3 : Korban Perceraian Orang Tua

Dewi terpaksa membiarkan putri cantiknya diazani orang lain lantaran Prasetyo tak kunjung datang. Prasetyo tetap tidak ada kabar, tapi yang Dewi tahu, pasti suaminya itu sedang bekerja. Apalagi terakhir kali, alasan suaminya meninggalkannya karena ditelepon ibu Retno. Bayangkan jika Dewi tahu apa yang sesungguhnya terjadi, pasti Dewi tak akan sesabar sekarang.

Termasuk juga dengan keluarga Prasetyo. Mereka yang selama Dewi menjadi istri Prasetyo, menganggap Dewi sebagai benalu mereka, juga tidak ada yang datang. Padahal selama lima tahun menjadi bagian dari mereka, Dewi mereka paksa menjadi tulang punggung keluarga.

Bagi keluarga Prasetyo, sudah menjadi kewajiban sekaligus risiko Dewi sebagai istri Prasetyo untuk menjadi tulang punggung juga. Bahkan sekadar mencuci pakaian dan bekas makan mereka saja, masih Dewi yang harus melakukannya.

Kini, sebelum Prasetyo menjemput, Dewi bertekad tidak akan pulang. Dewi memanfaatkan sisa waktu istirahatnya di rumah sakit, untuk mengurus anak-anaknya.

Terbiasa bekerja keras membuatnya tak merasakan hambatan berarti. Meski sekitar empat jam lalu, dirinya baru melahirkan. Terlebih jika bukan dirinya yang melakukannya, memang tidak ada yang mengurus anak-anaknya.

Dewi memandikan Alif, mengobati luka putranya itu, dan memakaikan pakaian baru yang sudah ia beli lewat teman kerjanya. Dewi sengaja mengambil tabungan yang selama ini ia titipkan ke tiga orang majikannya.

“Aku enggak mungkin bisa nabung kalau enggak disimpankan orang lain. Karena andai aku yang pegang uang, sekencang dan serapat apa pun aku menyimpannya, pasti ujung-ujungnya buat dana darurat keluarga mas Pras. Ada saja alasannya dan pada akhirnya ribut.”

“Saking hafalnya ketiga bosku pada keadaan keluarga suamiku, tiap bulannya mereka sengaja menahan seperempat bagian dari gajiku. Karena meski seperempatnya lagi selalu aku pakai buat beli keperluan Alif, lagi-lagi hak Alif juga dirampas keluarga mas Pras. Beneran bukan hanya setengah gaji yang aku sisakan.”

“Tentu awal-awal, bahkan sampai sekarang, aku selalu melawan. Namun saking capeknya, sekarang aku lebih memilih diam.”

“Sementara alasanku tetap bertahan, semata-mata memang demi anak.”

“Orang tuaku bercerai ketika aku berusia sekitar lima tahun. Sedikit banyaknya aku masih ingat. Dulu, sebelum mereka bercerai, mereka sering bertengkar seperti yang terjadi antara aku dan papanya anak-anak.”

Saat itu, aku sering menjadi pelampiasan amarah orang tuaku. Aku sering dipukuli, di setiap pertengkaran orang tuaku.”

“Aku tahu rasanya jadi yatim piatu meski orang tuaku masih hidup. Mereka bahkan bahagia dengan keluarga baru mereka. Karena setelah bercerai, mereka sudah mendapatkan jodoh sekaligus keluarga baru. Sementara aku, ... aku harus berjuang sendiri, di usiaku yang masih sangat dini.”

“Karena jangankan nafkah yang sudah menjadi hakku sekaligus kewajiban mereka kepadaku. Sekadar menanyakan kabar, atau setidaknya mendatangiku, mereka tidak pernah melakukannya.”

“Padahal kami tinggal di kecamatan sama. Sementara ketika aku nekat datang karena kerinduanku terhadap mereka, ... lagi-lagi mereka hanya memarahiku. Mereka mengusirku, dan cacian akan terus mereka lakukan kepadaku, bahkan meski aku sudah pergi.”

“Pernah aku nekat masuk rumah mereka. Aku duduk di sebelah adik-adikku yang sedang makan satu meja dengan anak bawaan dari pasangan baru orang tuaku.”

