11. Penyelidikan Detektif

...PERINGATAN...

...Chapter ini mengandung konten dewasa. Bagi pembaca yang masih dibawah umur, dimohon kebijaksanaannya dalam membaca. Terimakasih, selamat menikmati…...

...***...

[Detektif Pria]

“Betapa… Bahagianya! Punya banyak kasus, betapa senangnya! Betapa… Bahagianya! Mendapat bayaran bersama cewek cantik! Hik…!” Aku menyenandungkan sebuah lagu yang aku lupa apa judulnya, dan sedikit mengganti liriknya, sambil berjalan agak sempoyongan memegangi foto wanita dan botol minuman dari pak pimpinan polisi.

Kutatap lagi foto wanita yang harus ku selidiki dengan teliti dan merasa berdebar serta bahagia. “Uuuh! Ternyata dia memang cantik!” Gumamku, gemas dengan wajah imutnya yang menawan. “Ini sih terlalu cantik jika hanya untuk diselidiki! Sepertinya aku akan melakukan hal yang lebih jika sudah berhasil menangkapnya!” Lanjutku sambil terus berjalan sempoyongan hingga sampai pada rumahku tercinta.

Sesampainya di rumah besar yang kosong ini, aku segera menaiki tangga melingkar dan memasuki kamar mewahku yang berada di lantai atas, lalu menempelkan ketiga foto yang tadi diberikan oleh pak pimpinan pada tembok kamarku yang sudah penuh dengan foto-foto kriminal lainnya.

Tentu saja para kriminal yang fotonya tertempel di tembok sudah kuberi tanda silang semua, aku adalah detektif terhebat yang selalu berhasil menangkap dan mengungkap kasus sesulit apapun! Apalagi kali ini hanyalah kasus detektif yang bekerjasama dengan pelaku pembunuh berantai, mudah sekali kutangani!

Ku tatap ketiga foto target yang baru saja aku tempel di tembok sambil sesekali meneguk minuman yang masih tersisa dari botol berwarna hijau yang kugenggam erat, berfikir tentang mereka dan cara menangkapnya. Dua pria itu adalah koki yang bekerja di kedai yang sudah satu bulan tutup akibat kasus pelanggan keracunan makanan itu ya? Dan sejak itu tak ada lagi kasus pembunuhan berantai?

Seharusnya sudah jelas bahwa mereka adalah pembunuhnya! Mengapa detektif cantik ini tak mampu menemukan buktinya? Atau memang sengaja ia tutupi dari pak pimpinan? Tapi kenapa? Apa dia diancam? Atau memang sejak awal dia bekerjasama dengan mereka dan menyamar menjadi detektif untuk mencuri informasi dari kepolisian? Liciknya! Tapi aku suka cara kerjanya yang penuh teka-teki ini.

Aku terus berfikir sambil minum, hingga tak kuasa menahan kantuk. Tubuhku terasa berat dan seolah ada tarikan grafitasi yang kuat dari kasur tempatku duduki ini, tanpa disadari aku sudah terbaring lemas dan menjatuhkan botol yang sedari tadi ku genggam tanpa peduli apakah masih ada isinya atau tidak. Mataku perlahan mengatup dan aku tak bisa mengingat apapun lagi yang terjadi setelahnya.

...***...

“Ayah, ibu, lihat! Aku dapat nilai 96 di ujian matematika!”

“Ini semua gara-gara kamu, mas!”

“Kok salah aku sih ma!? Jelas mama yang tidur dengan pria itu!”

“Ya aku cari yang lain karena papa duluan yang tidur sama perempuan lain!”

“Atas dasar apa mama nuduh papa begitu!?”

“Jelas-jelas papa sering pulang pagi, dan seragam kerja papa wangi parfum perempuan, ada bekas lipstick juga!”

“Ayah? Ibu?”

