13. Strategi Pengintaian

Angin malam mulai menembus pori-pori kulitku, namun tak cukup untuk menghapus hangat dalam degup jantungku. Hanya sinar rembulan bersama bintang juga suara senandung jangkrik lah yang menemani langkah pelanku sembari meneguk air bersoda pada botol hijau di genggamanku.

Di malam gelap nan sunyi ini, kakiku menari tanpa suara mengikuti langkah target yang berada kira-kira satu meter di depanku. Retinaku tak pernah lepas menatap pria berambut panjang yang tengah berjalan santai itu, sepertinya ia tak menyadari kehadiranku.

Terus ku ikuti pria yang ku curigai adalah pelaku pembunuhan berantai tersebut hingga rumahnya. Tak ada yang aneh dengannya sepanjang perjalanan, tak ku temukan juga gerak gerik mencurigakan darinya. Dia hanya berjalan santai sambil menatap rembulan dan tersenyum manis. Bahkan saat sendirian pun ia tetap tersenyum manis? Apa yang sedang ia fikirkan di dalam kepalanya?

Aku terus berjalan bersama banyak fikiran di kepalaku. Tentang pria bertopeng rubah putih yang dibicarakan oleh koki itu, apakah ia berbohong? Dalam ceritanya, dia gagal menangkap si pria bertopeng rubah sebab jatuh dari sepeda dan cedera cukup parah karenanya. Seharusnya dia memiliki sepeda, kan? Lantas mengapa sekarang ia pulang jalan kaki? Kemana sepedanya?

Fikiranku terus berkelana, apakah sepeda miliknya ia tinggalkan dirumah? Tapi untuk apa juga ia repot-repot meninggalkannya dan membuang energi untuk jalan kaki kemanapun ia pergi? Apakah sepedanya rusak? Atau mungkin dia jalan kaki agar mudah mengincar target pembunuhan selanjutnya? Mengerikan! Aku harus tetap waspada mengintai setiap pergerakannya.

Larut dalam lamunan, tanpa sadar aku sudah mengikutinya hingga depan rumah kayu kecil yang serba sederhana. Ku lihat dia memasuki rumah tersebut. Apa itu rumah miliknya? Aku hanya mengintai dari balik pohon di sebrang rumahnya dekat sungai, menyaksikan kegiatan yang ia lakukan didalam rumah kayu yang kaca jendelanya transparan.

Terus ku lihat dia yang mulai menutup tirai kamarnya dan mematikan lampu layaknya hendak tidur. Namun tak lama setelahnya hal aneh terjadi. Pria dengan tahi lalat di pipi kirinya itu kembali membuka tirai kamarnya dan mengintip keluar. Apa dia menyadari kehadiranku? Tak mungkin! Aku yakin sudah bersembunyi ditempat yang tak bisa dilihat oleh siapapun!

Setelah membuka tirai dan mengintip ke luar jendela, walau samar aku mampu melihat ada kilauan air mata yang mengalir di pipinya. Apa dia menagis? Setelah sepanjang perjalanan pulang tersenyum manis? Ada apa dengan pria ini? Sepertinya dugaanku saat di kedai barunya benar, dia sulit tidur setiap malam karena gelisah atau takut pada sesuatu. Itu terlihat jelas pada relung matanya. Tapi hal seperti apa yang ia resahkan?

Tak berhenti di situ, hal aneh lainnya kembali terjadi. Aku melihat jarinya menunjuk ke arah pintu masuk rumah seolah sedang memberitahu seseorang letak pintu rumahnya. Lalu ia bergegas membukakan pintu dan bertingkah seolah mempersilahkan orang masuk pada rumahnya. Aku menelan beberapa teguk minuman dalam botol pada genggamanku lalu melihat sekitar rumahnya dengan lebih jeli. Tak ada seorangpun di sana. Siapa yang sedang ia persilahkan masuk?

Lagi dan lagi, aku bisa melihatnya menarikan kursi pada meja ruang makannya yang menerawang jelas dari jendela rumahnya. Lalu ia menyuguhkan secangkir minuman yang sepertinya adalah cokelat panas pada meja kosong dekat bangku yang ia tarik tadi. Tak lama setelahnya aku dapat melihat pria tinggi itu menyiapkan adonan dan memasakkan kue. Aku jadi teringat pada cheese cake yang ia buatkan untukku. Aku bahkan masih membawa kotak kue itu.