“Saat itu, aku juga ingin makan karena aku sudah sangat lapar. Kebetulan, mereka sedang makan dengan lauk dan sayur yang tampak sangat lezat. Namun lagi-lagi, mereka mengusirku.”

“Mereka berdalih, untuk makan keluarga mereka saja masih kurang. Sementara hadirnya aku di tengah mereka hanya jadi beban.”

“Selain tidak memberiku makan walau satu butir nasi, yang mereka lakukan tetap mengusir sekaligus memukuliku selagi aku tidak mau pergi.”

“Kemudian, ... kakek dan nenek dari pihak mamak yang mengurusku, juga turut mereka marahi.”

“Mak, Pak, ... jaga Dewi. Jangan biarkan dia jadi pengemis di sini! Bentar-bentar datang ke rumah minta makan! Urus keluargaku yang sekarang saja, sudah pusing. Eh Dewi malah makin bikin pusing!”

“Dulu, ucapan itu terlontar dari mulut mamak maupun bapakku kepada kakek dan nenekku. Dengan sabar, kakek dan nenekku menasehati keduanya. Kakek dan nenekku mengingatkan orang tuaku, bahwa biar bagaimanapun, aku tetap anak mereka. Hanya saja, mereka tetap tidak menginginkan kehadiranku.”

“Orang tuaku menganggap, bahwa aku merupakan simbol luka sekaligus kesedihan mereka. Padahal andai boleh memilih, aku juga tidak mau memiliki orang tua seperti mereka.”

“Saat itu juga kakek nenekku berusaha merangkulku. Mereka memintaku untuk berhenti menangis.”

“Kakek nenekku tak mau aku bersedih lagi karena aku masih memiliki mereka yang akan senantiasa menyayangiku. Padahal tanpa harus mereka minta, sejak itu juga aku bertekad untuk tidak lagi memikirkan orang tuaku.”

“Aku bersumpah tak akan datang meminta makan kepada orang tuaku, seberapa pun aku kelaparan. Sementara alasanku saat itu menangis meraung-raung, tak semata karena aku ingin mengakhiri semua rasa sayangku kepada orang tuaku. Saat itu, rasanya memang sangat sulit karena aku juga hanya seorang anak biasa. Seorang anak yang sangat haus kasih sayang orang tua!”

Dewi kecil dirawat kakek neneknya yang sudah renta. Berlinang air mata, Dewi mengingatnya. Apalagi akibat keadaan kakek neneknya, sejak kecil Dewi juga turut merawat keduanya. Pekerjaan rumah dan pekerjaan sawah, sudah biasa Dewi lakoni sejak dini. Keadaan menuntut Dewi untuk dewasa sebelum waktunya.

Jangankan merasakan kehidupan anak-anak sebayanya. Sekadar makan saja, Dewi makan apa yang ia temukan di pekarangan, sawah, atau itu mencari ikan di sungai.

Sering kali jika musim tanam maupun panen padi tiba, Dewi juga turut diajak bekerja atau yang warga setempat sebut embret. Sementara untuk biaya sekolah, Dewi mendapatkan keringanan biaya. Puncaknya ketika sang kakek meninggal, saat itu Dewi masih kelas lima SD. Sang nenek yang memang sangat mencintai suaminya, jadi makin sakit-sakitan. Beberapa kali, anak dari nenek Dewi datang, kecuali mamanya Dewi. Mereka mengobati sekaligus merawat nenek. Hanya saja, mereka langsung marah besar ketika tahu, bahwa nenek dan kakek Dewi, mewariskan dua petak sawah, maupun rumah berikut pekarangannya, kepada Dewi.

Semua yang diwariskan Dewi merupakan bagian yang belum dibagikan kepada anak-anaknya. Karena semuanya sudah mendapatkan jatah warisan. Dewi yang tidak tahu apa-apa, dipaksa mereka untuk pergi merantau ke kota. Mereka melarang dewi melanjutkan sekolah karena memang tidak ada biaya.

“Kalau kamu pengin sekolah, sana kerja. Cari uang dulu karena mamak kamu saja sudah enggak mau urusin kamu!” Itulah yang dikatakan ketiga paman dan juga tiga tante Dewi.

Dewi terusir dan terpaksa ikut tetangganya yang biasa menyalurkan pekerja ke makelar yang ada Bandung. Di Bandung, Dewi bekerja sebagai ART. Majikannya langsung cocok karena meski masih kecil, Dewi sangat rajin sekaligus cekatan.

