15 : Mendadak Diusir

“Kamu bisa urus sendiri, kan?” ucap pak Mahmud, ketus.

“Kalau memang enggak tahu atau setidaknya bingung, cukup tanya saja ke petugasnya, pasti diarahkan!” lanjutnya.

Sebagai seorang pembantu, sedekat apa pun hubungan mereka, Dewi langsung menyikapi dengan santun. “Iya, Pak. Saya bisa. Terima kasih banyak untuk semuanya,” ucap Dewi. Padahal, jadi masuk ke mobil untuk pergi ke KUA saja, belum. Pak Mahmud yang sempat masuk ke dalam mobil, mendadak keluar dari mobil dan baru saja, pria itu menutup pintu mobilnya dengan memban.tingnya. Dewi sampai kaget karena sebelumnya, pak Mahmud belum pernah begitu.

Hampir lima tahun lamanya Dewi mengabdi ke pak Mahmud dan ibu Aminah, tak pernah sekalipun pak Mahmud bersikap kasa.r atau setidaknya tidak sopan.

Karena pak Mahmud nyaris masuk rumah, Dewi juga segera bergegas pergi. Dewi ingin segera menyelesaikan gugatan perceraiannya. Bahkan mesk untuk kali ini, ia terancam melakukannya dengan berjalan kaki. Sebab selain jadi tidak ada yang mengantar, Dewi juga harus lebih hemat pengeluaran.

“Satu lagi,” ucap pak Mahmud dengan suara jauh lebih lantang dari sebelumnya.

Dewi yang mendengar itu langsung terjaga. Dewi refleks menoleh ke belakang dan mendapati di sana tetap hanya berisi dirinya dan pak Mahmud. Bahkan meski posisi pak Mahmud masih membelakanginya, Dewi yakin, tadi pak Mahmud juga masih berbicara dengannya.

“Mohon maaf, Pak. Tadi, ... tadi Bapak bicara dengan saya? Yang Bapak bilang, ... satu lagi?” santun lagi.

Sambil tetap membelakangi Dewi, pak Mahmud berkata, “Beres dari KUA nanti, bawa anak-anakmu pergi dari sini. Kalian tidak perlu bekerja apalagi berada di rumahku lagi!”

Jantung Dewi seolah lepas hanya karena mendengar apa yang baru saja pak Mahmud katakan. Dewi gelisah dan dadanya bergemuruh parah.

“Maaf, Pak. Memangnya, saya salah apa? Apakah ada pekerjaan saya yang kurang, atau anak saya, atau bagaimana?” ucap Dewi bersama air matanya yang jatuh membasahi pipi.

“Ini rumah saya, jadi saya berhak melakukan apa pun agar hidup saya dan istri saya kembali tenang!” tegas pak Mahmud sambil menatap tajam Dewi. Tega tidak tega, ia lebih baik mengusir Dewi dan anak-anaknya, ketimbang keharmonisan rumah tangganya dengan sang istri terusik.

Padahal, Dewi baru saja merasakan arti keluarga dari keluarga majikannya. Dewi sudah telanjur menganggap pak Mahmud dan ibu Aminah sebagai keluarganya. Namun baru saja, pak Mahmud mengusirnya dengan keji.

Kini, Dewi hanya bisa mengangguk-angguk paham di tengah air matanya yang berlinang. Namun, ia segera menyeka air matanya. “Baik, Pak. Saya benar-benar meminta maaf karena kehadiran saya dan anak-anak sudah membuat Bapak sekeluarga tidak nyaman. Terima kasih juga karena Bapak sekeluarga sudah sudi membantu sekaligus menampung kami, meski yang ada, kehadiran kami justru membuat Bapak sekeluarga tidak nyaman.”

“Kalau begitu, sekarang juga saya pamit izin pergi membawa anak-anak saya, biar tidak bolak-balik. Takutnya pas saya pergi tanpa anak-anak, saya makin merepotkan!” ucap Dewi. Ia tidak butuh persetujuan pak Mahmud. Dengan air mata berlinang, ia masuk sesaat setelah melepas sandalnya.

