8 : Tak Terima

“Saya tahu, Pak Mahmud dan Ibu Aminah peduli ke Dewi. Saya paham, Bapak dan Ibu sangat sayang kepada anak-anak kami. Namun jika cara kalian sampai ikut campur terlalu jauh, hal tersebut juga tidak dibenarkan!” ucap Prasetyo.

“Karena urusan pribadi kami, tidak sepantasnya dicampuri. Sementara alasan saya baru bisa datang, itu karena kemarin saya sakit dan sampai dirawat inap.”

“Kemarin, pas antar bos saya ke Purwokerto, yang awalnya mau sebentar agar saya bisa secepatnya urus Dewi dan anak-anak kami, saya malah baru bisa ke sini sekarang!”

Prasetyo berbicara panjang lebar dan sengaja mencari alasan paling masuk akal. Prasetyo yakin, alasannya akan membuat siapa pun yang mencoba menentangnya, menjadi merasa bersalah. Baik itu Dewi, maupun kedua bos Dewi yang tengah menghalang-halanginya.

Keyakinan Prasetyo barusan terbukti setelah ia melihat Dewi yang tak terlihat kesal seperti sebelumnya. Emosi di wajah Dewi meredup. Membuat wajah cantik yang jadi berseri-seri layaknya wajah bidadari, kembali diselimuti kedamaian.

“Benar kata ibu Retno. Wanita baru melahirkan memang jadi cantik banget melebihi saat masih perawan!” batin Prasetyo yang diam-diam mengagumi kecantikan sang istri.

“Jika alasannya memang begitu, ... aku mau-mau saja pulang dengan Mas, asal,” ucap Dewi sengaja menggantung ucapannya.

“Asal apa?” sergah Prasetyo jadi was-was.

“Beri aku dan anak-anak tempat tinggal khusus!” ucap Dewi. “Aku enggak mau disatukan lagi dengan keluarga kamu, jika aku yang selalu mereka anggap benalu dan tak hentinya mereka mak.i, terus diperlakukan layaknya budak!”

“Aku juga ingin kamu lebih tegas. Bedakan kewajiban kamu ke istri dan anak. Dengan kewajiban kamu mendidik keluargamu.”

“Andaipun kamu mau berbakti kepada ibumu, aku beneran enggak akan melarang. Namun tolong, bereskan dulu kewajiban kamu kepadaku dan anak-anak.”

“Kamu suamiku, tapi yang kamu nafkahi ibu dan saudara kamu. Menikah denganmu bukan membuatku menjadi tulang rusuk. Karena bersamamu dan keluargamu, aku malah kalian jadikan tulang punggung.”

“Jika memang Mas tidak sanggup, ... biarkan saya fokus menjadi tulang punggung anak-anak saja. Daripada bersama Mas, aku malah selalu kerja rodi. Jangankan dihargai, kepada anakku yang jelas-jelas darah daging kamu saja, kalian tega!” Air mata Dewi menetes membasahi pipi. Dewi sungguh menyinggung perceraian dan kali ini, ia mengucapkan dengan tegas.

“Mas sanggup?” tanya Dewi memastikan sambil menatap kedua mata suaminya penuh kepastian.

“Biar Pak Mahmud dan ibu Aminah menjadi saksi,” lanjut Dewi. Kemudian, ia menatap kedua bosnya yang duduk di sebelahnya.

Pak Mahmud dan ibu Aminah memang meminta Dewi duduk di sofa sebelah mereka. Keduanya tengah menjadi penengah, mencoba memperjuangkan nasib Dewi dan anak-anaknya. Sementara Prasetyo duduk di sofa tunggal depan mereka.

“Bagaimana Mas Pras? Mas Pras, sanggup?” tanya pak Mahmud sambil sesekali melirik iba pada Dewi yang jadi sibuk menyeka air mata.

Ibu Aminah merangkul Dewi, mengelusnya dan memang menguatkan.

“Duh, ... kok jadi gini? Kalau Dewi malah minta pisah dari keluargaku, siapa yang urus keluargaku? Mereka susah dapat kerjaan. Masa aku hanya diam sementara ketimbang mereka, Dewi lebih gampang cari kerjaan,” pikir Prasetyo.

“Soalnya satu bulan lalu, Mas Prasetyo pernah janji tapi ingkar. Saat itu pun, aku sudah sempat minta cerai. Aku dijanjiin secepatnya cari tempat tinggal pisah dari keluarganya. Mas juga janji akan berubah, tapi kemarin sebelum aku lahiran, mas malah gebu.kin Alif!” ucap Dewi.

