...PERINGATAN...
...Chapter ini mengandung unsur kenakalan dan sedikit konten dewasa ringan. Bagi pembaca yang masih dibawah umur, mohon bijak lah dalam membaca. Terimakasih dan selamat menikmati…....
...***...
[Pimpinan Polisi]
Tok-tok! Suara pintu ruang kerja diketuk sebanyak dua kali oleh seseorang dari balik pintu. “Masuk!” Perintahku dengan tegas dan berwibawa. Tak lama setelah itu, pintu terbuka dan menunjukan wujud perempuan yang cukup tinggi dengan tampilan berseragam hitam rapi dan rambut pendek yang terikat.
“Anda memanggil saya, tuan?” Tanya perempuan tersebut dengan sopan, setelah menutup kembali pintu ruangan dengan rapat. Ia berdiri di depan mejaku.
“Betul sekali! Saya memanggil anda untuk memeriksa perkembangan penyelidikan terkait kasus pembunuhan berantai yang bermula sejak dua bulan silam. Apa ada informasi tambahan?” Jawabku dengan tegas sopan juga tak mengurangi wibawaku.
“Sejauh ini, informasi yang saya temukan terkait pembunuh berantai itu adalah ciri-cirinya, tuan. Ada salah satu saksi yang mengaku pernah mencoba mengejar pembunuh berantai tersebut namun usahanya gagal, beliau mengatakan bahwa ciri pelakunya adalah pria tinggi dengan pakaian serba hitam dan mengenakan topeng rubah berwarna putih,” penjelasannya secara lengkap sesuai dengan informasi yang telah ia dapatkan.
“Lalu terkait pelaku yang menghilang begitu saja sejak satu bulan kebelakang ini?” Tanyaku dengan intonasi dan atensi yang mulai serius.
“Sayangnya saya belum menemukan keberadaan pelaku yang menghilang sejak satu bulan silam, namun saya akan tetap mencarinya hingga dapat,” jawabnya dengan nada bicara yang menyembunyikan rasa bersalahnya dibalik intonasi yang sengaja ia buat tegas.
“Bagaimana dengan pria yang bekerja di kedai Lyly Lavender? Saya dengar ada kasus pelanggan kedai yang tewas akibat keracunan makanan di situ, apa ini ada hubungannya dengan kasus pembunuhan berantai? Pelakunya tidak beraksi lagi sejak koki di kedai itu dikeluarkan dan kedai tersebut tidak beroprasi, bukankah begitu?” Tanyaku lagi, mulai menganalisis benang lurus dari rangkaian kasus ini, dan mencurigai koki pada kedai tersebut lah pelakunya.
“Belum ada bukti yang kuat jika pelaku yang meracuni pelanggan kedai itu adalah koki mereka sendiri. Pemilik kedai mengaku bahwa ia telah menggeledah dapur juga barang bawaan para koki, namun ia tidak menemukan keanehan apapun yang menarik kemungkinan bahwa penyebab kematian pelanggan berasal dari dapur ataupun koki. Juga berdasarkan informasi yang saya dapatkan, setelah para koki diberhentikan dari kedai tersebut, mereka memulai bisnis makanan lagi di tempat lain. Tak ada satupun pembeli mereka yang tewas atau keracunan makanan, itu semakin melemahkan tuduhan bahwa mereka adalah pelakunya.”
Aku hanya mendengarkan setiap penjelasan dari wanita yang ku percayai sebagai detektif dalam penyelesaian kasus pembunuhan berantai yang semakin lama semakin membingungkan ini. Kasus pelanggan yang keracunan makanan di kedai, adalah kasus kematian terakhir yang tercatat sebelum pembunuh itu menghilang. Menurut analisisku, sejak mendapat teguran dari pemilik kedai si pelaku takut ketahuan dan berhenti membunuh agar tidak tertangkap.