Yang langsung Dewi lakukan ialah mematikan televisi yang sedang Alif tonton. “Yang paling ditakutkan kalau kita hanya menumpang memang begini. Karena seenak-enaknya menumpang, hidup lontang-lantung di jalanan bahkan lebih baik. Enggak akan ada yang mengusik, apalagi mengungkit semua yang pernah diberikan,” batin Dewi sambil menutup toples camilan yang sedang dimakan Alif.

“Ma, kenapa?” lirih Alif.

“Enggak kenapa-kenapa, tapi kita harus pergi. Alif ikut Mama, ya. Dek Utari juga ikut!” lembut Dewi tak mau menunjukan kesedihannya. Meski di beberapa kesempatan, air matanya akan jatuh membasahi pipi.

Alif yang melihat air mata mamanya kerap berlinang, memilih patuh. Namun, ia menolak diemban karena ia sempat diwanti-wanti ibu Aminah. Karena efek baru melahirkan Utari, kata ibu Aminah Alif dilarang minta gendong ke mama. Mama tidak boleh angkat yang berat-berat termasuk itu menggendong Alif.

Tak banyak yang Dewi lakukan karena Dewi hanya membereskan semua barang yang ia beli dan itu tidak begitu banyak. Sisanya dan memang pemberian ibu Aminah dan pak Mahmud, sengaja Dewi tinggal tapi dalam keadaan rapi. Termasuk juga pakaian yang sedang Alif pakai, Dewi sengaja menggantinya lantaran itu pemberian ibu Aminah.

“Ma, pamit ke Ibu, enggak? Tadi ibu bilang, ibu mau tidur,” ucap Alif.

“Enggak usah. Kasihan ibu capek. Kita pamit ke bapak saja,” ucap Dewi dengan suaranya yang masih sengau.

Beres mengurus Alif, Dewi langsung mengemban Utari. Ia melakukannya dengan hati-hati, dan berakhir pamit kepada pak Mahmud. Di depan pintu masuk utama rumah, tampaknya pria itu sengaja menunggu. Pak Mahmud seolah ingin memastikan Dewi dan anak-anaknya benar-benar angkat kaki dari rumahnya.

“Kamu tidak membangunkan Ibu, kan?” ketus pak Mahmud.

Alif yang terbiasa disikapi hangat oleh pak Mahmud langsung takut. Sebab pria itu tak beda dengan Prasetyo ketika sedang marah. Alif sengaja bersembunyi di balik rok sebelah kanan milik sang mana.

“Tidak, Pak. Sumpah demi apa pun, saya tidak berani melakukannya,” yakin Dewi yang kemudian menyodorkan kantong keresek besar berwarna hitam di tangan kirinya. Karena kebetulan, tangan kanannya akan menahan Utari atau malah menggandeng Alif.

“Ya sudah, ... uang tabunganmu di Ibu tinggal berapa?” lanjut pak Mahmud yang memang tahu, Dewi menitipkan sejumlah uang kepada istrinya.

“Tinggal seratus, Pak. Namun, jika memang ada potongan, potong saja,” ucap Dewi langsung menolak ketika sang bos memberinya lima lembar uang seratus ribu. Uang yang bagi Dewi sudah sangat banyak karena kini masih tahun 1989.

Dewi hanya mengambil satu lembar uang seratus ribu, meski pak Mahmud memaksanya menerima semuanya. Kemudian, ia juga membuka kantong hitamnya dan menjelaskan detail pakaian maupun barang di dalamnya. “Yang dari Ibu maupun Bapak, saya simpan rapi di lemari.”

“Permisi, assalamualaikum. Tolong sampaikan salam, maaf, sekaligus terima kasih saya ke Ibu, Pak. Sekali lagi terima kasih banyak. Maaf juga kalau saya banyak salah!” ucap Dewi yang memang langsung pergi.