Sambil menyaksikan aksi memasaknya yang mungkin sekitar setengah jam itu, aku yang lapar mulai membuka kotak kue darinya dan menyicipi kue tersebut. Rasanya sungguh nikmat! Tekstur lembut yang lumer di mulut berpadu dengan asam manis dari Strawberry yang tersaji sebagai hiasan, menjadikan kue ini terasa pas dan menyegarkan.

Jika pria itu membuatkannya dalam porsi kecil, pasti aku sudah menghabisinya. Namun kue yang teramat besar ini terpaksa aku masukan kembali kedalam kotak untuk ku makan sisanya di rumah. Lalu aku kembali fokus memperhatikan pergerakan sang koki yang tak pernah gagal membuat makanan lezat itu. Kali ini ia terlihat menyajikan camilan sejenis pan cake atau semacamnya pada meja kosong, lalu duduk tanpa memakannya.

Walau aku tak mampu mendengar suaranya dengan jelas, namun mataku yang jeli ini mampu melihat gerak bibirnya yang seolah sedang berbincang entah dengan siapa. Sedikit bertengkar, dan terlihat seperti sedang berdiskusi dengan dirinya sendiri. Ia nampak kebingungan dan frustasi entah masalah apa yang berada dalam benaknya. Sejauh ini aku berasumsi bahwa ia adalah orang yang mengidap gangguan kejiwaan.

Namun terlalu terburu-buru untuk menyimpulkan. Aku terus memasang mata dengan jeli untuk melihat gerak-geriknya yang semakin lama semakin aneh. Dia keluar dari rumah tersebut dengan raut wajah masam seperti sedang dipaksa untuk melakukan sesuatu, lalu pergi ke arah yang mungkin adalah kedai tempat kerjanya yang lama sebelum ia bekerja di rumah sahabatnya, Leo. Aku mengikutinya dari jauh, namun tak sampai 5 menit perjalanan ia lenyap dari pandanganku.

Terkejut? Jelas aku sangat terkejut! Bagaimana mungkin seseorang bisa melenyap begitu saja dalam hitungan detik? Apa ini halusinasiku karena sedang mabuk? Mustahil! Aku tak pernah berhalusinasi saat mabuk! Justru minuman ini membuatku lebih segar dan fokus! Aku panik, fikiranku mulai kacau. Aku terus memaksa otak ku untuk menemukan jawaban tentang kemana kira-kira pria itu pergi?

Malam hari, ke arah kedai lama, kasus, apa jangan-jangan dia pergi arah… “Gunung!?” Gumamku pada diri sendiri, mulai tersadar bahwa rutinitas pembunuh berantai adalah membunuh korbannya di gunung dekat kedai pada malam hari. Sontak aku segera mencari cara agar mampu sampai pada gunung itu dengan cepat.

Ku lihat di sekitarku ada sepeda tua degan keranjang di bagian depannya yang biasa digunakan oleh petani untuk membawa hasil panennya. Tanpa fikir panjang, aku meletakan kotak kueh dan botol minuman yang sedari tadi ku bawa di dalam keranjang sepeda tersebut, lalu segera menaiki dan mendayuh pedal sepeda dengan kecepatan penuh menuju gunung.

“Punya siapapun sepeda ini, aku pinjam dulu ya! Jika sepeda ini rusak di perjalanan, akan ku belikan sepeda baru yang lebih bagus!” Teriakku sambil terus mengendarai sepeda tersebut.

Jarak yang seharusnya ku tempuh dalam waktu satu setengah jam jika menaiki sepeda, mampu kutempuh dalam waktu setengah jam saja karena aku mengendarainya dengan kecepatan penuh. Sesampainya di gunung, retinaku langsung menangkap sosok pria yang sedari tadi aku ikuti itu. Rupanya benar dia ke gunung? Tapi membunuh siapa? Tak ada orang lain di sini. Setelah menyadari bahwa orang yang kucari ada tak jauh di hadapanku, aku segera mencari tempat yang pas untuk bersembunyi.

Ku lihat dari balik pohon di sekitar sini, pria bernama Picho itu sedang memejamkan matanya entah memikirkan apa. Kali ini aku bisa melihatnya dari jarak yang lebih dekat dan mampu mendengar setiap ucapannya dengan jelas. Picho terdengar sangat kesal menjelaskan bahwa dirinya tegah direndahkan entah oleh siapa dan kepada siapa ia mengeluh. Yang ku tahu pasti ia menyebut sosok yang merendahkannya itu dengan ‘mereka’, dan yang sedang ia ajak bicara adalah… Taira?