“Mama masih bahas masalah itu!? Waktu dulu papa sempat ditipu, ma! Harus berapa kali dijelaskan, supaya mama percaya!?”

“Aku ga butuh penjelasan, aku butuhnya bukti!”

“Ayah, ibu, kalian kenapa?”

“Berisik kamu! Ini urusan orang tua! Anak kecil ga boleh ikut campur!”

“Tapi, aku dapat nilai tinggi di ujian matematika.”

“Yasudah, kembali ke kamar saja dan lanjut belajar supaya tambah pintar!”

Eugh! Kepalaku sakit. Kenangan itu lagi? Perutku mual! Apa aku mabuk lagi? Kalau aku mabuk, berarti ada kasus baru yang harus aku selesaikan dong!? Tersadar dari mabuk, aku sontak mengambil posisi duduk dan melihat keadaan kamarku. Berantakan! Pecahan botol hijau berserakan bersama beberapa mili air yang menggenang disekitarnya. Siapa yang memberiku minuman sebagai bayaran untuk menyelesaikan kasus? Kasus seperti apa pula yang harus aku selesaikan?

Pandanganku mulai beredar ke arah tembok kamar dekat kasurku, tampak tiga foto baru tertempel pada tembok tersebut. Dua pria yang sempat bekerja di kedai dengan kasus pelanggan keracunan makanan, dan perempuan itu adalah…? Mataku mulai memicing dengan keningku yang berkerut, mencoba mengingat tentang apapun yang terjadi sebelum aku tumbang karena mabuk.

“Huuek!” Aku tak bisa menahan rasa mualku akibat mabuk yang entah sejak kapan ini, segera ku berlari pada toilet yang ada di kamarku, dan memuntahkan seluruh isi perutku.

Setelah puas mengosongkan perut, aku membersihkan bekas pecahan botol yang terserak di lantai sekitar kasur, juga membersihkan tumpahan airnya. Aku duduk termenung di kasur sambil meminum air mineral yang selalu ku siapkan di meja sebelahnya, mengatur nafas lalu memejamkan mata, mencoba mengingat kasus seperti apa yang harus ku selesaikan dari ketiga foto baru yang tertempel pada tembok kamar.

Ah iya! Perempuan itu adalah detektif yang berkhianat ya? Aku ingat sekarang! Hmmm? Bukti mana ya yang mau aku temukan lebih dulu? Bukti bahwa kedua pria itu adalah pembunuh berantai, atatau bukti kalau perempuan itu memalsukan laporan pada pimpinan kepolisian? Sepertinya aku harus menyingkirkan kedua pria itu dulu, agar bisa memojokkan si perempuan cantik saat ia sendirian.

Saat sedang asik memikirkan strategi untuk mengalahkan tiga sekawan itu, perutku memberi sinyal bahwa ia ingin diisi dengan makanan. Aku lupa kalau tadi sempat muntah. Terpaksa aku menuruni tangga dan berjalan menuju dapur untuk mencari makanan di kulkas. Mendapati kulkas yang kosong bahkan hanya ada laba-laba yang bersarang didalamnya, pencarian makananku beralih pada lemari dan menemukan mie instan di dalamnya. Aku lupa masak nasi ya? Sudahlah, masak mienya dua bungkus saja!

Setelah jadi mie instan goreng dua bungkus, aku meletakannya pada meja besar yang megah namun berdebu. Ruanganya saja yang megah dan mewah, namun barang yang bersih di sini hanyalah peralatan masak dan perlengkapan makan. Selain kulkas yang kosong, seisi rumah ini pun kosong hingga aku harus makan sendirian setiap harinya.

Sungguh sepi, semenjak kedua orang tuaku berpisah aku tinggal sendirian di rumah yang bagaikan istana ini. Aku mana mampu membersihkan dan merapikan seluruh rumah sendirian? Itulah yang membuatku hanya membersihkan ruang kamar pribadi dan perlengkapan makan. Itu juga sebabnya meja makan yang megah ini kubiarkan berdebu.

