warna hitam. Motor yang terbilang sudah sangat keren sekaligus mahal, di eranya. Hanya orang-orang kaya saja yang bisa memilikinya. Karena di zaman mereka, memiliki sepeda saja sudah terbilang golongan orang terpandang.

“Eh, Mbak! Ayo saya antar! Hari berkah ini!” sergah mas Abdul Khodir lantaran Dewi yang sudah menggendong Alif di punggung, malah langsung pergi begitu saja. Meski sebenarnya, itu bukan hal yang perlu dipermasalahkan. Karena memang, mereka tidak saling kenal.

Dewi menghela napas kilat sambil menatap pemuda berpenampilan klasik di hadapannya. “Maaf, Mas. Saya tidak naik ojek.”

“Enggak usah bayar, Mbak. Alias gratis!” yakin mas Abdul.

Dewi menggeleng tegas. “Tidak, Mas. Sekali lagi terima kasih banyak. Permisi!”

“Lah kenapa? Ini beneran gratis, Mbak!” seru mas Abdul yang kemudian menyalakan mesin motornya untuk menyusul Dewi yang tetap pergi.

“Saya takut sama yang gratis-gratis, Mas!” ucap Dewi yang kemudian dalam hatinya berkata, “Yang gratis sering jadi penyakit!”

“Kasihan anaknya itu loh Mbak. Nah, sudah ada tanda-tanda mau hujan lagi ini! Ya sudah Mbak, ayo Mbak mau ke mana, biar saya antar. Kasihan anak-anaknya!” sergah mas Abdul heboh sendiri. Sebab Dewi tetap melangkah pergi.

“Memangnya mau ke mana, kalau aku saja yakin, mulai hari ini. Bahwa untuk sementara waktu, jalanan akan menjadi rumah kami. Namun, ini jauh lebih baik ketimbang kami menumpang atau setidaknya menerima fasilitas gratis. Takut diungkit padahal sudah semaksimal mungkin balas pakai tenaga bahkan uang. Ya gitu deh, yang tidak ada nominal tetapnya, kadang malah mahalnya di luar nalar,” batin Dewi.

Karena Hujan benar-benar turun, Dewi sengaja istirahat di pos ronda terdekat. Mas Abdul yang turut kehujanan dan memang terus mengikuti, juga ikut berteduh di pos ronda. Namun jika melihat Dewi yang sampai membaringkan bayinya kemudian menurunkan yang di punggung, Mas Abdul curiga, Dewi akan menetap di sana agak lama.

Di tempat berbeda, Prasetyo dan ibu Retno masih di dalam hotel. Keduanya masih bersikap dingin satu sama lain. Beda ketika keduanya belum disatukan dalam ikatan pernikahan. Bahkan meski keduanya hanya memakai pakaian d.alam. Tak ada lagi gairah menggebu seperti biasanya.

Ibu Retno tampak marah, kerap melirik Prasetyo khas orang kecewa. Sementara Prasetyo terdiam lemas dan mirip orang menahan sakit. Keduanya masih duduk di tempat duduk yang empuk sekaligus hangat. Tempat yang tentu saja jauh lebih nyaman dari tempat Dewi dan anak-anaknya tempati.

“Jadi, kenapa punyamu jadi loyo terus? Dari kemarin malam loh. Sampai sekarang mau malam lagi,” ucap Ibu Retno sengaja menyinggung kejan.tanan sang suami.

“Enggak tahu ....” Sesingkat itu Prasetyo membalas. Prasetyo memilih kembali tidur lagi. Prasetyo membelakangi ibu Retno.

“Kok enggak tahu, sih? Pasti ada penyebabnya, enggak mungkin enggak! Masa iya, kamu yang punya enggak tahu!” sewot ibu Retno yang memang marah.

“Ya enggak tahu. Kalau burungku bisa ngomong, aku tanya dan aku kasih tahu jawabannya ke kamu!” ucap Prasetyo sambil menatap sebal sang istri.

Berbeda ketika kepada Dewi, Prasetyo yang untuk pertama kalinya membentak ibu Retno, langsung diti.kam kemudian ditonj.ok wajahnya.

“Aduh!” keluh Prasetyo kesakitan. Ia yang terbiasa melakukan KDRT, kini malah diKDRT oleh istrinya yang usianya memang lebih cocok menjadi mamanya.

“Berani kamu bentak-bentak aku? Kamu lupa aku siapa? Kamu lupa kamu siapa? Aku ini bosmu sementara kamu cuma sopir!” kecam ibu Retno yang tak segan melud.ahi wajah Prasetyo.

