5 : Selalu Disalahkan

“Pak, saya mau tanya. Memangnya wanita yang melahirkan dan bernama Dewi sudah mati? Masa lahiran dari pagi, jam segini belum pulang juga?”

“Emang dasar enggak punya o.tak itu orang!”

“Bukannya buru-buru pulang, di rumah pada kelaperan dan apa-apa ko.tor. Eh sengaja pura-pura mati!”

Ucapan panjang lebar itu berasal dari mulut Warti, kakak tertua Prasetyo. Ia datang bersama ibu Surmi. Keduanya datang menggunakan ojek tak lama setelah kepergian Dewi.

Satpam yang berjaga jadi kebingungan. Ingin menanggapi, cara Warti berbicara saja sangat tidak sopan. Selain itu setelah ia mencermati ucapan Warti, ia juga jengkel sendiri.

“Ibu-ibu ini cari siapa?” lembut pak satpam berusaha sopan.

Jika kalian berpikir keluarga Prasetyo mirip keluarga Angga di novel Pembalasan Seorang Istri yang Dianggap Sebagai Parasit Rumah Tangga, kalian tidak sepenuhnya benar. Sebab berbeda dengan keluarga Angga yang juga malas mengurus diri, keluarga Prasetyo malah kebalikannya.

Bagi keluarga Prasetyo bahkan ibu Surmi, tiap hari wajib necis sekaligus wangi. Bibir menor, wajah juga wajib kinclong. Tak peduli keadaan rumah dan memang mereka serahkan ke Dewi. Asal sudah dandan cantik dan perut kenyang, keadaan tersebut sudah cukup untuk bergaya.

“Kami cari Dewi. Yang tadi lahiran di sini. Dia bawa anak juga. Anaknya namanya Alif dan usianya sekitar empat tahun!” ucap Warti marah-marah.

Sang satpam yang menyimak dengan entengnya berkata, “Namun dari tadi pagi memang tidak ada yang lahiran di sini, Bu. Karena dari dulu, proses lahiran atau itu persalinan, diwajibkan dilakukan di ruang khusus. Semuanya akan diproses di ruang persalinan.”

Mendengar itu, Warti maupun ibu Surmi langsung jengkel.

“Pantas kamu jadi satpam, wong IQ kamu saja keropos!” kesal Warti yang tak segan meluda.hi kaki sang satpam.

Tentu, satpam yang dibegitukan oleh wanita dan kiranya berusia tiga puluh lima tahun, tidak terima. Tukang parkir yang menyaksikan dari kejauhan, segera melerai karena sang satpam nyaris menggam.par Warti.

Hingga malam semakin larut, Warti yang sudah pulang, jadi makin jengkel. Di dalam kontrakan, ia tak hentinya nyerocos, mengeluhkan keberadaan Dewi maupun Prasetyo.

“Mereka pada janjian apa bagaimana? Masa jam segini belum ada yang pulang! Enggak tahu apa, yang di rumah hampir mati karena kelaparan. Mana rumah ko.tor begini. Cucian baju juga belum diberesin. Termasuk gerabah itu sudah pada numpuk. Ini lagi, lantai seko.tor ini.belum disapu. Si Dewi emang gob.log. Enggak punya otak!” kesal ibu Surmi masih hanya marah-marah.

Padahal di kontrakan Dewi dan Prasetyo dirinya tinggal, anak dan menantunya masih hidup. Semuanya masih sehat dan bisa membereskan semua yang baru saja ia keluhkan dan baginya wajib hanya Dewi yang melakukannya. Namun, mereka yang juga tidak punya hati, tak ubahnya pakaian kot.or yang terserak di lantai. Mereka bahkan hanya diam asyik dengan pasangan masing-masing, meski anak-anak mereka mengobrak-abrik lemari di kamar Dewi. Keadaan makin berantakan lantaran kondisi tersebut. Dan lagi-lagi, kenyataan tersebut membuat kemarahan ibu Surmi kepada Dewi, makin menjadi-jadi.

***

Di tempat berbeda, Dewi yang terus saja di salahkan, justru mulai merasakan apa itu nyaman sekaligus damai.

