Alih-alih luntur oleh peluh, terik mentari justru membakar bara semangatku di siang yang terang ini. Terus ku berlari membelah jalan dengan degup jantung yang melagu riang. Senyumanku tak pernah layu sebab melihat banyak hal menyenangkan yang akan terjadi di depan. Dengan larian kencang, aku siap menyambut hal menyenangkan tersebut.
“Oy! Mau sampai kapan lari terus!? Kawanmu tidak akan sempat mengejar posisi kita yang sudah teramat jauh dari rumahnya. Bisakah kita berjalan santai saja mulai dari sini?”
Suara keras dari seorang pria yang berlumur peluh, seketika menghentikan gerak tubuhku secara paksa. Sejenak aku terdiam, membiarkan berjuta fikiran merasuki sel otak ku. Merasakan apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Tentang suara pria itu, dan juga tentang makna dari sastra yang ia tumpahkan dari bibir.
Syaraf tanganku mendeteksi sesuatu yang cukup besar pada gengnggaman, bola mataku menjalar mencari tahu apa yang sedang ku genggam. Tampak tangan pria berukuran besar namun tak lebih besar dariku, menggantung di lingkaran jari jemariku. Sontak atensiku menjalar lagi untuk melihat siapa pemilik tangan ini dan dibuat kaget olehnya.
“Kak Arron!? Sejak kapan ada di sini?” Tanyaku, masih belum sadar akan hal yang terlupakan. Perlahan aku melepaskan tangannya karena panik dan tak tega melihatnya yang kelelahan.
“Sejak negara api menyerang!” Jawabnya ketus sambil memegangi pergelangan tangannya yang merah akibat genggamanku yang erat.
“Oh?” Sahutku yang masih tidak fokus dengan wajah polos. Kak Arron menepuk keningnya hingga terdengar suara yang cukup keras.
“Ya sejak dari rumah Leo lah! Kau lupa!? Kau menarik tanganku sambil berlari dengan janjimu akan mentraktir ku makan siang. Sekarang mana tempat makan yang kau janjikan? Makan kagak, capek iya!” Gerutunya yang meluap-luap terhadap reaksi polos ku.
“Maaf, aku lupa. Habisnya aku terlalu terbawa suasana sih, hehe,” ucapku sambil tersenyum lebar, jariku menggaruk bagian belakang kepalaku yang tidak gatal, dan kurasakan panas di pipiku entah karena cuaca atau malu.
Kak Arron menghela nafas pasrah lalu berkata “Sudahlah, kau ingin membawaku ke mana? Bisa berjalan santai saja ga?”
Senyuman manisku yang sempat layu akibat rasa malu, kembali mekar indah sambil menjawab “Sebentar lagi sampai kak, itu di depan sana ada resto.” Jari telunjukku terangkat ke arah resto yang aku maksud.
Yeah, tadinya aku memang ingin membawa kak Arron ke kedai dekat rumah Leo. Namun untuk mengurangi resiko ada penghuni dari situ yang niat menguntit untuk menyadap, juga dengan alasan pria yang ingin ku traktir ini adalah penyuka alkohol, aku memutuskan mengajaknya makan di resto yang cukup jauh dari rumah Leo dan terdapat menu makanan serta minuman yang lebih lengkap di sana.
...***...
Lima menit berlalu setelah percakapan terakhirku dengan kak Arron, kami lewati dalam perjalanan yang sunyi. Menikmati indahnya berbagai kebun bunga di sebelah kiri, juga menatap birunya laut di pantai sebelah kanan. Bisa dibilang bahwa desa tempatku tinggal ini adalah tempat yang cukup besar hingga dapat menampung aneka ragam lukisan Tuhan yang indah.
Dari perkebunan, pegunungan, sungai, bendungan, hingga pantai pun ada di desa ini. Tak heran jika tempat ini kerap kali dijadikan objek kunjungan wisata oleh banyak pihak. Aku beruntung terlahir di daerah yang serba ada ini. Walau kisah hidupku cukup rumit, namun setidaknya keindahan alam di sini mampu memanjakan retina serta membasuh bersih fikiranku yang penat ini.
