20. Menegakkan Keadilan

“Jika ingin menegakkan keadilan, adililah terlebih dahulu hati nuranimu. Jangan sampai kau mencari kesalahan dari orang yang tidak bersalah hanya karena kau tidak menyukainya. Karena keadilan hanya bisa dilihat oleh hati yang bersih, bukan hati yang dipenuhi oleh niat tercela.”

Degh! Suara siapa itu!? Manikku terbuka secara paksa dengan degup jantung dan irama nafas yang berantakan. Sakit! Dadaku terasa seperti dicabik-cabik oleh pedang es yang begitu dingin. Apa ini efek samping minuman beralkohol yang biasa aku konsumsi? Tak mungkin! Aku tak pernah merasakan sakit yang teramat sangat ini meskipun sudah minum alkohol selama bertahun-tahun! Lantas ada apa dengan tubuh ini? Apa pula maksud dari perkataan suara yang entah dari mana itu?

Tubuhku yang tadinya terbaring di kasur megah, ku paksakan untuk terduduk dalam keadaan dada yang masih teramat ngilu. Ujung mataku melirik pada benda bulat yang berisi banyak angka didalamnya, jarum pendek pada benda itu menunjuk ke angka delapan sedangkan yang lebih panjang mengarah ke angka dua belas. Hal itu menandakan bahwa aku bangun lebih siang dari biasanya.

Ku langkahkan kakiku dengan berat ke arah jendela kamar, ku buka tirai pada jendela itu dan membiarkan cahaya menembus kaca dan merasuki retinaku, lalu kubuka kedua daun pintu pada jendela tersebut hingga hembusan angin yang hangat mampu bermain dengan sel pori-pori kulitku juga membelai lembut suraiku yang berantakan. Ku tatap indahnya langit biru juga luasnya halaman rumahku yang berisi pepohonan dan bunga warna-warni, lalu membiarkan fikiranku berkelana menyusuri rimbunnya misteri.

“Keadilan… kah?” Gumamku masih terngiang suara aneh yang ku dengar tadi. “Apa aku kurang adil dalam menanggapi kasus ini? Atau itu peringatan agar aku bisa adil?” Lanjut ku sebelum akhirnya menggapai gawai untuk kubaca ulang isinya.

Dokter Ilan mengatakan bahwa susu yang dicampur buah apalagi disantap bersama makanan pedas mampu menimbulkan gangguan pencernaan yang cukup parah, walau sebenarnya itu tidak mematikan namun jika dikonsumsi secara berlebihan tanpa mendapatkan pengobatan lambat laun akan bertambah parah dan mematikan jua. Sedangkan ibu dari korban yang berinisial R mengaku bahwa anaknya telah terbiasa mengonsumsi makanan yang teramat pedas bersama Ice Milkshake Strawberry secara rutin selama tiga tahun.

Jika ku tarik garis lurus dari kedua informasi yang kudapatkan tersebut, bisa dibilang gadis berinisial R ini memang tak pandai mengatur asupan sesuai gizi dengan baik, dan menaruh bom waktu dalam perutnya sendiri. Secara kebetulan bom waktu itu meledak pada acara perayaan hari ulang tahunnya di kedai malam itu. Seharusnya para koki tidak bisa disalahkan karena mereka hanya membuatkan menu yang pelanggan pesan.

Jika memang ada hal yang bisa disalahkan dari para koki itu, hanyalah membiarkan pelanggan memesan makanan yang tidak sehat. Tunggu, pelanggan tidak akan memesan jika menunya tidak tercipta. Siapa yang menciptakan menu sejahat itu!? Pemilik kedainya kah? Atau para kokinya? Dan untuk apa pula mereka menyediakan menu seperti itu? Apa mereka tidak memahami kandungan gizi pada makanan? Atau mereka hanya memuaskan selera pasar demi uang? Jika uang tujuan mereka, benar-benar keterlaluan sih.

Hey suara aneh! Apakah aku sudah bertindak adil jika menanyakan pada dua koki itu tentang asal usul menu mematikan yang mereka buat? Apakah adil jika aku menyalahkan mereka bila saja alasan mereka membuat menu itu hanya demi mengejar selera pasar untuk uang tanpa mempedulikan kesehatan konsumen? Apakah aku sudah bertindak adil?