“Ya Allah, ... niat dan harapanku masih sama. Tolong buat suamiku hanya melihatku dan juga keluarga kecil kami. Tolong buat suamiku lebih tanggung jawab kepada kami seperti awal perkenalan kami.”

“Masa iya, dia tahu aku lahiran saja, malah pergi. Masa sekadar izin hari ini saja, tetap tidak bisa?”

“Lima tahun mengabdi, menjadi tulang punggung keluarganya. Aku bahkan tetap diam ketika ketulusanku yang mereka perlakukan layaknya bud.ak, mereka balas dengan caci.an.”

“Jika keadaannya tetap begini ya Allah. Jika mereka tetap tidak mau menghargai aku, atau setidaknya peduli kepada anak-anak mas Prasetyo. Padahal lima tahun bukan waktu yang sebentar, ... aku pasrah, ya Allah.”

“Lima tahun sudah sangat cukup! Tunjukkanlah mana yang benar. Tunjukkanlah mana yang harus aku lakukan! Karena kepada anak-anak kami saja, mereka, termasuk mas Pras, tega!”

“Sekarang, ... jika memang suamiku tidak baik untukku bahkan untuk anak-anak kami, tolong jauhkan lah kami. Tolong, bagaimanapun caranya, permudah agar kami benar-benar jauh!”

Berlinang air mata, Dewi terjaga meratapi wajah anak-anaknya. “Hidup bertiga begini jauh lebih baik, Nak. Kalian tidak harus terus mengalah. Apalagi setiap bersama mereka, mendapatkan sisa saja, kita tidak.”

“Hidup bertiga begini juga bikin Mama bisa kasih kalian makanan enak. Mama bisa kasih kalian fasilitas bagus. Karena demi kalian, Mama akan makin semangat kerja!”

“Daripada hidup dengan papa, tapi kalian terus diam.uk, padahal dalam segala hal, kalian sudah serba mengalah!”

Dewi sedang merasakan lelahnya bersabar sekaligus bertahan. Apalagi selama lima tahun menjadi istri Prasetyo, dirinya terus dituduh menghabis-habiskan uang Prasetyo oleh keluarga suaminya itu. Padahal, Dewi sudah menjabarkan sejelas-jelasnya apa yang keluarga Prasetyo tuduhkan kepadanya. Malahan gaji dan semua uang Prasetyo sudah langsung disetorkan kepada ibu Surmi. Fatalnya, selain ikut numpang di kontrakan, sedangkan gaji Prasetyo pun sudah pihak Prasetyo yang pegang semua, urusan makan dan beres-beres rumah, termasuk bayar kontrakan dan segala tagihan. Semua itu dilimpahkan kepada Dewi.

“Jadi mohon maaf, ya. Jika pada akhirnya, mama dan papa pisah. Karena memang buat apa bersama jika bersama hanya membuat kita terluka?”

Dewi yang masih berbicara dalam hati, memutuskan untuk ikut meringkuk dan tidur di sebelah sang putri. Ibu Aminah dan pak Mahmud begitu baik. Keduanya memberinya kamar untuk tinggal. Di sana, bersama kedua anaknya, Dewi tinggal di kasur empuk. Beda dari ketika mereka di kontrakan. Karena meski di kontrakan sendiri, kedatangan keluarga Prasetyo membuat mereka harus merelakan kasur berikut bantal mereka, untuk keluarga Prasetyo yang jahatnya mirip silu.man.

Kini, di rumah ibu Aminah, mereka tak hanya mendapatkan kasur dan bantal empuk. Karena selimut pun, mereka dapat terpisah. Sementara meja di sana, juga penuh makanan maupun minuman Ada buah, roti, dan juga nasi komplit. Di rumah ibu Aminah, mereka tak akan kelaparan seperti di kontrakan. Karena selain sangat pemalas, keluarga Prasetyo juga tipikal rakus. Jangankan kepada Dewi dan Alif, kepada sesama saudara saja, mereka tak segan caka.r-caka.ran jika sedang berebut makanan.