Namun jika dilihat dari laporan detektif, para koki itu kembali membuka usaha kuliner dan tak ada satupun pembeli yang keracunan. Apa ini adalah modus baru mereka untuk mengecoh pihak kepolisian agar berhenti mencurigai mereka dan menutup kasus ini? Jika memang benar itu yang terjadi, cerdik sekali mereka. Cara apa lagi yang akan mereka gunakan selanjutnya untuk membunuh para korban? Justru ini adalah hal yang lebih mengkhawatirkan, kan? Tapi pihak kepolisian tidak menemukan bukti apapaun, itu hal yang paling membuatku kesal dan frustasi.
Ada apa pula dengan detektif wanitaku ini? Mengapa lambat sekali cara kerjanya? Apa dia sedang berusaha memalsukan laporan? Tapi untuk apa? Apa dia telah diancam oleh pembunuh itu untuk bungkam? Atau mungkin ia jatuh hati pada si pelaku? Menjijikan! Jika memang itu yang terjadi, aku tak akan pernah memaafkan wanita ini! Akan ku berikan ia hukuman seberat-beratnya. Fikiranku mulai berkelana, mungkin kerutan pada keningku sudah bertambah saking seriusnya memikirkan kasus ini.
Aku memijat pelipisku yang mulai pening sambil berkata “Terimakasih atas informasinya, anda boleh pergi dan melanjutkan penyelidikan,” pada wanita yang setia berdiri sigap dihadapanku.
“Baik, terimakasih tuan. Akan saya informasikan kembali bila sudah menemukan data baru. Saya pamit undur diri,” jawabnya dengan santun sambil membungkuk sopan, lalu beranjak ke luar ruanganku.
Aku sedikit melakukan perenggangan tangan, lalu memegangi kepalaku dengan kedua tangan yang tadi ku renggangkan sambil bersenderpada sendirian kursi besarku yangembpuk dan beroda, mencari jalan keluar dari segala masalah yang tak ada habisnya ini.
Apa aku berlebihan jika mencurigai detektifku telah berkerjasama dengan pembunuh tersebut? Dari setiap data yang perempuan itu berikan, entah mengapa aku bisa melihat bahwa ia sedang melindungi tersangka dan terus menyangkal jika aku membahas tentang koki di kedai tersebut. Apa aku harus menyelidiki juga wanita pembohong itu?
Setelah lama tenggelam dalam berbagai analisisku yang buntu, dan dengan banyak pertimbangan, tanganku mulai bergerak merogoh gawai pada saku celana, lalu memutuskan untuk menghubungi seseorang yang mungkin bisa membantuku memecahkan kasus ini. Aku memintanya untuk datang ke kantorku melalui sambungan suara dari gawai yang ku gunakan tersebut. Selang satu jam, pintu ruang kantorku diketuk sebanyak tiga kali. Aku pun mempersilahkan orang dibalik pintu tersebut untuk masuk.
Tampak sosok pria yang cukup tinggi, berpakaian santai dengan kaus hitam yang dibalut jaket hitam juga celana panjang hitam yang terdapat beberapa sobekan di bagian paha dan lututnya. Sungguh pakaian yang tak sopan dan tak layak jika dikenakan saat menghadap pimpinan polisi sepertiku!
Rambutnya yang tebal dan berantakan juga memberikan kesan bahwa ia tak niat datang kemari. Ingin aku menegurnya, namun aku membutuhkannya sebagai aset terpentingku. Bagaimana jika dia kabur dan tak ingin membantuku karena sakit hati setelah ku tegur? Hal itulah yang membuatku tak terlalu mempedulikan penampilannya, dan fokus pada pembahasan yang ingin ku bicarakan dengan pria tak sopan itu.
“Ada apa memanggilku kemari? Ganggu jadalwalku main Mobile Legends saja! Aku sudah hampir memenangkan gelar MVP dalam pertandingan tahu!” Protes pria berandal tersebut saat baru saja memasuki ruangan, sambil membanting pintu lalu duduk di sofa empuk dihadapanku sebelum ku persilahkan. Ia duduk dengan posisi salah satu kakinya yang dinaikan ke atas sofa. Aku tetap berusaha mempertahankan wibawaku dihadapannya, juga berbicara dengan santun padanya.