Detik itu juga, Prasetyo yang awalnya meringis kesakitan sambil memegangi mata kirinya yang dito.jok ibu Retno, langsung diam. “Kok jadi gini? Kenapa ibu Retno jadi kasar banget?” batin Prasetyo jadi merasa nelangsa. Prasetyo jadi merasa sangat tidak nyaman.

“Kamu tahu, betapa tersiksanya aku jika harus terus menahan-nahan begini? Harusnya kamu usaha dong, buat nyenengin aku meski burungmu mati suri! Kamu tahu kan, alasan utamaku mau kamu nikahi karena apa?!” ucap ibu Retno masih meledak-ledak.

“Apaan, sih? Masa iya, 24 jam harus non stop begituan? Binatang saja enggak ada yang begitu!” kesal Prasetyo.

Seumur-umur, Prasetyo sungguh baru kenal wanita yang selama 24 jam, maunya hanya berhubungan int.im. Fatalnya, wanita itu kini sudah menjadi istrinya.

Suasana sudah makin gelap. Di pos ronda dirinya memutuskan untuk istirahat, Dewi tengah menyuapi Alif dengan nasi rames. Dewi memang sudah tidak disertai mas Abdul, tapi sebenarnya pemuda itu masih mengawasi dari kejauhan.

“Sudah kenyang belum?” tanya Dewi kepada Alif yang dari tadi, begitu lahap menerima suapan darinya.

“Alhamdullilah, ... meski sampai sekarang aku belum punya tempat tinggal layak, lepas dari mas Prasetyo sekeluarga, bikin aku dan anakku kenyang tanpa drama.

“Sebentar lagi pasti warga mulai datang ke pos ronda. Aku harus segera pergi dari sini,” batin Dewi sambil menghabiskan sisa makanan mereka.

“Ma, habis ini kita ke mana?” tanya Alif sambil menerima minum dari mamanya. Kedua nata sendunya menatap kedua mata Dewi.

“Ke mana saja, yang penting enggak ke papa kamu atau malah rumah ibu Aminah,” ucap Dewi.

Benar saja, Dewi kembali mengemban anak-anaknya. Termasuk Alif yang kepalanya sampai Dewi tutupi menggunakan kain jarit. Sementara untuk kedua kaki Alif sengaja Dewi pakaikan kaus kaki panjang, agar tidak kedinginan sekaligus mengurangi ser.angan nyamuk.

Melangkah tanpa tujuan. Sejauh mungkin. Asal tidak hujan, kenyataan tersebut jauh lebih membuat Dewi damai. Ketimbang dirinya menumpang, apalagi mendapatkan tempat tinggal gratis. Dan pada akhirnya menjadi bumerang.

“Ma, sudah sampai belum?” rengek Alif sudah sangat ingin rebahan.

“Bentar lagi, ... sudah, Mas tidur saja dulu. Dek Utari saja anteng tidur,” ucap Dewi. Ia sengaja menggunakan tangan kanannya untuk mengelus-elus kepala Alif yang menang masih ia gendong di punggungnya.

“Aku ikhlas ya Allah. Yang penting anak-anakku enggak dipukul.i atau setidaknya dikata-katai lagi,” batin Dewi sambil berlinang air mata. Sepanjang melangkah, kedua mata Dewi juga terus mencari-cari kontrakan murah dan kiranya mampu ia sewa.

“Sepertinya, dia memang enggak punya tujuan. Namun andai aku yang kasih bantuan bahkan pekerjaan, sepertinya dia tetap akan menolak,” pikir mas Abdul yang sudah tertinggal jauh oleh Dewi. Mas Abdul masih duduk di motornya.