“Jika berpisah memang lebih baik, ... aku ikhlas. Aku akan fokus urus anak saja. Aku juga tidak akan menikah lagi. Bertiga begini lebih bahagia. Aku akan tetap bekerja di banyak tempat, agar anak-anakku juga bisa sekolah tinggi,” batin Dewi makin sulit menyudahi air mata maupun kesedihannya.

Awalnya, Dewi memang sudah nyaris memejamkan mata. Ditambah lagi kini sudah tengah malam. Namun ketika ia kembali ingat keadaannya, ia merasa sangat nelangsa. Dari kecil, Dewi ibaratnya sudah dibuang oleh orang tuanya sendiri. Kemudian Dewi juga terusir oleh keluarganya sendiri. Sementara kini, Dewi masih belum memiliki kehidupan lebih baik.

“Maaf kalau Mama enggak bisa bikin kalian punya papa yang baik. Maaf kalau Mama bikin kalian makin jauh dari papa kalian.”

Dewi tidak tahu, apakah di luar sana juga ada wanita yang merasakan layaknya apa yang tengah ia rasakan? Wanita yang akan merasa sangat khawatir mengecewakan anak-anaknya, hanya karena keputusan besar yang akan ia pilih dan itu perceraian? Karena jika perceraian menjadi akhir, otomatis anak juga yang jadi korban.

“Masalahnya, ... belum cerai pun anak-anakku sudah jadi korban,” sedih Dewi makin sesenggukan. “Jika memang mas Pras tetap enggak ada niatan buat berubah, memang lebih baik bercerai!”

“Orang-orang pasti akan menganggap aku egois, lemah, bahkan tidak beragama karena memilih perceraian sebagai akhir dari pernikahan!”

“Tidak apa-apa, aku terima asal mereka tidak mengusik anak-anakku!”

Dewi paham betul, hidup di kampung akan membuatnya makin gampang diadi.li, meski ia tak sedang menjalani persidang.an. Bahkan meski Dewi sudah melakukan yang terbaik, pasti ada saja yang menganggapnya salah. Namun untuk yang kali ini, tekad Dewi sudah bulat. Dewi akan mengambil sikap tegas andai nanti Prasetyo datang.

“Sudah tidak kurang saya menghubunginya. Belasan SMS dan telepon tidak ada yang digubris!”

Terpopuler

Comments

Sarti Patimuan

Sarti Patimuan

Dewi mendingan cerai anak anak nya lebih terurus makanan nya

2024-04-30

0

@ntique

@ntique

sabar dewii..smua kn indah pd wktnya

2024-04-29

0

Firli Putrawan

Firli Putrawan

y wi kt pasrahkan dengan yg punya kehidupan mengadu lah dan memohon d berikan jln yg terbaik buat km dan ke 2 anakmu