“Andai sampai kejadian lagi, ... aku enggak segan lapor polisi loh, Mas!” lanjut Dewi.

Pada akhirnya, Prasetyo gagal mengajak Dewi pulang. Dewi tetap menolak, tak mau pulang ke kontrakan, meski Prasetyo berdalih Dewi dan anak-anaknya hanya akan satu malam di sana.

“Kalau kamu enggak mau pulang, ... masa iya, aku di sini juga?” keluh Prasetyo.

“Enggak apa-apa, Mas Pras. Untuk sementara kalian tinggal di sini. Daripada ditumpuk jadi satu di kontrakan. Dewi harus meladeni keluargamu. Fatalnya, anak-anak kamu termasuk yang masih bayi juga merasakan dampaknya,” ucap pak Mahmud.

Seseorang mengetuk pintu ruang tamu selaku ruang pertama setelah pintu masuk, dari dalam. Kemudian, pintu dibuka dengan hati-hati dan itu memang Alif seperti yang sudah Dewi maupun kedua bosnya duga.

Tangis bayi perempuan juga terdengar seiring pintu yang makin dibuka lebar. Alif melirik takut sang papa dan itu membuat jantungnya berdentam sangat kencang.

“Kenapa, Mas?” sergah Dewi yang sebelumnya sudah menyeka air matanya. Ia menghampiri Alif.

Tanpa berani untuk sekadar melirik Prasetyo, Alif berkata, “Mama ... dedek nangis.”

“Oh ... iya, iya. Ayo.” Dewi segera menggandeng sekaligus menuntun sebelah tangan Alif meninggalkan kebersamaan.

Sambil melangkah pergi, Alif melirik takut Prasetyo tanpa berani menyapanya. Alif masih sangat ingat, dirinya diam.uk oleh pria yang ia ketahui sebagai papanya, padahal dirinya korban. Kejadian itu terjadi kemarin pagi, sebelum mamanya melahirkan. Iya, saat itu Alif kembali merasakan sik.saan dari sang papa yang baginya jauh lebih sayang ke anak saudaranya, ketimbang kepadanya. Sang papa yang lebih mengutamakan anak saudaranya, ketimbang kebahagiaan Alif maupun Dewi.

Sikap keras Prasetyo tak hanya membuat Alif babak belur. Karena Prasetyo yang terus memak.sa Alif mengalah untuk tidak makan agar anak kakak adik Prasetyo bisa makan, membuat Alif sering kelaparan. Lambung Alif sering terasa sangat perih. Dan semua kejadian tersebut membuat Alif kecewa bahkan, dendam kepada papanya.

“Aku enggak boleh hanya diam. Aku harus menyusul dan meyakinkan mereka,” batin Prasetyo segera menyusul istri dan anak-anaknya. Tak lupa, ia juga sengaja izin dengan santun kepada pemilik rumah.

“Sepertinya mereka sudah telanjur kecewa kepadaku makanya mereka susah buat percaya. Beneran celaka kalau Dewi tetap enggak mau pulang!” batin Prasetyo.

Prasetyo langsung melakukan pendekatan. Namun di pojokan tempat tidur, Alif sudah diam ketakutan sambil menahan kebencian kepada papanya.

“Cantik sekali ...,” puji Prasetyo berusaha mengemban putrinya. Namun, tangis sang putri malah makin menjadi-jadi.

“Mungkin dia sudah sangat kecewa. Karena kalau Mas memang niat memperbaiki hubungan kita, apa pun caranya, pasti Mas bakalan langsung cari tempat tinggal buat kita,” ucap Dewi.

“Paling tidak, minimal Mas arahin keluarga Mas buat cari kerja. Masa hidup cuma makan sama dandan dan apa-apa harus disediakan. Kalau memang mereka niat kerja, jualan makanan apa jadi pembantu kayak aku juga bisa makan loh, Mas.”

“Bukan karena mereka enggak nemu-nemu kerjaan. Namun memang enggak niat. Atau kalau tidak, coba diajak kerja ke bos Mas. Sudah pada rumah tangga loh. Cuma bikin anak, dan masih kita juga yang hidupin!” ucap Dewi.