“Segala hal yang kau lakukan akan dinilai dari niatmu. Tanyakanlah pada hati nurani yang terdalam, apa tujuan yang ingin kau raih dengan cara menegakkan keadilan?”

Ugh! Dadaku terasa kian sakit. Mataku sampai terbelalak saking sakitnya. Apa maksudmu dengan niat? Tentu saja aku menegakkan keadilan agar tak ada lagi orang yang sengsara sepertiku karena diperlakukan dengan tidak adil! Tunggu, itu kan tujuanku saat sebelum menjabat menjadi detektif. Setelah aku mendapatkan posisi impianku, apakah aku amanah dalam menjalaninya?

Aku mulai duduk di pertengahan jendela, menyandarkan punggungku pada salah satu daun pintu jendela yang telah terbuka, lalu memejamkan mata sejenak sembari meresapi setiap hembus angin yang merekat pada kulit wajahku. Ingatanku berusaha keras berkelana mencari alasan mengapa aku sekeras ini ingin menyelesaikan berbagai kasus yang mungkin saling berkaitan.

“Alasan… ya?” Lagi-lagi aku bergumam pada diriku sendiri.

Jika diingat lagi, aku jadi penuh ambisi seperti ini karena ditawari bayaran yang teramat besar dari pimpinan juga karena detektif yang harus ku selidiki itu memiliki paras dan tubuh yang indah. Ah! Sejak kapan aku jadi tidak tulus seperti ini!? Itu kah yang dimaksud suara aneh yang sedari tadi terngiang di kepalaku? Aku tidak adil karena memiliki niat tercela? Tuhan, ampuni aku yang telah terlena dengan hal duniawi ini!

Baiklah, lupakan tentang imbalan dan kecantikan target yang sedang ku selidiki ini! Sekarang perasaanku justru jadi pilu karena teringat wajah penuh elegi dari ibu sang korban, juga entah mengapa aku merasa tidak bisa menyalahkan koki di kedai itu.

Karena baik itu disebabkan ketidaktahuan mereka tentang kandungan gizi makanan ataupun karena mereka hanya membuat menu berdasarkan selera pasar, mereka melakukan itu diluar kesadaran mereka sendiri. Mereka sama sekali tidak memiliki niat untuk membunuh. Namun jika aku biarkan kasus ini dengan alasan mereka tak bersalah, aku yakin ibu dari korban tidak akan bisa terima kenyataan ini.

Mana yang harus kulakukan demi keadilan? Coba remukan bersama tersangka dan keluarga korban agar mereka sama-sama menemukan titik terang untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik? Hmmm… sepertinya memang itu jalan yang terbaik demi keadilan? Iya! Aku yakin itulah caranya! Perlahan rasa sakit di dadaku mulai sirna, degup jantung dan pernafasanku kembali beraturan, kurasakan ketenangan dalam diri. Ah, rupanya keputusanku yang kali ini tidak salah? Aku membuka mata bersama dengan senyuman manisku, entah kapan terakhir kali aku bisa tersenyum setulus ini.

...***...

“Kak Arron!” Sapa pria berambut panjang dengan poni yang terikat sambil berlari riang dari arah dapur dan memelukku hingga tubuhku hampir terhuyung ke belakang. Ia tersenyum manis padaku.

“Aku rindu sekali pada kak Arron, mengapa kemarin sejak kita usai cek mental di psikolog kak Arron tidak mampir lagi pada kedai ini? Aku bahkan sudah menyediakan berbotol-botol minuman beralkohol khusus sebagai hadiah untuk pelanggan spesial di sini seperti kak Arron, tapi kakak malah tidak datang,” lanjutnya dengan intonasi yang manja. “Mau pesan apa?” Tanyanya.

“Jangan bersikap manja seperti itu! Menggelikan tahu!” Ucapku ketus sambil mendorong paksa tubuhnya agar menghentikan adegan pelukan menjijikkan ini. “Kemarin ada info yang harus ku cari di tempat lain. Aku tak ingin memesan apapun di kedai ini, uangku sudah habis. Aku hanya perlu berdiskusi dengan kalian. Tapi sebelum itu, boleh aku numpang masak di dapur? Aku tak bisa bohong jika aku lapar,” lanjut ku dengan jujur.

