Hari ini aku kembali berkerja di rumah Leo sebagai koki. Sedari pagi hingga malam kami bekerja dengan semangat mengisi perut orang lapar. Sungguh menyenangkan rasanya bisa melayani para pelanggan dengan senyuman manis dan melihat mereka ikut tersenyum karena senyumanku. Hal yang lebih menyenangkannya lagi, adalah ketika melihat pelanggan baru yang betah seharian menetap di kedai ini sejak dua hari lalu datang kembali kemari.
Selain karena pria itu adalah pelanggan yang rela membeli banyak makanan di kedai kami, kakak yang kemarin mengaku namanya Arron ini juga harus membayar hutang jawaban dari pertanyaan yang ku lontarkan padanya dua malam lalu. Jika mengingat tentang percakapan kami dengan kak Arron yang terpotong malam itu, aku jadi merasa penasaran denganya.
Kak Arron… pria berandal pemabuk itu sepertinya sangat membutuhkan informasi tentang pelanggan yang keracunan makanan di kedai tempatku bekerja sebelumnya. Entah apa yang membuatnya membahas kasus itu dan bertanya kritis tentangnya. Dia tak ingin memberitahu hubungannya dengan si korban secara jelas dan hanya ingin mencari jawaban dari kami.
Jika dibilang dia hanyalah orang yang penasaran dengan kasus ini, tak mungkin ia membahasnya secara mendalam seperti malam itu. Dan dilihat dari caranya memojokkan juga selalu mencari kesalahan kami, sepertinya dia tak rela mengakui bahwa kami bukanlah pelakunya. Menyebalkan! Mengapa banyak sekali orang yang salah paham pada kami terutama padaku tentang kasus pembunuhan berantai itu!? Bagaimana caraku menjelaskan pada mereka bahwa kami bukan pelakunya?
Sepertinya hari ini aku harus menyelesaikan kesalahpahaman dengan kak Arron hingga tuntas. Siang hari tepatnya saat jam makan siang, aku memutuskan untuk kembali mengajak kak Arron berbincang. Ku hampiri pria dengan gaya baju berandalnya yang sedang duduk di bangku pelanggan sambil memperhatikan ku itu. Ku kira ia masih menaruh curiga dan waspada padaku hingga tak pernah melepas mata elangnya dariku, cukup sebal rasanya melihat sorot mata tajam seperti itu, namun senyuman termanisku tak pernah luntur.
“Selamat siang kak Arron, senang melihat anda kembali lagi kemari. Apakah hidangan spesial yang saya berikan pada anda dua malam lalu sudah dimakan? Bagaimana rasanya? Ada keluhan kah?” Sapaku dengan ramah dan sopan sambil tersenyum manis.
“Ada, kuenya terlalu besar dan lezat hingga menarik perhatian laba-laba di kulkasku yang kosong!” Jawabnya dengan nada bicaranya yang ketus, membuatku ragu apakah dia sedang bercanda atau serius.
“Ah, begitu? Sepertinya laba-laba di dalam kulkas anda ingin menemani makan bersama agar anda tidak kesepian,” jawabku masih dengan ramah dan tersenyum manis, mencoba mengajaknya bercanda.
“Ku harap laba-laba itu bisa berubah menjadi manusia berwujud wanita cantik untuk menemaniku,” celetuknya mengatakan hal yang jelas tak mungkin terjadi. Sepertinya rasa sepi membuat imajinasinya menjadi liar.
Aku sedikit tertawa kecil lalu berkata “Sepertinya laba-laba itu juga mengharapkan hal yang sama, bisa menemani pria keren seperti anda.”
“Terimakasih, memang aku keren! Tapi anehnya tak ada satupun wanita yang tertarik padaku,” sahutnya menyombongkan dirinya sendiri, membuatku sedikit geli mendengarnya. Namun sepertinya ia mirip denganku, memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Aku tidak bisa kesal padanya yang bersikap mirip denganku.
“Apakah anda sudah pernah mencoba mencarinya?” Tanyaku melanjutkan percakapan yang entah apa fungsinya ini.
“Sepertinya aku tertarik dengan wanita yang berekja dengan kalian, mengapa aku tak pernah melihatnya?” Kak Arron justru kembali memberikan pertanyaan yang tidak aku mengerti.
Wanita yang bekerja dengan kami? Selama ini aku hanya bekerja bersama Leo, lalu wanita mana yang ia maksud? Dari mana pula ia mendapatkan kabar miring bahwa kami bekerja dengan wanita? Pria ini! Apa alkohol merusak sistem otaknya dan membuat sebuah delusi? Mengapa dia malah menanyakan sosok yang tak pernah ada di sini? Keningku sempat berkerut dan netraku menatapnya heran.
“Mohon maaf kak, tapi kami hanya berdua di sini. Wanita mana yang anda maksud?” Tanyaku sambil berusaha tersenyum manis walau pandanganku tak bisa menyembunyikan rasa heran.
“Bagaimana dengan Taira? Apa wanita itu cantik?” Tanyanya sedikit membuatku tersentak.
Apa-apaan ini!? Mengapa topik pembicaraannya jadi membahas Taira? Apa pula maksud pandangan dan senyuman jahilnya itu? Apa dia punya niat yang tidak baik terhadap Taira? Tapi mengapa? Dia bahkan belum pernah melihat secara langsung wujud Taira dan hanya mendengar namanya dari ceritaku dua malam lalu. Lantas apa yang membuatnya tertarik dengan wanita misterius itu? Fikiranku mulai berkecamuk.