Larut dalam lamunan masing-masing, tanpa disadari kami telah sampai pada resto yang cukup besar di pinggir pantai. Desing interior pada resto itu cukup memukau. Dengan nuansa dinding yang serba putih, dihiasi dengan berbagai macam karang warna warni yang membentuk sebuah lukisan menawan. Ditemani oleh bangku-bangku panjang bersama taplak bersih dan karangan bunga diatasnya, membuat resto ini terkesan berkelas. Aku memang tidak pernah salah pilih tempat!
Kami sempat menganga kagum melihat suasana resto ini dengan atensi yang berkelana ke seluruh penjuru gedung berkelas itu, lalu kak Arron bertanya “Kau serius ingin mentraktir ku di resto mewah ini?”
Aku mengangguk yakin sambil tersenyum manis dan menjawab “Kebetulan pengunjung kedaiku dan Leo bulan ini sangat ramai hingga kami bisa mendapatkan hasil lebih besar dari kedai tempat kami bekerja sebelumnya, kemarin niatnya aku ingin mengajak Taira makan siang bersama di resto namun ia menolak keras dengan alasan lebih suka rasa masakanku ketimbang masakan di resto manapun. Jadi hari ini aku masih bisa mentraktir kak Arron, pesan saja apapun yang anda suka.”
“Baru satu bulan membuka usaha kuliner sendiri saja kalian sudah mampu memikat banyak pengunjung!? Setelah sebelumnya kalian terkena tuduhan meracuni pelanggan di kedai asal kalian? Bukankah itu hal yang tidak masuk akal?” Tanya kak Arron secara bertubi-tubi, masih meragukan kejujuranku.
“Entah ya, kasus itu kan hanya berupa tuduhan tanpa bukti yang kuat. Kurasa pemikiran para pelanggan terhadap kasus tersebut cukup beragam? Seperti ada yang percaya dengan tuduhan itu dan tak ingin lagi makan di kedai baru kami, ada juga yang tidak percaya dan tetap ingin menjadi pelanggan setia dimanapun kami berada. Lagi pula, rumah Leo itu tempat yang sangat strategis untuk wisata kuliner,” jawabku panjang lebar menguraikan isi kepalaku akan kasus racun itu.
“Begitu rupanya? Beruntung sekali kalian masih memiliki pelanggan setia,” pujinya entah itu bermaksud kagum atau iri.
“Sudahlah, kak Arron ingin pesan apa?” Tanyaku kembali pada rencana awal mentraktirnya sambil tersenyum ramah.
“Sudah jelas kan?” Jawabnya lantang.
...***...
Setengah jam berlalu, dua buah hidangan juga minuman pun hadir pada meja indah dihadapan kami. Tampak satu porsi nasi panas yang dibalur mentega dan saus tomat dengan potongan-potongan sayur segar seperti wortel buncis rebus juga timun dan tomat diatasnya, tak lupa secangkir susu murni hangat di atas meja dekatku. Sudah jelas itu adalah menu yang ku pesan! Aku tertarik dengan menu unik yang belum pernah ku temui sebelumnya.
Sedangkan menu yang kak Arron pesan adalah nasi ikan kakap, dan sesuai dugaanku ia memesan satu botol minuman beralkohol. Pria ini! Sepertinya jika alkohol bisa menjadi manusia, ia akan bercinta dengan manusia itu. Aku bahkan membayangkan wujud minuman beralkohol jika menjadi manusia, seperti wanita tinggi langsing dengan rambut hitam panjang bergelombang, dan gaun indah berwarna hijau. Sungguh imajinasi yang cukup liar.
“Mau sampai kapan lomba bisu terus!? Makanannya sudah tersaji, jadi ayo makan dan ceritakan padaku tentang informasi menarik yang kau katakan sebelumnya!” Sentak pria tinggi berambut tebal berantakan dibangku hadapanku ini, berhasil membuyarkan rangkaian imajinasiku. Ia bercumbu dengan lubang botol hijau pada genggamannya lalu menelan beberapa mili cairan di dalam botol tersebut dengan nikmat.
“Sebelumnya saya ingin bertanya, siapa yang meminta anda untuk mencari tahu tentang kasus pelanggan yang keracunan itu?” Tanyaku dengan ramah sambil menyuapkan nasi mentega yang ku pesan ke dalam mulutku, menyicipi rasanya dan terkejut dengan kenikmatannya yang luar biasa. Aku mulai fokus pada topik utama yang sedari tadi ingin ku selesaikan.