Picho tersenyum manis sebelum menjawab “Baiklah! Silahkan gunakan dapur kami sesuka hati anda. Toh kak Arron juga sudah seperti keluarga di sini.”

Tanganku ditarik menuju dapur oleh koki tinggi berambut panjang ini, lalu ia menunjukkan resep dari setiap menu di kedainya juga mengajari ku cara memasaknya. Sungguh, pria ini berbagi rahasia dapurnya? Padaku? Orang yang jelas-jelas sudah ia ketahui niat busuknya? Mengapa ia bisa setulus dan sebaik ini padaku? Apa dia mempercayaiku? Atau ini hanyalah manipulasi? Tidak! Aku paham betul kondisi psikologis setiap orang, dan kali ini Picho sama sekali tidak sedang melakukan tekhnik manipulasi.

Aku perhatikan setiap bahan dan bumbu dapur yang tersedia di tempat ini. Cukup lengkap dan tak ku lihat juga adanya racun atau bahan kadaluwarsa di sini. Namun perpaduan bahan yang tak selaras bisa merusak kesehatan konsumennya secara perlahan meski tanpa disadari sang koki.

Aku mencoba memahami resep dan penjelasan Picho, setelah itu aku memasak menu eksperimenku sendiri dengan memasukkan bumbu sesuai selera. Kurasa tidak ada yang keberatan dengan aksi memasak ku yang diluar panduan, mereka justru merasa kagum dan penasaran ingin menyicipi menu buatanku layaknya baru saja menemukan inspirasi menu yang belum pernah terfikirkan oleh mereka.

“Enak! Kau pandai memasak juga ya, kak Arron!?” Puji Picho dengan riang.

“Sepertinya kau layak menjadi koki di tempat ini,” tawar Leo dengan wajah tanpa ekspresi.

“Sudahlah! Ada yang ingin ku bicarakan dengan kalian. Kedai ini sedang sepi kan? Mari kita berdiskusi sambil makan!” Ujarku, tak ingin berlama-lama memperbincangkan hal yang tidak penting.

“Baiklah,” jawab Picho dengan ramah.

“Ada hal penting apa yang ingin anda bahas?” Sambung Leo tanpa irama. Mereka berdua mulai duduk di bangku sekitarku.

Aku memejamkan mata, menghela nafas panjang, lalu kembali membuka mata sambil bersuara “Begini, kemarin setelah aku cek psikologis bersama Picho aku ke dokter untuk memeriksa hasil autopsi korban yang tewas akibat keracunan makanan bulan lalu.” Leo dan Picho mulai mendengarkan ku dengan tatapan serius.

“Dokter Ilan bilang, korbannya itu adalah wanita berinisial R. Picho, mengapa malam itu kau berbohong padaku?” Lanjut ku dengan tenang. Terlihat pria dengan tahi lalat di pipi kirinya itu sedikit tersentak dan gelagapan. Wajahnya memerah malu.

“Anu, itu, aku…. Habisnya, kak Arron mencoba membohongi ku duluan sih! Aku kan cuma mau menguji kejujuran kak Arron!”

“Tahu dari mana kalau aku bohong?”

“Aku ini bisa merasakan setiap perasaan orang lain, jadi aku paham betul mana yang sedang berbohong ataupun jujur,” jawabnya menarik perhatianku dengan bakatnya yang memukau.

“Baiklah, aku minta maaf tentang itu. Selanjutnya dokter Ilan juga bilang bahwa hasil autopsi menunjukkan terdapat gumpalan besar dan lengket seperti kiju juga iritasi yang cukup parah dari dalam lambung korban. Menurutnya, hal itu terjadi akibat perut terlalu sering diisi dengan susu yang dipadukan buah juga makanan pedas. Aku juga kemarin berkunjung ke rumah keluarga korban dan mendapat kesaksian bahwa korban memang rutin menyantap makanan pedas bersama Ice Milkshake Strawberry selama tiga tahun kebelakang ini. Apa kedai lama kalian menyediakan menu berbahaya tersebut?”