Tunggu, Taira!? Aku tidak salah dengar? Kalau tidak salah itu adalah nama gadis yang tadi sempat Picho bicarakan padaku di rumah Leo, tentang keluarga salah satu korban yang dibunuh di gunung ini. Dia sedang berbicara dengan gadis itu? Tapi aku tidak melihat ada seorangpun disini. Apa dia terkena delusi? Apa dia tak bisa membedakan dunia nyata dengan delusinya sendiri hingga berani menceritakan tentang Taira padaku?

Dia mendiskusikan tentang pembunuh berantai pada sosok yang bisa ku sebut sebagai delusinya. Dari diskusinya, dapat aku pahami bahwa Picho juga sedang mencari tahu letak keberadaan pembunuh tersebut. Sepertinya ia tidak sadar bahwa Taira yang ada dihadapannya itu adalah delusi. Dan dengan ketidaksadarannya itu ia berpotensi melakukan apapun termasuk membunuh orang. Aku jadi semakin curiga bahwa dia adalah pembunuh berantainya.

Tapi bagaimana tentang pria bertopeng rubah putih yang ia lihat saat jatuh dari sepeda? Apa itu juga delusinya? Masih terlalu awal untuk menarik kesimpulan kan? Sepertinya aku harus menyelidikinya lebih dalam lagi. Tapi tidak hari ini. Mengingat malam semakin larut, juga pengaruh alkohol yang mulai membuatku mual, aku memutuskan untuk kembali pulang sebelum Picho menyadari keberadaanku. Mungkin aku akan memikirkan strategi selanjutnya nanti sebelum tidur di rumah, toh sepeda petani ini juga harus ku kembalikan.

Aku melalui perjalanan pulang ku bersama berjuta pertanyaan dalam benak. Tentang pria bertopeng rubah putih yang Picho ceritakan, tentang sepeda dalam cerita Picho yang tak mampu ku lihat keberadaannya, tentang Taira yang juga tak mampu ku lihat, namun yang paling membingungkan bagiku adalah tentang perjalanan Picho ke gunung yang hanya mampu ku lihat selama 5 menit, setelahnya ia luput dari pandanganku. Semua ini jadi terasa semakin tak masuk akal!

“Di dunia ini memang banyak hal yang tidak masuk akal, ku kira hanya aku saja yang merasakan keanehan dalam hidup rupanya orang lain juga memiliki hal anehnya masing-masing.”

Degh! Sejenak aku teringat akan kata-kata yang Picho sampaikan padaku. Tadinya aku tidak mengerti dengan maksud dari kalimat tersebut, namun setelah melihat segala keanehan yang tidak masuk akal malam ini aku jadi menyadari satu hal. Mungkin Picho merasa ada beberapa hal aneh yang terjadi dalam dirinya, ia terus mempertanyakan keanehan itu hingga tak bisa tidur tenang setiap malamnya. Oleh sebab itu ia frustasi mencari jawaban dari setiap pertanyaannya.

Jika asumsiku benar, untuk sementara waktu bisa aku simpulkan bahwa pria koki itu sedang mengalami banyak delusi yang membuatnya semakin tak mengerti tentang dirinya sendiri. Mungkin saja ia berdelusi melihat sosok pria bertopeng rubah putih itu yang ternyata adalah cerminan dari dirinya sendiri, dan dengan delusi serta rasa frustrasinya dengan kehidupan yang aneh ia tanpa sadar membunuh banyak korban di gunung ini.

Ia seperti sedang membunuh dan mencari tahu tentang pembunuh itu sendiri sebagai bukti bahwa bukan dia yang melakukannya? Tapi jika benar itu yang terjadi, apakah dia bisa ditangkap? Secara dia membunuh dalam keadaan pengaruh delusi dan bukan atas kesadarannya sendiri, apakah dia tidak bisa disalahkan karena tidak sadar akan perilakunya sendiri? Yang benar saja! Baik itu sadar ataupun tidak sadar, yang ia lakukan tetaplah berbahaya dan harus ditindaklanjuti!

“Sepertinya ini adalah kasus yang menarik,” gumamku sambil berseringai.