Belum ada satu bulan di Bandung, Dewi mendapat surat dari kampung. Dewi dikabari bahwa neneknya sudah meninggal. Namun, anak-anak neneknya melarang Dewi pulang. Lagi-lagi mereka memaksa Dewi untuk tidak mengungkit warisan. Detik itu juga, Dewi tidak memiliki semangat untuk pulang. Meski pertemuannya dengan Prasetyo yang merupakan sopir rumah di depan rumah majikan Dewi, membawa Dewi kembali ke kampung halaman.

Kesantunan Prasetyo, dan juga rasa sayang Prasetyo kepada orang tua sekaligus keluarga, menjadi alasan Dewi cepat dekat dengan Prasetyo. Dewi yang berasal dari keluarga amburadul, yakin Prasetyo akan membuatnya merasakan hangatnya keluarga, andai dirinya menikah dengan Prasetyo. Apalagi demi mendapatkan uang lebih untuk keluarganya, Prasetyo bahkan sengaja sambil jualan pakaian, perabotan, dan juga makanan.

Selain parasnya yang gagah, Prasetyo yang berkulit kuning langsat juga berasal dari kampung yang sama dengan Dewi berasal. Alasan tersebut juga yang membuat keduanya cepat nyambung bahkan, cocok.

Namun setelah mereka menikah, akhirnya Dewi tahu alasan Prasetyo begitu bertanggung jawab kepada orang tua maupun saudaranya. Sebab Prasetyo tak ubahnya dana darurat yang akan selalu keluar, ketika mereka membutuhkan. Apalagi nyatanya, Dewi juga dipaksa melakukan apa yang selama ini Prasetyo lakukan, dan itu menjadi tulang punggung.

Kendati demikian, demi anak-anaknya agar tidak merasakan apa yang ia rasakan, Dewi bertekad untuk mengubah cara pikir suaminya. Soalnya, Dewi juga memiliki kenalan yang nasibnya mirip Dewi. Suami wanita itu berubah dan kini mereka hidup tentram.

“Semoga aku juga bisa!” batin Dewi yang kini tengah menyuapi Alif makan. Ia mendapat kiriman makanan enak dari salah satu bosnya. Hingga kini, bersama sang anak, ia akan makan dengan leluasa. Sebab andai ia ada di kontrakan, pasti tidak mungkin bisa karena di sana ada keluarga Prasetyo. Bukannya tak mau berbagi, masalahnya andai mereka tahu, pasti semuanya dihabiskan dan Dewi bahkan Alif, sama sekali tidak diberi.

••••

Terpopuler

Comments

@ntique

@ntique

khusus ortu yg pny ank cowok (trmsk sy jg)..tlg jgn sampe salah asuh krn bsknya mreka jd kepala kluarga hrs bertgjwb sm ank istri,sayangi dn hargai perempuan jgn dianggap sapi perah,slng kerjasama dlm smua hal