Kedua tangan Prasetyo mengepal kencang di sisi tubuh, sementara tatapan maupun rahangnya, benar-benar tajam kepada Dewi. Dewi paham, jika sudah begitu, Prasetyo sedang sangat marah. Begitulah Prasetyo, akan sangat marah jika keadaan keluarganya diusik. Padahal adik termuda Prasetyo saja, usianya dua tahun lebih tua dari Dewi dan itu laki-laki.

“MULUTMU KALAU MENGHINA KELUARGAKU MEMANG PALING BISA! MEMANGNYA KAMU PUNYA APA, BERANI BILANG BEGITU?!” tegas Prasetyo dengan suara lirih, tapi sangat geregetan. Suaranya saja sampai gemetaran di tengah dadanya yang bergemuruh menahan kesal.

“Loh, memangnya Mas amnesia? Jangan lupa, selama lima tahun terakhir, aku juga ngasih makan mereka. Mereka jadikan aku sebagai bu.dak!” lembut Dewi tapi itu karena ia sudah sangat kesal. Tak beda dengan Prasetyo, suaranya juga sampai bergetar, dan dadanya pun bergemuruh hebat.

Balasan Dewi makin membuat Prasetyo kesal. Rasa kesal yang menggebu-gebu dan membuat tangan kanannya terangkat tinggi. Ia sungguh siap menam.par Dewi yang telah lancang mengata-ngatai keadaan keluarganya, meski apa yang Dewi katakan, tidak ada yang salah.

Terpopuler

Comments

Sarti Patimuan

Sarti Patimuan

Udahan saja Dewi toh anaknya lebih bahagia tanpa bapaknya

2024-05-03

0

@ntique

@ntique

prasetyo ini dulu sekolah gk si
ogebnya gk ketulungan

2024-04-29

0

Esih Mulyasih

Esih Mulyasih

tinggalim ja Prasetyo, Wi... buat apa di pertahankan

2024-05-18

0

lihat semua
Episodes
1 1 : Dewi yang Malang
2 2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3 3 : Korban Perceraian Orang Tua
4 4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5 5 : Selalu Disalahkan
6 6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7 7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8 8 : Tak Terima
9 9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10 10 : Digerebeg
11 11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12 12 : Tukang Ojek
13 13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14 14 : Maksud Ibu Aminah
15 15 : Mendadak Diusir
16 16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17 17 : Menerima Tawaran
18 18 : Mulai Menyesal
19 19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20 20 : Mendadak Nelangsa
21 21 : Keluarga Mas Abdul
22 22 : Perhatian Mas Abdul
23 23 : Calonnya Mas Abdul
24 Dua Puluh Empat
25 Dua Puluh Lima
26 Dua Puluh Enam
27 Dua Puluh Tujuh
28 Beri Aku Alamatmu!
29 Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30 Wanita Sangat Tangguh
31 Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32 Sumpah Pocong
33 Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34 Bapaknya Anak-Anak?
35 Rencana Usaha yang Makin Besar
36 Kabar Terbaru Warti
37 Ajakan Menikah
38 Mantan Tak Tahu Diri
39 Amarah Dewi
40 Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41 Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42 Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43 Alasan Kenapa Harus Menikah
44 Berurusan Dengan Polisi
45 Alhamdullilah
46 Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47 Di Dini Hari yang Sunyi
48 Kabar Penangkapan Dewi
49 Keadilan Untuk Dewi
50 50 : Hikmah Di Balik Musibah
51 Nasib Prasetyo Sekeluarga
52 Mirip Keluarga Sesungguhnya
53 53 : Dimudahkan
54 54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55 55 : Transmigrasi
56 56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57 57 : Istriku Serba Bisa!
58 58 : Potret Keluarga Bahagia
59 59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60 60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61 Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62 61 : Dewi yang Sekarang
63 62 : Kabar Ibu Safangah
64 63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65 64 : Mei ...
66 65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67 66 : Doa yang Menjadi Alasan
68 67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69 68. Saling Menguatkan
70 69. Mimpi dan Petunjuk
71 70. Kronologinya....
72 71. Belum Final
73 72. Mulai Bertemu
74 73. Rencana yang Berubah
75 74. MEGA
76 75. Pelarian yang Gagal
77 76. Pulang Ke Jawa
78 77. Keuarga—Adik Kakak
79 78. Masya Allah
80 79. Perubahan Demi Perubahan
81 80. Papa
82 Bab Delapan Puluh Satu
83 Bab Delapan Puluh Dua
84 Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85 Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86 Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87 Kisah Cinta Hunairah
88 Kemenangan Bagi Para Pejuang
89 Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)
Episodes