“Apa maksudmu? Kan aku sudah bilang bahwa dia adalah orang yang seperti keluarga bagiku!” Jawabnya masih menolak untuk berkata jujur.
“Begitu? Lalu orang itu adalah laki-laki atau perempuan?” Tanyaku dengan tenang mencoba menguji kejujurannya.
“Kau bilang korbannya adalah cowok kan!?”
“Kok nanya balik ke aku sih? Bukankah anda yang lebih mengenal korban itu? Mengapa anda mempercayai perkataanku begitu saja malam itu?” Tanyaku masih mencoba menggiringnya agar berkata jujur. Jika lisannya masih tak bisa juga mengatakan kejujuran, setidaknya aku bisa mendengarnya dari suara batin.
Atensiku tak pernah lepas dari pria tinggi yang gemar sekali meminum dari botol hijau di hadapanku. Mimik wajahnya sungguh menarik untuk ku perhatikan dengan lekat. Pupilnya yang mengecil diantara matanya yang membola besar, kulitnya seketika menghujani salju putih yang dingin hingga bibirnya membiru, peluh membanjiri seluruh tubuhnya. Tampak dengan jelas bahwa kak Arron kini telah dilanda rasa panik dan kebingungan yang mendalam.
“Apa ini!? Jadi yang benar korbannya perempuan atau laki-laki? Dia sedang mencoba mengecoh ku? Apa yang ia katakan malam itu kebohongan? Ia menguji kejujuranku dengan cara memutar balikkan data tentang kasus itu? Kenapa aku bodoh sekali tidak memastikan kebenaran datanya terlebih dahulu? Sekarang aku harus jawab apa? Sial! Aku salah perhitungan! Rupanya targetku yang kali ini tak mudah untuk ditaklukkan.”
Terdengar rentetan pertanyaan didalam hatinya yang berkecambuk, membuatku semakin yakin bahwa ia sedang berusaha menutupi sesuatu dariku. Uuhh senangnya! Aku tak menyangka bahwa kemampuan yang awalnya ku kira menyebalkan dan menggangguku itu, rupanya bisa menjadi sangat berguna juga. Sekarang aku bisa dengan mudah mendeteksi kejujuran atau kebohongan seseorang yang sedang berhadapan denganku. Sungguh kemampuan yang luar biasa.
Kak Arron menghela nafas pasrah sebelum bertanya “Apa yang kau inginkan?”
Aku tersenyum manis sambil menjawab “Kejujuran anda. Saya bisa menyadari setiap kebohongan anda sejak awal. Bahkan perihal nama pun anda berbohong, kan?”
“Kau? Siapa kau sebenarnya!?”
“Picho.”
“Tidak, aku tahu namamu! Yang aku tanyakan adalah tentang jati dirimu!”
“Koki.”
“Maksudku adalah, manusia atau koki jenis apa dirimu ini!?”
Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan aneh dari kak Arron, lalu terfikirkan sebuah ide menarik di benakku. “Apa ini? Tegang sekali suasana di sini! Kita ini sedang makan siang bersama kan? Aku punya ide agar suasananya menjadi lebih santai. Bagaimana jika kita bermain Truth to Truth?” Usulku.
“Kau kira usia berapa kita, masih bermain hal seperti itu!?”
“Anda membutuhkan informasi, kan? Saya pun membutuhkannya. Jadi mari kita saling memberi informasi dengan bermain game ini! Ku rasa tidak ada pihak yang dirugikan di sini?” Aku berusaha membujuknya agar mengikuti jalan permainanku.
“Maksudmu, kau akan menjawab pertanyaanku dengan jujur jika aku juga menjawabmu dengan jujur, begitu?”
“Rupanya alkohol memang membuatmu menjadi jauh lebih cerdas ya? Menarik sekali!” Riang ku.
Lagi, kak Arron menghela nafas pasrah untuk kedua kalinya, lalu ia berkata “Yasudah, informasi apa yang ingin kau korek dariku?” Kadar gula dalam senyumanku semakin bertambah mendengar pria yang pandai sandiwara ini akhirnya mau juga masuk dalam permainanku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
DEAD ACCOUNT
Like nya makin ke sini makin sedikit/Sweat/
2024-10-28
1
DEAD ACCOUNT
Owalah, ini yang kamu sebutin sebelum nya ya?
2024-10-28
1