Setelah susah payah melangkah, menempuh perjalanan lebih dari satu kilo meter, sampailah mereka di KUA. Dewi mengurus semuanya. Layaknya arahan pak Mahmud, Dewi memang banyak bertanya, meminta arahan hingga semua berkas yang Dewi urus dinyatakan lengkap. Sebagian uang sisa yang Dewi ambil dari pak Mahmud juga terpakai untuk adminitrasi maupun pembayaran lainnya. Uang Dewi hanya tersisa tiga puluh ribu, dan hanya mengandalkan uang tersebut, Dewi dan kedua anaknya akan menggantungkan hidup.

“Bisa, ... aku bisa! Cari tempat tinggal yang bisa bayarnya dicicil. Sambil kerja, pasti ketutup. Mending sewa tempat tinggal daripada numpang bahkan meski itu numpang ke rumah bos sendiri,” batin Dewi. Ia tak langsung pergi. Sebab di bangku tunggu, Alif yang meringkuk di atas kantong, masih tidur pulas. Kemudian, yang Dewi lakukan ialah memandangi wajah cantik putrinya. Tak beda dengan Alif, dari tadi Utari juga sangat anteng.

“Harusnya segera diproses karena katanya sudah lengkap. Alhamdullilah, enggak harus berurusan dengan mas Pras lagi. Urusan dia mau kasih nafkah enggaknya terserah. Biar jadi urusan dia sama Allah. Bismillah masih ada rezeki untuk anak-anak, setelah ini, aku bakalan langsung mulai kerja lagi!” batin Dewi bersemangat. Meski adegan diusir pak Mahmud, masih membuatnya trauma.

Terpopuler

Comments

Wurry

Wurry

maaf mbak Ros koreksi ya, pecahan uang (100.000) seratus ribu di thn 1989 itu blm ada, tertinggi msh 20 rb, sdgkn pecahan uamg 50 ribu itu ada dicetak di thn 1995 yaitu 50 thn Indonesia Merdeka. dan gambarnya alm bpk Soeharto persiden RI thn tsb..
kakek seorang Numestatik, kolektor uang kuno sekaligus utk berinvestasi

2024-04-19

0

Sarti Patimuan

Sarti Patimuan

Nyesek banget Dewi yang malang

2024-05-04

0

Arieee

Arieee

😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭

2024-05-01

0

lihat semua
Episodes
1 1 : Dewi yang Malang
2 2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3 3 : Korban Perceraian Orang Tua
4 4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5 5 : Selalu Disalahkan
6 6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7 7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8 8 : Tak Terima
9 9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10 10 : Digerebeg
11 11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12 12 : Tukang Ojek
13 13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14 14 : Maksud Ibu Aminah
15 15 : Mendadak Diusir
16 16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17 17 : Menerima Tawaran
18 18 : Mulai Menyesal
19 19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20 20 : Mendadak Nelangsa
21 21 : Keluarga Mas Abdul
22 22 : Perhatian Mas Abdul
23 23 : Calonnya Mas Abdul
24 Dua Puluh Empat
25 Dua Puluh Lima
26 Dua Puluh Enam
27 Dua Puluh Tujuh
28 Beri Aku Alamatmu!
29 Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30 Wanita Sangat Tangguh
31 Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32 Sumpah Pocong
33 Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34 Bapaknya Anak-Anak?
35 Rencana Usaha yang Makin Besar
36 Kabar Terbaru Warti
37 Ajakan Menikah
38 Mantan Tak Tahu Diri
39 Amarah Dewi
40 Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41 Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42 Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43 Alasan Kenapa Harus Menikah
44 Berurusan Dengan Polisi
45 Alhamdullilah
46 Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47 Di Dini Hari yang Sunyi
48 Kabar Penangkapan Dewi
49 Keadilan Untuk Dewi
50 50 : Hikmah Di Balik Musibah
51 Nasib Prasetyo Sekeluarga
52 Mirip Keluarga Sesungguhnya
53 53 : Dimudahkan
54 54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55 55 : Transmigrasi
56 56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57 57 : Istriku Serba Bisa!
58 58 : Potret Keluarga Bahagia
59 59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60 60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61 Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62 61 : Dewi yang Sekarang
63 62 : Kabar Ibu Safangah
64 63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65 64 : Mei ...
66 65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67 66 : Doa yang Menjadi Alasan
68 67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69 68. Saling Menguatkan
70 69. Mimpi dan Petunjuk
71 70. Kronologinya....
72 71. Belum Final
73 72. Mulai Bertemu
74 73. Rencana yang Berubah
75 74. MEGA
76 75. Pelarian yang Gagal
77 76. Pulang Ke Jawa
78 77. Keuarga—Adik Kakak
79 78. Masya Allah
80 79. Perubahan Demi Perubahan
81 80. Papa
82 Bab Delapan Puluh Satu
83 Bab Delapan Puluh Dua
84 Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85 Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86 Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87 Kisah Cinta Hunairah
88 Kemenangan Bagi Para Pejuang
89 Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)
Episodes