Updated 89 Episodes

1
1 : Dewi yang Malang
2
2 : Hubungan Terl.arang Prasetyo dan Ibu Retno
3
3 : Korban Perceraian Orang Tua
4
4 : Tak Mau Menunggu Lagi
5
5 : Selalu Disalahkan
6
6 : Syarat Agar Ibu Retno Mendapatkan Warisan Utuh
7
7 : Hubungan Rahasia yang Mulai Terendus
8
8 : Tak Terima
9
9 : Lebih Baik Kita Bercerai
10
10 : Digerebeg
11
11 : Belum Mengetahui Kebenaran
12
12 : Tukang Ojek
13
13 : Kabar Pernikahan Prasetyo
14
14 : Maksud Ibu Aminah
15
15 : Mendadak Diusir
16
16 : Melangkah Tanpa Tujuan
17
17 : Menerima Tawaran
18
18 : Mulai Menyesal
19
19 : Takdir yang Mulai Terbalik
20
20 : Mendadak Nelangsa
21
21 : Keluarga Mas Abdul
22
22 : Perhatian Mas Abdul
23
23 : Calonnya Mas Abdul
24
Dua Puluh Empat
25
Dua Puluh Lima
26
Dua Puluh Enam
27
Dua Puluh Tujuh
28
Beri Aku Alamatmu!
29
Jangan Pernah Menyentuh Wanitaku!
30
Wanita Sangat Tangguh
31
Tak Lagi Membutuhkan Laki-Laki
32
Sumpah Pocong
33
Tanda-Tanda yang Mulai Muncul
34
Bapaknya Anak-Anak?
35
Rencana Usaha yang Makin Besar
36
Kabar Terbaru Warti
37
Ajakan Menikah
38
Mantan Tak Tahu Diri
39
Amarah Dewi
40
Alif : “Mama Jangan Menangis!”
41
Mas Abdul : “Banyak Jalan Menuju Surga!”
42
Harus Bahagia, Atau Malah Merasa Berdosa?
43
Alasan Kenapa Harus Menikah
44
Berurusan Dengan Polisi
45
Alhamdullilah
46
Wajan Penyok Dan Pashmina Warna Kuning Kunyit
47
Di Dini Hari yang Sunyi
48
Kabar Penangkapan Dewi
49
Keadilan Untuk Dewi
50
50 : Hikmah Di Balik Musibah
51
Nasib Prasetyo Sekeluarga
52
Mirip Keluarga Sesungguhnya
53
53 : Dimudahkan
54
54 : Kita Hadapi Semuanya Bersama!
55
55 : Transmigrasi
56
56 : Dijebak Dan Berusaha Menjebak
57
57 : Istriku Serba Bisa!
58
58 : Potret Keluarga Bahagia
59
59 : Dua Bulan Telah Berlalu
60
60. Mas Abdul : “Kita Pasti Bisa!”
61
Promo Novel : Bukan Mauku Hamil Di Luar Nikah
62
61 : Dewi yang Sekarang
63
62 : Kabar Ibu Safangah
64
63 : Mimpi Dikejar-Kejar Ular
65
64 : Mei ...
66
65 : Kebersamaan yang Penuh Cinta
67
66 : Doa yang Menjadi Alasan
68
67 : Tong Sampa.h dan Suami Sampa.h
69
68. Saling Menguatkan
70
69. Mimpi dan Petunjuk
71
70. Kronologinya....
72
71. Belum Final
73
72. Mulai Bertemu
74
73. Rencana yang Berubah
75
74. MEGA
76
75. Pelarian yang Gagal
77
76. Pulang Ke Jawa
78
77. Keuarga—Adik Kakak
79
78. Masya Allah
80
79. Perubahan Demi Perubahan
81
80. Papa
82
Bab Delapan Puluh Satu
83
Bab Delapan Puluh Dua
84
Yang Makin Cantik Sudah Jadi Istri Orang
85
Nasib Mega Dan Keluarga Dewi
86
Kisah yang Tak Akan Pernah Terlupakan
87
Kisah Cinta Hunairah
88
Kemenangan Bagi Para Pejuang
89
Novel : Dijual Suami Dinikahi Kakak Ipar (Mafia Dan Perawat Muslimah)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!