Kali ini mereka berdua yang tersentak secara bersamaan, saling melempar lirikan lalu menjawab “Ada. Begitu banyak menu di kedai kami, tentunya jenis menu seperti itu juga ada. Tapi bukankah itu salah pelanggan sendiri yang tidak pandai mengatur makanan yang dia konsumsi?”

“Pelanggan tidak akan memesan makanan yang tidak tersedia di menu. Siapa yang mengusulkan menu mengerikan itu? Pihak koki? Atau pemilik kedai?”

“Saya!” Jawab Picho jujur sambil mengangkat tangan kanannya. “Eh? Kalau makanan pedas itu hasil perintah pemilik kedai karena katanya selera pasar dominan menyukai makanan pedas! Tapi soal Milkshake Strauberrey, karena saya pecinta susu jadi saya mencoba membuat menu itu. Tadinya saya tidak ingin membuatnya dingin, namun Leo protes dengan alasan khas Milkshake itu dingin,” lanjutnya menjelaskan sejarah dari menu itu secara terperinci.

“Oy!” Amuk Leo yang merasa disalahkan.

“Memang itu faktanya kan!?” Sentak Picho.

“Sudah tak perlu bertengkar! Apa kalian tahu sebelumnya bahwa menu itu tidak sehat?” Lerai ku yang disusul dengan pertanyaan selanjutnya.

“Kalau soal makanan pedas sih jelas tahu, tapi kami tak bisa menolak perintah pemilik kedai yang memaksa,” jawab Leo dengan tenang dan terkesan cuek. Mungkin memang seperti itulah kepribadian Leo.

“Tapi soal susu yang dicampur buah itu, jujur aku juga baru mengetahuinya. Ku kira susu dan buah itu kedua hal yang sehat dan akan menjadi semakin sehat jika dipadukan, ku kira masalahnya hanya di suhu minuman yang teramat dingin,” lanjut Picho dengan sangat jujur.

“Baiklah, karena aku baik aku anggap kasus ini sebagai keteledoran dan ketidaksengajaan. Tapi kalian tetap salah karena membiarkan pelanggan rutin mengonsumsi makanan pedas di kedai kalian. Perihal apakah kasus ini akan dibawa ke jalur hukum atau tidak, bagaimana jika kita remukan bersama keluarga korban yang masih terpuruk akibat kehilangan anaknya tercinta?” Aku mulai menegaskan keputusanku.

“Coba kita datang dulu ke rumah keluarga korban, kalian akui secara baik-baik keteledoran kalian, lalu minta maaf. Jika keluarga korban tetap ingin menuntut kalian akibat luka di hatinya yang tak terobati, dengan berat hati aku harus membawa kalian ke pengadilan sebagai bentuk penebusan dosa pada pihak keluarga korban. Apakah itu adil? Ada yang keberatan dengan keputusanku?” Lanjut ku dengan tenang namun masih serius.

Lagi-lagi mereka saling melempar lirikan seolah sedang berdiskusi tanpa suara. Tak lama setelahnya mereka mengangguk secara bersamaan lalu memnjawab dengan yakin “Baiklah, karena kami telah teledor kami siap menebus kesalahan kami. Bahkan jika itu berarti harus diadili sekalipun.”

Aku terpukau melihat keberanian mereka. Sepertinya mereka memang tidak ada niatan sama sekali untuk menghilangkan nyawa pelanggan, mereka juga sangat merasa bersalah ketika mengetahui kenyataan yang sebelumnya tidak mereka ketahui dan tanpa sadar melakukan kesalahan fatal karenanya.

Sungguh tulus dan bersih sekali hati mereka hingga rela bertanggungjawab atas kesalahan yang tak sengaja mereka perbuat. Ku harap keluarga korban bisa memaafkan keteledoran mereka sehingga tak perlu dibawa pada jalur hukum.