2024-04-06

0

lihat semua
Episodes
1 1 : Dewi yang Malang
2 2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3 3 : Korban Perceraian Orang Tua
4 4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5 5 : Selalu Disalahkan
6 6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7 7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8 8 : Tak Terima
9 9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10 10 : Digerebeg
11 11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12 12 : Tukang Ojek
13 13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14 14 : Maksud Ibu Aminah
15 15 : Mendadak Diusir
16 16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17 17 : Menerima Tawaran
18 18 : Mulai Menyesal
19 19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20 20 : Mendadak Nelangsa
21 21 : Keluarga Mas Abdul
22 22 : Perhatian Mas Abdul
23 23 : Calonnya Mas Abdul
24 Dua Puluh Empat
25 Dua Puluh Lima
26 Dua Puluh Enam
27 Dua Puluh Tujuh
28 Beri Aku Alamatmu!
29 Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30 Wanita Sangat Tangguh
31 Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32 Sumpah Pocong
33 Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34 Bapaknya Anak-Anak?
35 Rencana Usaha yang Makin Besar
36 Kabar Terbaru Warti
37 Ajakan Menikah
38 Mantan Tak Tahu Diri
39 Amarah Dewi
40 Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41 Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42 Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43 Alasan Kenapa Harus Menikah
44 Berurusan Dengan Polisi
45 Alhamdullilah
46 Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47 Di Dini Hari yang Sunyi
48 Kabar Penangkapan Dewi
49 Keadilan Untuk Dewi
50 50 : Hikmah Di Balik Musibah
51 Nasib Prasetyo Sekeluarga
52 Mirip Keluarga Sesungguhnya
53 53 : Dimudahkan
54 54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55 55 : Transmigrasi
56 56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57 57 : Istriku Serba Bisa!
58 58 : Potret Keluarga Bahagia
59 59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60 60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61 Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62 61 : Dewi yang Sekarang
63 62 : Kabar Ibu Safangah
64 63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65 64 : Mei ...
66 65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67 66 : Doa yang Menjadi Alasan
68 67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69 68. Saling Menguatkan
70 69. Mimpi dan Petunjuk
71 70. Kronologinya....
72 71. Belum Final
73 72. Mulai Bertemu
74 73. Rencana yang Berubah
75 74. MEGA
76 75. Pelarian yang Gagal
77 76. Pulang Ke Jawa
78 77. Keuarga—Adik Kakak
79 78. Masya Allah
80 79. Perubahan Demi Perubahan
81 80. Papa
82 Bab Delapan Puluh Satu
83 Bab Delapan Puluh Dua
84 Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85 Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86 Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87 Kisah Cinta Hunairah
88 Kemenangan Bagi Para Pejuang
89 Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)
Episodes

Updated 89 Episodes

1
1 : Dewi yang Malang
2
2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3
3 : Korban Perceraian Orang Tua
4
4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5
5 : Selalu Disalahkan
6
6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7
7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8
8 : Tak Terima
9
9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10
10 : Digerebeg
11
11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12
12 : Tukang Ojek
13
13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14
14 : Maksud Ibu Aminah
15
15 : Mendadak Diusir
16
16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17
17 : Menerima Tawaran
18
18 : Mulai Menyesal
19
19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20
20 : Mendadak Nelangsa
21
21 : Keluarga Mas Abdul
22
22 : Perhatian Mas Abdul
23
23 : Calonnya Mas Abdul
24
Dua Puluh Empat
25
Dua Puluh Lima
26
Dua Puluh Enam
27
Dua Puluh Tujuh
28
Beri Aku Alamatmu!
29
Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30
Wanita Sangat Tangguh
31
Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32
Sumpah Pocong
33
Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34
Bapaknya Anak-Anak?
35
Rencana Usaha yang Makin Besar
36
Kabar Terbaru Warti
37
Ajakan Menikah
38
Mantan Tak Tahu Diri
39
Amarah Dewi
40
Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41
Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42
Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43
Alasan Kenapa Harus Menikah
44
Berurusan Dengan Polisi
45
Alhamdullilah
46
Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47
Di Dini Hari yang Sunyi
48
Kabar Penangkapan Dewi
49
Keadilan Untuk Dewi
50
50 : Hikmah Di Balik Musibah
51
Nasib Prasetyo Sekeluarga
52
Mirip Keluarga Sesungguhnya
53
53 : Dimudahkan
54
54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55
55 : Transmigrasi
56
56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57
57 : Istriku Serba Bisa!
58
58 : Potret Keluarga Bahagia
59
59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60
60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61
Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62
61 : Dewi yang Sekarang
63
62 : Kabar Ibu Safangah
64
63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65
64 : Mei ...
66
65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67
66 : Doa yang Menjadi Alasan
68
67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69
68. Saling Menguatkan
70
69. Mimpi dan Petunjuk
71
70. Kronologinya....
72
71. Belum Final
73
72. Mulai Bertemu
74
73. Rencana yang Berubah
75
74. MEGA
76
75. Pelarian yang Gagal
77
76. Pulang Ke Jawa
78
77. Keuarga—Adik Kakak
79
78. Masya Allah
80
79. Perubahan Demi Perubahan
81
80. Papa
82
Bab Delapan Puluh Satu
83
Bab Delapan Puluh Dua
84
Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85
Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86
Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87
Kisah Cinta Hunairah
88
Kemenangan Bagi Para Pejuang
89
Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!