2024-04-29

0

Sarti Patimuan

Sarti Patimuan

Ya Allah malangnya Dewi semoga kelak bisa mendapatkan kebahagiaan nya

2024-04-30

0

Sri Widjiastuti

Sri Widjiastuti

paketnya Dewi komplit pake banget

2024-05-03

0

lihat semua
Episodes
1 1 : Dewi yang Malang
2 2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3 3 : Korban Perceraian Orang Tua
4 4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5 5 : Selalu Disalahkan
6 6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7 7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8 8 : Tak Terima
9 9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10 10 : Digerebeg
11 11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12 12 : Tukang Ojek
13 13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14 14 : Maksud Ibu Aminah
15 15 : Mendadak Diusir
16 16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17 17 : Menerima Tawaran
18 18 : Mulai Menyesal
19 19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20 20 : Mendadak Nelangsa
21 21 : Keluarga Mas Abdul
22 22 : Perhatian Mas Abdul
23 23 : Calonnya Mas Abdul
24 Dua Puluh Empat
25 Dua Puluh Lima
26 Dua Puluh Enam
27 Dua Puluh Tujuh
28 Beri Aku Alamatmu!
29 Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30 Wanita Sangat Tangguh
31 Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32 Sumpah Pocong
33 Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34 Bapaknya Anak-Anak?
35 Rencana Usaha yang Makin Besar
36 Kabar Terbaru Warti
37 Ajakan Menikah
38 Mantan Tak Tahu Diri
39 Amarah Dewi
40 Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41 Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42 Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43 Alasan Kenapa Harus Menikah
44 Berurusan Dengan Polisi
45 Alhamdullilah
46 Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47 Di Dini Hari yang Sunyi
48 Kabar Penangkapan Dewi
49 Keadilan Untuk Dewi
50 50 : Hikmah Di Balik Musibah
51 Nasib Prasetyo Sekeluarga
52 Mirip Keluarga Sesungguhnya
53 53 : Dimudahkan
54 54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55 55 : Transmigrasi
56 56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57 57 : Istriku Serba Bisa!
58 58 : Potret Keluarga Bahagia
59 59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60 60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61 Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62 61 : Dewi yang Sekarang
63 62 : Kabar Ibu Safangah
64 63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65 64 : Mei ...
66 65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67 66 : Doa yang Menjadi Alasan
68 67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69 68. Saling Menguatkan
70 69. Mimpi dan Petunjuk
71 70. Kronologinya....
72 71. Belum Final
73 72. Mulai Bertemu
74 73. Rencana yang Berubah
75 74. MEGA
76 75. Pelarian yang Gagal
77 76. Pulang Ke Jawa
78 77. Keuarga—Adik Kakak
79 78. Masya Allah
80 79. Perubahan Demi Perubahan
81 80. Papa
82 Bab Delapan Puluh Satu
83 Bab Delapan Puluh Dua
84 Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85 Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86 Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87 Kisah Cinta Hunairah
88 Kemenangan Bagi Para Pejuang
89 Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)
Episodes

Updated 89 Episodes

1
1 : Dewi yang Malang
2
2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3
3 : Korban Perceraian Orang Tua
4
4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5
5 : Selalu Disalahkan
6
6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7
7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8
8 : Tak Terima
9
9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10
10 : Digerebeg
11
11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12
12 : Tukang Ojek
13
13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14
14 : Maksud Ibu Aminah
15
15 : Mendadak Diusir
16
16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17
17 : Menerima Tawaran
18
18 : Mulai Menyesal
19
19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20
20 : Mendadak Nelangsa
21
21 : Keluarga Mas Abdul
22
22 : Perhatian Mas Abdul
23
23 : Calonnya Mas Abdul
24
Dua Puluh Empat
25
Dua Puluh Lima
26
Dua Puluh Enam
27
Dua Puluh Tujuh
28
Beri Aku Alamatmu!
29
Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30
Wanita Sangat Tangguh
31
Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32
Sumpah Pocong
33
Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34
Bapaknya Anak-Anak?
35
Rencana Usaha yang Makin Besar
36
Kabar Terbaru Warti
37
Ajakan Menikah
38
Mantan Tak Tahu Diri
39
Amarah Dewi
40
Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41
Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42
Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43
Alasan Kenapa Harus Menikah
44
Berurusan Dengan Polisi
45
Alhamdullilah
46
Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47
Di Dini Hari yang Sunyi
48
Kabar Penangkapan Dewi
49
Keadilan Untuk Dewi
50
50 : Hikmah Di Balik Musibah
51
Nasib Prasetyo Sekeluarga
52
Mirip Keluarga Sesungguhnya
53
53 : Dimudahkan
54
54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55
55 : Transmigrasi
56
56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57
57 : Istriku Serba Bisa!
58
58 : Potret Keluarga Bahagia
59
59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60
60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61
Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62
61 : Dewi yang Sekarang
63
62 : Kabar Ibu Safangah
64
63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65
64 : Mei ...
66
65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67
66 : Doa yang Menjadi Alasan
68
67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69
68. Saling Menguatkan
70
69. Mimpi dan Petunjuk
71
70. Kronologinya....
72
71. Belum Final
73
72. Mulai Bertemu
74
73. Rencana yang Berubah
75
74. MEGA
76
75. Pelarian yang Gagal
77
76. Pulang Ke Jawa
78
77. Keuarga—Adik Kakak
79
78. Masya Allah
80
79. Perubahan Demi Perubahan
81
80. Papa
82
Bab Delapan Puluh Satu
83
Bab Delapan Puluh Dua
84
Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85
Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86
Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87
Kisah Cinta Hunairah
88
Kemenangan Bagi Para Pejuang
89
Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!