Terdengar malas memang, tapi kan aku adalah detektif yang sibuk membela keadilan. Walau yah, hidupku sendiri juga berantakan tak bisa lepas dari minuman keras, sejak depresi yang ku derita karena perpisahan orangtuaku. Namun hal itu tidak melunturkan tekadku untuk menegakan keadilan dengan cara menjadi seorang detektif terhebat dan yang paling dibutuhkan. Sejak kecil aku memang anak yang cerdas. Aku ingin menjadi penegak keadilan, karena orang tuaku bercerai dengan cara yang tidak adil.

...***...

Tak ingin mengingat hal buruk, aku mulai fokus pada tugasku sebagai detektif, dan mengungkap kebenaran. Usai makan dan mencuci piring, aku berencana untuk mencari informasi dari kedai tempat pelanggan keracunan terlebih dahulu untuk memastikan kebenaran kedua koki itu adalah pelakunya atau bukan. Di kedai yang tadinya selalu ramai pengunjung itu, tak ada bukti apapun tentang kelakuan dua koki tersebut.

Bodohnya, si pemilik kedai terlalu sayang dan percaya pada karyawannya, hingga tidak memasang CCTV disudut manapun kedai yang lumayan besar ini. Atau mungkin memang karena ia tak memiliki cukup uang untuk membelinya? Entahlah, yang jelas tak ada barang bukti apapun di kedai itu. Jika seperti ini, terpaksa aku menguntit kehidupan kedua koki yang dikabarkan sudah membuka bisnis kuliner baru di tempat lain itu.

Aku mencoba mampir pada rumah makan yang mereka dirikan sendiri, mungkin lebih tepatnya rumah salah satu koki dari mereka yang dikorbankan untuk dijadikan rumah makan kecil-kecilan. Aku ingin tahu bagaimana gaya masakan mereka, dan dengan cara seperti apa mereka meracuni pembeli.

Namun nihil, aku tidak menemukan hal aneh apapun disisin. Seharian pun aku duduk di warung makan kecil ini, seberapa banyak pun menu yang ku cicipi, dan sejeli apa pun aku memperhatikan kedua koki itu, mereka hanyalah koki biasa. Walau ku akui masakan mereka sungguh lezat, dan cara mereka melayani pelanggan sungguh ramah dan menyenangkan.

Mereka aktif berbincang pada pengunjung dan menanyakan tentang keluh kesah terhadap makanan yang mereka sajikan, sebagai bahan evaluasi untuk membuat makanan yang lebih baik lagi kedepannya. Namun menurutku rasa makanan dan pelayanan di tempat mereka sudah lebih dari kata sempurna.

Mereka terlihat baik dan tulus, tapi justru itu patut dicurigai sebagai tekhnik manipulasi kan? Seperti yang banyak diketahui, bahwa pelaku kriminal sangatlah pandai memanipulasi korbanya agar bisa memangsa para korban dengan mudah, dan juga untuk menyembunyikan bukti kejahatan mereka. Namun tetap saja, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Dan sialnya aku tak mampu menemukan sedikitpun cela dari mereka.

“Permisi kak, kedai kami sudah hampir tutup. Apa kakak masih ingin memesan lagi, atau membungkus makanan untuk dibawa pulang?” Tanya salah satu pria berambut panjang dengan poninya yang terikat rapi, ramah dan sopan disertai senyuman manis. Dia adalah salah satu koki yang menjadi tersangka pelaku pembunuh berantai yang telah lama hilang.

Aku mengamati wajahnya dengan lekat, cukup manis dan tampan. Terlihat seperti seseorang yang tulus menebar kebaikan juga. Namun aku bisa melihat banyak kesedihan dan kekhawatiran dalam relung matanya, seolah menyimpan berjuta masalah dalam fikirannya. Terlihat juga dari kantung matanya yang bengkak dan merah, seperti seseorang yang tak pernah bisa tidur dengan tenang. Sepertinya ia sedang diselimuti oleh rasa takut? Apa ia takut kebusukkannya akan terbongkar? Hingga menyembunyikannya dibalik senyuman? Patut dicurigai!