Updated 89 Episodes

1
1 : Dewi yang Malang
2
2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3
3 : Korban Perceraian Orang Tua
4
4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5
5 : Selalu Disalahkan
6
6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7
7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8
8 : Tak Terima
9
9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10
10 : Digerebeg
11
11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12
12 : Tukang Ojek
13
13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14
14 : Maksud Ibu Aminah
15
15 : Mendadak Diusir
16
16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17
17 : Menerima Tawaran
18
18 : Mulai Menyesal
19
19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20
20 : Mendadak Nelangsa
21
21 : Keluarga Mas Abdul
22
22 : Perhatian Mas Abdul
23
23 : Calonnya Mas Abdul
24
Dua Puluh Empat
25
Dua Puluh Lima
26
Dua Puluh Enam
27
Dua Puluh Tujuh
28
Beri Aku Alamatmu!
29
Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30
Wanita Sangat Tangguh
31
Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32
Sumpah Pocong
33
Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34
Bapaknya Anak-Anak?
35
Rencana Usaha yang Makin Besar
36
Kabar Terbaru Warti
37
Ajakan Menikah
38
Mantan Tak Tahu Diri
39
Amarah Dewi
40
Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41
Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42
Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43
Alasan Kenapa Harus Menikah
44
Berurusan Dengan Polisi
45
Alhamdullilah
46
Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47
Di Dini Hari yang Sunyi
48
Kabar Penangkapan Dewi
49
Keadilan Untuk Dewi
50
50 : Hikmah Di Balik Musibah
51
Nasib Prasetyo Sekeluarga
52
Mirip Keluarga Sesungguhnya
53
53 : Dimudahkan
54
54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55
55 : Transmigrasi
56
56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57
57 : Istriku Serba Bisa!
58
58 : Potret Keluarga Bahagia
59
59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60
60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61
Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62
61 : Dewi yang Sekarang
63
62 : Kabar Ibu Safangah
64
63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65
64 : Mei ...
66
65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67
66 : Doa yang Menjadi Alasan
68
67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69
68. Saling Menguatkan
70
69. Mimpi dan Petunjuk
71
70. Kronologinya....
72
71. Belum Final
73
72. Mulai Bertemu
74
73. Rencana yang Berubah
75
74. MEGA
76
75. Pelarian yang Gagal
77
76. Pulang Ke Jawa
78
77. Keuarga—Adik Kakak
79
78. Masya Allah
80
79. Perubahan Demi Perubahan
81
80. Papa
82
Bab Delapan Puluh Satu
83
Bab Delapan Puluh Dua
84
Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85
Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86
Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87
Kisah Cinta Hunairah
88
Kemenangan Bagi Para Pejuang
89
Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!