Terpopuler

Comments

@ntique

@ntique

keep strong dewi demi ank2
smg lekas dpt rmh kontrakan

2024-05-03

0

Sarti Patimuan

Sarti Patimuan

Nangis bacanya 😭😭😭😭

2024-05-04

0

Arieee

Arieee

ikutan mewek 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

2024-05-01

0

lihat semua
Episodes
1 1 : Dewi yang Malang
2 2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3 3 : Korban Perceraian Orang Tua
4 4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5 5 : Selalu Disalahkan
6 6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7 7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8 8 : Tak Terima
9 9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10 10 : Digerebeg
11 11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12 12 : Tukang Ojek
13 13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14 14 : Maksud Ibu Aminah
15 15 : Mendadak Diusir
16 16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17 17 : Menerima Tawaran
18 18 : Mulai Menyesal
19 19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20 20 : Mendadak Nelangsa
21 21 : Keluarga Mas Abdul
22 22 : Perhatian Mas Abdul
23 23 : Calonnya Mas Abdul
24 Dua Puluh Empat
25 Dua Puluh Lima
26 Dua Puluh Enam
27 Dua Puluh Tujuh
28 Beri Aku Alamatmu!
29 Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30 Wanita Sangat Tangguh
31 Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32 Sumpah Pocong
33 Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34 Bapaknya Anak-Anak?
35 Rencana Usaha yang Makin Besar
36 Kabar Terbaru Warti
37 Ajakan Menikah
38 Mantan Tak Tahu Diri
39 Amarah Dewi
40 Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41 Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42 Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43 Alasan Kenapa Harus Menikah
44 Berurusan Dengan Polisi
45 Alhamdullilah
46 Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47 Di Dini Hari yang Sunyi
48 Kabar Penangkapan Dewi
49 Keadilan Untuk Dewi
50 50 : Hikmah Di Balik Musibah
51 Nasib Prasetyo Sekeluarga
52 Mirip Keluarga Sesungguhnya
53 53 : Dimudahkan
54 54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55 55 : Transmigrasi
56 56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57 57 : Istriku Serba Bisa!
58 58 : Potret Keluarga Bahagia
59 59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60 60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61 Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62 61 : Dewi yang Sekarang
63 62 : Kabar Ibu Safangah
64 63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65 64 : Mei ...
66 65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67 66 : Doa yang Menjadi Alasan
68 67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69 68. Saling Menguatkan
70 69. Mimpi dan Petunjuk
71 70. Kronologinya....
72 71. Belum Final
73 72. Mulai Bertemu
74 73. Rencana yang Berubah
75 74. MEGA
76 75. Pelarian yang Gagal
77 76. Pulang Ke Jawa
78 77. Keuarga—Adik Kakak
79 78. Masya Allah
80 79. Perubahan Demi Perubahan
81 80. Papa
82 Bab Delapan Puluh Satu
83 Bab Delapan Puluh Dua
84 Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85 Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86 Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87 Kisah Cinta Hunairah
88 Kemenangan Bagi Para Pejuang
89 Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)
Episodes

Updated 89 Episodes

1
1 : Dewi yang Malang
2
2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3
3 : Korban Perceraian Orang Tua
4
4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5
5 : Selalu Disalahkan
6
6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7
7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8
8 : Tak Terima
9
9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10
10 : Digerebeg
11
11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12
12 : Tukang Ojek
13
13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14
14 : Maksud Ibu Aminah
15
15 : Mendadak Diusir
16
16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17
17 : Menerima Tawaran
18
18 : Mulai Menyesal
19
19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20
20 : Mendadak Nelangsa
21
21 : Keluarga Mas Abdul
22
22 : Perhatian Mas Abdul
23
23 : Calonnya Mas Abdul
24
Dua Puluh Empat
25
Dua Puluh Lima
26
Dua Puluh Enam
27
Dua Puluh Tujuh
28
Beri Aku Alamatmu!
29
Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30
Wanita Sangat Tangguh
31
Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32
Sumpah Pocong
33
Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34
Bapaknya Anak-Anak?
35
Rencana Usaha yang Makin Besar
36
Kabar Terbaru Warti
37
Ajakan Menikah
38
Mantan Tak Tahu Diri
39
Amarah Dewi
40
Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41
Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42
Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43
Alasan Kenapa Harus Menikah
44
Berurusan Dengan Polisi
45
Alhamdullilah
46
Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47
Di Dini Hari yang Sunyi
48
Kabar Penangkapan Dewi
49
Keadilan Untuk Dewi
50
50 : Hikmah Di Balik Musibah
51
Nasib Prasetyo Sekeluarga
52
Mirip Keluarga Sesungguhnya
53
53 : Dimudahkan
54
54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55
55 : Transmigrasi
56
56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57
57 : Istriku Serba Bisa!
58
58 : Potret Keluarga Bahagia
59
59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60
60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61
Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62
61 : Dewi yang Sekarang
63
62 : Kabar Ibu Safangah
64
63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65
64 : Mei ...
66
65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67
66 : Doa yang Menjadi Alasan
68
67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69
68. Saling Menguatkan
70
69. Mimpi dan Petunjuk
71
70. Kronologinya....
72
71. Belum Final
73
72. Mulai Bertemu
74
73. Rencana yang Berubah
75
74. MEGA
76
75. Pelarian yang Gagal
77
76. Pulang Ke Jawa
78
77. Keuarga—Adik Kakak
79
78. Masya Allah
80
79. Perubahan Demi Perubahan
81
80. Papa
82
Bab Delapan Puluh Satu
83
Bab Delapan Puluh Dua
84
Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85
Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86
Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87
Kisah Cinta Hunairah
88
Kemenangan Bagi Para Pejuang
89
Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!