“Kak?” Tanyanya lagi setelah lama tak mendapatkan respon dariku.

“Hah? Kenapa? Aku ga fokus,” tanyaku dengan cara bicara yang kasual, tidak terlalu mendengarkan apa yang baru saja ia tanyakan, dan malah larut dalam lamunanku sendiri. Pria itu tersenyum manis menatapku dengan ramah.

“Baik, saya ulangi lagi ya. Kedai kami sudah hampir tutup, apa ada lagi yang ingin kakak pesan, atau bungkus untuk dibawa pulang?”

“Nginap sini saja, boleh ga?” Tanyaku mencoba mengajaknya bercanda.

“Baik, akan saya diskusikan dulu pada teman saya yang punya rumah ini, perihal harga sewa hotel,” jawabnya masih dengan ramah dan tersenyum manis, membuatku ragu apakah dia sedang bercanda atau serius.

“Leo! Rumah ini disewakan jadi hotel saja ya? Ada pelanggan baru yang betah dan ingin menginap di sini!” Serunya pada kawan yang sedang mencuci piring di dalam rumah. Aku mulai panik, apakah dia benar-benar serius mengatakannya?

“Jangan lah, dasar bodoh! Aku belum beli bahan makanan untuk menyiapkannya sarapan pagi! Tak ada kolam renang juga di sini!” Sahut sang kawan dari dalam.

“Yasudah bikin dulu kolam renangnya!” Saran singkatnya, yang menurutku tidak bisa dijadikan solusi.

“Kau kira aku pohon uang yang bisa dengan mudahnya membangun kolam renang!?” Kedengarannya si kawan sudah mulai kesal dengan tingkah laku koki berambut panjang ini.

“Yasudah, tanam dulu saja pohon uangnya! Halaman rumahmu kan luas,” usulnya lagi semakin tidak masuk akal.

“Mana bisa begitu, Picho!?”

“Oh, ga bisa ya? Kirain bisa,” ucap koki berambut panjang itu pasrah dengan wajah polosnya.

“Maaf kak, rumah ini tak bisa disewakan untuk menginap. Tapi sebagai tanda permintaan maaf, juga rasa terimakasih kami karena kakak sudah memesan banyak makanan hari ini, kami akan menyiapkan hidangan spesial untuk kakak secara gratis. Mohon tunggu sebentar,” lanjutnya kembali mengajakku bicara, dengan senyuman manis. Apa dia benar-benar serius?

“Woy, kau tidak berfikir bahwa aku serius kan? Aku cuma bercanda! Apa kau sepolos itu!?” Terangku, mencoba menjelaskan yang sebenarnya. Khawatir jika ia salah paham padaku.

“I know. Saya juga bercanda tentang ‘hotel’. Tapi saya akan tetap membuat hidangan spesial untuk anda, jadi tunggu saja ya!” Sahutnya ramah, sambil sedikit tertawa kecil dan berlalu ke dapur menyiapkan bahan tepung dan telur lalu mengadonnya menjadi satu ditambah dengan air dan kiju. Unik juga cara bercandanya! Fikir ku.