Episodes
1 01. Bisikan Misterius
2 02. Penampakan Misterius
3 03. Sedikit Interogasi
4 04. Informasi Buntu
5 05. Mencoba Melupakan
6 06. Tragedi Baru
7 07. Mencari Jawaban
8 08. Misteri Baru
9 09. Arwah Nakal!
10 10. Keraguan Polisi
11 11. Penyelidikan Detektif
12 12. Interogasi Dadakan
13 13. Strategi Pengintaian
14 14. Misteri Kencan?
15 15. Perbincangan Tegang
16 16. Perang Sandiwara
17 17. Truth to Truth
18 18. Dare of Dare
19 19. Autopsi dan Saksi
20 20. Menegakkan Keadilan
21 21. Sebuah Keputusan
22 22. Api Es
23 23. Misteri Topeng
24 24. Teka-teki Menarik
25 25. Rubah Putih
26 26. Bisakah Disalahkan?
27 27. Kawan, Lawan?
28 28. Bola Cokelat
29 29. Sebuah Penyelamatan
30 30. Undangan Kencan?
31 31. Pencarian Tertemui
32 32. Karena Nama
33 33. Mencari Identitas
34 34. Keluarga Baru
35 35. Cerita Sesungguhnya
36 36. Think Midnigth
37 37. Think Midnigth (2)
38 38. Bekas Semalam
39 39. Sedikit Pertikaian
40 40. Pelanggan Aneh
41 41. Menjalankan Rencana
42 42. Ketegangan Baru
43 43. Makna Pisau
44 44. Melepas Gelar
45 45. Eine Kleine
46 46. Live Music
47 47. Sebuah Firasat
48 48. Pemandangan Terburuk
49 49. Jawaban Misteri
50 50. Dejavu
51 51. Resah Menanti
52 Thanks for 200+ Readers!
53 Rasa Rindu
54 Hilang!?
55 You Are Mine [Special Episode]
56 Kunjungan
57 Interogasi Sungguhan
58 Melepas Rindu
59 Membuat Lagu
60 Tak Berharap
61 Kabar Buruk
62 Adu Argumen
63 Sorry.
64 Update?
65 Pengumpulan Bukti
Episodes

Updated 65 Episodes

1
01. Bisikan Misterius
2
02. Penampakan Misterius
3
03. Sedikit Interogasi
4
04. Informasi Buntu
5
05. Mencoba Melupakan
6
06. Tragedi Baru
7
07. Mencari Jawaban
8
08. Misteri Baru
9
09. Arwah Nakal!
10
10. Keraguan Polisi
11
11. Penyelidikan Detektif
12
12. Interogasi Dadakan
13
13. Strategi Pengintaian
14
14. Misteri Kencan?
15
15. Perbincangan Tegang
16
16. Perang Sandiwara
17
17. Truth to Truth
18
18. Dare of Dare
19
19. Autopsi dan Saksi
20
20. Menegakkan Keadilan
21
21. Sebuah Keputusan
22
22. Api Es
23
23. Misteri Topeng
24
24. Teka-teki Menarik
25
25. Rubah Putih
26
26. Bisakah Disalahkan?
27
27. Kawan, Lawan?
28
28. Bola Cokelat
29
29. Sebuah Penyelamatan
30
30. Undangan Kencan?
31
31. Pencarian Tertemui
32
32. Karena Nama
33
33. Mencari Identitas
34
34. Keluarga Baru
35
35. Cerita Sesungguhnya
36
36. Think Midnigth
37
37. Think Midnigth (2)
38
38. Bekas Semalam
39
39. Sedikit Pertikaian
40
40. Pelanggan Aneh
41
41. Menjalankan Rencana
42
42. Ketegangan Baru
43
43. Makna Pisau
44
44. Melepas Gelar
45
45. Eine Kleine
46
46. Live Music
47
47. Sebuah Firasat
48
48. Pemandangan Terburuk
49
49. Jawaban Misteri
50
50. Dejavu
51
51. Resah Menanti
52
Thanks for 200+ Readers!
53
Rasa Rindu
54
Hilang!?
55
You Are Mine [Special Episode]
56
Kunjungan
57
Interogasi Sungguhan
58
Melepas Rindu
59
Membuat Lagu
60
Tak Berharap
61
Kabar Buruk
62
Adu Argumen
63
Sorry.
64
Update?
65
Pengumpulan Bukti

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!