“Pfftt! Ada apa dengan ekspresimu itu? Pucat sekali! Jangan takut, aku hanya asal sebut nama yang pernah kudengar darimu dua malam lalu. Jika dia tidak bekerja dengan kalian, bolehkah aku bertemu dengannya? Kau menyuruh ku mencari wanita kan? Bantu aku agar bisa menemui wanita yang kau panggil dengan nama Taira itu! Aku tertarik dengannya,” lanjutnya sedikit tertawa melihat wajah terkejutku yang sebelumnya.
Justru pernyataannya ini akan membuatku semakin takut kan? Dia mengincar Taira? Mana bisa seperti itu!? Dari banyaknya wanita di dunia ini, mengapa harus Taira yang dia incar? Tak bisa ku biarkan dia menemui Taira sampai kapanpun! Taira hanya boleh bertemu denganku, karena akulah yang lebih dulu menemuinya! Takkan ku relakan Taira bertemu dengan pria lain!
“Maaf kak, tapi dia adalah wanita pemalu yang tak mau bertemu siapapun. Kemarin saja ku ajak dia bertemu dengan Leo, wanita itu menolak keras. Kurasa ia tidak akan nyaman jika bertemu dengan anda,” jawabku kembali berusaha tersenyum manis.
“Apa ini? Sepertinya kau sangat mengenalnya? Apa kalian jadi sering berjumpa setelah bertemu di gunung itu? Apa kau menyukainya? Atau jangan-jangan kalian sudah menjalin hubungan cinta?” Kak Arron memberiku berbagai pertanyaan dengan nada menyebalkannya. Dasar berandal! Tak bisakah ia berkata lebih lembut sedikit?
“Sudahlah! Daripada banyak bertanya tentang wanita itu, bukankah masih ada pertanyaan yang belum anda jawab sedari dua hari lalu?” Aku mencoba mengarahkan topik pembicaraan sesuai rencana awalku, tentu saja lengkung bulan sabit selalu setia menaik di bibirku dengan manis.
“Ah, tentang hubunganku dengan korban yang keracunan di kedai kalian dulu ya? Dia adalah satu-satunya orang yang memperlakukanku seperti keluarga semenjak kedua orang tuaku berbisah. Sejak dia tewas, aku jadi tinggal sendirian deh. Sungguh terpuruknya aku selama ini…” jawabnya dengan nada bicaranya yang sengaja dibuat mendayu seolah sedang bersedih.
Jelas sekali aku bisa merasakan kebohongannya! Menyebalkan! Mengapa dia tak pernah mau jujur!? Siapa dia sebenarnya? Dan apa alasannya mencari informasi tentang kasus itu? Apa dia diminta oleh seseorang untuk menyelidiki kasus ini? Aku memejamkan mata dan mencoba untuk fokus mendengarkan hal yang tak dapat didengar oleh orang biasa dengan kemampuanku ini. Terdengar samar-samar isi fikiran kak Arron yang berisik.
Banyak hal dan kecurigaan yang ia fikirkan didalam kepalanya, aku tidak bisa mendengarnya denga spesifik, tapi sepertinya ia diperintah oleh seseorang untuk menyelidiki kasus ini entah dengan alasan apa. Ada orang yang mencurigai ku sebagai pelaku pembunuhan berantai dan entah apa yang membuat kak Arron semakin percaya dengan kecurigaan tersebut. Mungkinkah kak Arron yang mengikutiku seharian kemarin? Menyebalkan! Kesalahpahaman ini harus segera diluruskan!
“Mohon maaf kak, sepertinya saya paham dengan informasi yang sedang anda cari. Saya bisa memberikan anda informasi yang menarik, namun mungkin kita tidak bisa membicarakannya di sini. Mau makan siang bersama di kedai dekat sini? Kali ini biar saya yang bayar,” ucapku menawarkannya hal yang mungkin akan berguna bagi kedua belah pihak.
“Woy Picho! Ga di kedai lama, ga di sini, kau selalu jadi penghianat ya!? Harus berapa kali ku bilang, jika ingin makan beli lah dari tempatmu bekerja sendiri!” Seru Leo dari arah dapur, lagi-lagi melarangku membawa pelanggan pada kedai lain, bagai sebuah dejavu.
“Berisik! Biarkan aku mencari inspirasi menu dari tempat lain! Toh kak Arron juga sudah beli banyak makanan dari sini!” Geramku pada Leo.
“Apa informasinya serahasia itu sampai harus dibahas di tempat lain?” Tanya kak Arron dengan nada dan tatapannya yang menyebalkan.
“Saya rasa informasi ini berhubungan dengan rahasia yang sedang anda coba tutupi sejak dua malam lalu. Saya hanya ingin menyelamatkan rahasia anda,” jawabku semakin menambahkan kadar gula pada senyuman. Kak Arron sempat tersentak dan mempertimbangkan tawaranku sejenak, hal itu cukup membuat perasaanku sedikit tegang.
“Menarik! Sepertinya aku akan suka dengan hal yang ingin kau katakan setelahnya. Baiklah! Mari kita makan di tempat lain!” Akhirnya kak Arron menyetujui tawaranku. Aku tersenyum lega.
“Leo, ku serahkan kedai ini padamu ya!” Seruku sambil menarik tangan kak Arron pergi bersamaku.
“Oy! Mana bisa aku mengurus kedai ini sendirian, sialan!” Amuk Leo yang tidak aku hiraukan, aku terus berlari bersama kak Arron sambil tersenyum riang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
DEAD ACCOUNT
Sekarang gw mulai mikir, mungkin si pembunuh muncul tapi bukan MC di balik topeng itu, yang membuat misteri nya makin susah./CoolGuy/
2024-10-28
1
Yuzu Airu
itu namanya narsis, Picho.. bukan kepercayaan diri yang tinggi. 😂
2024-10-17
0