Episodes
1 01. Bisikan Misterius
2 02. Penampakan Misterius
3 03. Sedikit Interogasi
4 04. Informasi Buntu
5 05. Mencoba Melupakan
6 06. Tragedi Baru
7 07. Mencari Jawaban
8 08. Misteri Baru
9 09. Arwah Nakal!
10 10. Keraguan Polisi
11 11. Penyelidikan Detektif
12 12. Interogasi Dadakan
13 13. Strategi Pengintaian
14 14. Misteri Kencan?
15 15. Perbincangan Tegang
16 16. Perang Sandiwara
17 17. Truth to Truth
18 18. Dare of Dare
19 19. Autopsi dan Saksi
20 20. Menegakkan Keadilan
21 21. Sebuah Keputusan
22 22. Api Es
23 23. Misteri Topeng
24 24. Teka-teki Menarik
25 25. Rubah Putih
26 26. Bisakah Disalahkan?
27 27. Kawan, Lawan?
28 28. Bola Cokelat
29 29. Sebuah Penyelamatan
30 30. Undangan Kencan?
31 31. Pencarian Tertemui
32 32. Karena Nama
33 33. Mencari Identitas
34 34. Keluarga Baru
35 35. Cerita Sesungguhnya
36 36. Think Midnigth
37 37. Think Midnigth (2)
38 38. Bekas Semalam
39 39. Sedikit Pertikaian
40 40. Pelanggan Aneh
41 41. Menjalankan Rencana
42 42. Ketegangan Baru
43 43. Makna Pisau
44 44. Melepas Gelar
45 45. Eine Kleine
46 46. Live Music
47 47. Sebuah Firasat
48 48. Pemandangan Terburuk
49 49. Jawaban Misteri
50 50. Dejavu
51 51. Resah Menanti
52 Thanks for 200+ Readers!
53 Rasa Rindu
54 Hilang!?
55 You Are Mine [Special Episode]
56 Kunjungan
57 Interogasi Sungguhan
58 Melepas Rindu
59 Membuat Lagu
60 Tak Berharap
61 Kabar Buruk
62 Adu Argumen
63 Sorry.
64 Update?
65 Pengumpulan Bukti
Episodes

Updated 65 Episodes

1
01. Bisikan Misterius
2
02. Penampakan Misterius
3
03. Sedikit Interogasi
4
04. Informasi Buntu
5
05. Mencoba Melupakan
6
06. Tragedi Baru
7
07. Mencari Jawaban
8
08. Misteri Baru
9
09. Arwah Nakal!
10
10. Keraguan Polisi
11
11. Penyelidikan Detektif
12
12. Interogasi Dadakan
13
13. Strategi Pengintaian
14
14. Misteri Kencan?
15
15. Perbincangan Tegang
16
16. Perang Sandiwara
17
17. Truth to Truth
18
18. Dare of Dare
19
19. Autopsi dan Saksi
20
20. Menegakkan Keadilan
21
21. Sebuah Keputusan
22
22. Api Es
23
23. Misteri Topeng
24
24. Teka-teki Menarik
25
25. Rubah Putih
26
26. Bisakah Disalahkan?
27
27. Kawan, Lawan?
28
28. Bola Cokelat
29
29. Sebuah Penyelamatan
30
30. Undangan Kencan?
31
31. Pencarian Tertemui
32
32. Karena Nama
33
33. Mencari Identitas
34
34. Keluarga Baru
35
35. Cerita Sesungguhnya
36
36. Think Midnigth
37
37. Think Midnigth (2)
38
38. Bekas Semalam
39
39. Sedikit Pertikaian
40
40. Pelanggan Aneh
41
41. Menjalankan Rencana
42
42. Ketegangan Baru
43
43. Makna Pisau
44
44. Melepas Gelar
45
45. Eine Kleine
46
46. Live Music
47
47. Sebuah Firasat
48
48. Pemandangan Terburuk
49
49. Jawaban Misteri
50
50. Dejavu
51
51. Resah Menanti
52
Thanks for 200+ Readers!
53
Rasa Rindu
54
Hilang!?
55
You Are Mine [Special Episode]
56
Kunjungan
57
Interogasi Sungguhan
58
Melepas Rindu
59
Membuat Lagu
60
Tak Berharap
61
Kabar Buruk
62
Adu Argumen
63
Sorry.
64
Update?
65
Pengumpulan Bukti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!