Episodes
1 01. Bisikan Misterius
2 02. Penampakan Misterius
3 03. Sedikit Interogasi
4 04. Informasi Buntu
5 05. Mencoba Melupakan
6 06. Tragedi Baru
7 07. Mencari Jawaban
8 08. Misteri Baru
9 09. Arwah Nakal!
10 10. Keraguan Polisi
11 11. Penyelidikan Detektif
12 12. Interogasi Dadakan
13 13. Strategi Pengintaian
14 14. Misteri Kencan?
15 15. Perbincangan Tegang
16 16. Perang Sandiwara
17 17. Truth to Truth
18 18. Dare of Dare
19 19. Autopsi dan Saksi
20 20. Menegakkan Keadilan
21 21. Sebuah Keputusan
22 22. Api Es
23 23. Misteri Topeng
24 24. Teka-teki Menarik
25 25. Rubah Putih
26 26. Bisakah Disalahkan?
27 27. Kawan, Lawan?
28 28. Bola Cokelat
29 29. Sebuah Penyelamatan
30 30. Undangan Kencan?
31 31. Pencarian Tertemui
32 32. Karena Nama
33 33. Mencari Identitas
34 34. Keluarga Baru
35 35. Cerita Sesungguhnya
36 36. Think Midnigth
37 37. Think Midnigth (2)
38 38. Bekas Semalam
39 39. Sedikit Pertikaian
40 40. Pelanggan Aneh
41 41. Menjalankan Rencana
42 42. Ketegangan Baru
43 43. Makna Pisau
44 44. Melepas Gelar
45 45. Eine Kleine
46 46. Live Music
47 47. Sebuah Firasat
48 48. Pemandangan Terburuk
49 49. Jawaban Misteri
50 50. Dejavu
51 51. Resah Menanti
52 Thanks for 200+ Readers!
53 Rasa Rindu
54 Hilang!?
55 You Are Mine [Special Episode]
56 Kunjungan
57 Interogasi Sungguhan
58 Melepas Rindu
59 Membuat Lagu
60 Tak Berharap
61 Kabar Buruk
62 Adu Argumen
63 Sorry.
64 Update?
65 Pengumpulan Bukti
Episodes

Updated 65 Episodes

1
01. Bisikan Misterius
2
02. Penampakan Misterius
3
03. Sedikit Interogasi
4
04. Informasi Buntu
5
05. Mencoba Melupakan
6
06. Tragedi Baru
7
07. Mencari Jawaban
8
08. Misteri Baru
9
09. Arwah Nakal!
10
10. Keraguan Polisi
11
11. Penyelidikan Detektif
12
12. Interogasi Dadakan
13
13. Strategi Pengintaian
14
14. Misteri Kencan?
15
15. Perbincangan Tegang
16
16. Perang Sandiwara
17
17. Truth to Truth
18
18. Dare of Dare
19
19. Autopsi dan Saksi
20
20. Menegakkan Keadilan
21
21. Sebuah Keputusan
22
22. Api Es
23
23. Misteri Topeng
24
24. Teka-teki Menarik
25
25. Rubah Putih
26
26. Bisakah Disalahkan?
27
27. Kawan, Lawan?
28
28. Bola Cokelat
29
29. Sebuah Penyelamatan
30
30. Undangan Kencan?
31
31. Pencarian Tertemui
32
32. Karena Nama
33
33. Mencari Identitas
34
34. Keluarga Baru
35
35. Cerita Sesungguhnya
36
36. Think Midnigth
37
37. Think Midnigth (2)
38
38. Bekas Semalam
39
39. Sedikit Pertikaian
40
40. Pelanggan Aneh
41
41. Menjalankan Rencana
42
42. Ketegangan Baru
43
43. Makna Pisau
44
44. Melepas Gelar
45
45. Eine Kleine
46
46. Live Music
47
47. Sebuah Firasat
48
48. Pemandangan Terburuk
49
49. Jawaban Misteri
50
50. Dejavu
51
51. Resah Menanti
52
Thanks for 200+ Readers!
53
Rasa Rindu
54
Hilang!?
55
You Are Mine [Special Episode]
56
Kunjungan
57
Interogasi Sungguhan
58
Melepas Rindu
59
Membuat Lagu
60
Tak Berharap
61
Kabar Buruk
62
Adu Argumen
63
Sorry.
64
Update?
65
Pengumpulan Bukti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!