“Saya membutuhkan bantuan anda,” jawabku.
“Apa ini!? Najis sekali cara bicaramu! Tak perlu formal begitu bicara denganku! Berasa sedang bicara dengan orang yang jabatannya tinggi saja!” Kritiknya dengan intonasi suara yang menyebalkan.
“Anu, mohon maaf, tapi… Saya memang orang yang jabatannya cukup tinggi di sini,” ujarku mengingatkan akan jabatanku di sini, dengan harapan ia akan sedikit bersikap sopan padaku.
“Sombong sekali! Sudahlah, aku haus! Buatakan aku minuman yang segar!”
Urat-urat di pelipisku mulai tembul dan menunjukan kerutan setelah mendengar kata-kata pria yang seenaknya itu, kesal bercampur bingung dengan tingkah lakunya. Aku harus apa lagi agar dia sadar diri? Apa aku yang harus sadar diri di sini? Secara jabatan aku memang lebih tinggi darinya, tapi jika dilihat dari kecerdasan dialah yang paling pintar dan dibutuhkan disini. Terpaksa aku mengalah dan memuaskan keinginannya agar ia mau membantuku menyelesaikan kasus ini.
Dengan pasrah dan langkah berat aku mengambil satu botol berwarna hijau dari dalam kulkas, membukakan tutup botolnya yang masih tersegel rapat, lalu meletakkannya pada meja dihadapan pria menyebalkan itu. Ia sempat tersenyum manis padaku dengan riangnya, sebelum mengambil botol yang ku letakkan tadi.
“Nah gitu dong! Tahu saja apa yang paling aku butuhkan!” Ucapnya sambil meminum beberapa teguk cairan bersoda pada botol tersebut, menikmatinya lalu diam selama beberapa detik dalam keadaan mata terpejam.
Saat matanya kembali terbuka, ia menatapku serius dan berkata “Masalah pembunuhan berantai itu kan? Bukankah kau sudah meminta detektif untuk menyelidikinya? Apa kinerjanya kurang? Kau ingin aku menyelidiki tentang cara kerja detektifmu itu juga?”
Inilah hal yang membuatku tak terlalu banyak berkomentar dan memendam emosiku terhadap sikapnya, justru aku menuruti semua keinginannya yang seringkali diluar nalar itu. Walau gaya berpakaian dan cara bicaranya tak sopan, namun saat telah diberikan minuman berakohol entah ada keajaiban macam apa yang membuatnya bisa bersikap serius dan teramat cerdas. Ia bahkan bisa mengetahui apa yang aku inginkan tanpa harus kujelaskan terlebih dulu.
Aku tersenyum lega kepadanya dan berkata “Betul sekali, wahai anak muda yang cerdas!”
“Kau berani bayar berapa jika aku berhasil mengungkap tentang detektifmu juga kasus pembunuhan berantai itu?” Tanyanya setelah meminum lagi beberapa teguk minuman dari botol hijau itu, kali ini dengan nada bicara dan tatapan selayaknya orang yang sedang mabuk. Yah, dia memang sedang mabuk sih.
Senyumanku yang tadi sempat mekar, seketika kembali layu. Memang diperlukan kesabaran yang teramat sangat jika berurusan dengan pria ini, tadinya aku ragu ingin meminta bantuannya, namun satu-satunya orang yang bisa diandalkan dalam memecahkan kasus ini hanyalah dia. Sebut saja aku terpaksa memanggilnya untuk meminta bantuan.
Aku sempat berfikir dengan serius sebelum menjawab “Dua kali lipat dari bayaran yang aku tawarkan pada detektif tak berguna itu. Jika kau bisa mengungkapnya dengan kasus pembunuh berantai yang tak kunjung usai ini, akan kutambahkan lagi dua kali lipat dari yang ku tawarkan padamu sebelumnya.”
Pria itu sedikit membanting botol yang ia genggam pada meja, lalu bertanya “Berarti total empat kali lipat dari bayaran detektif tak becus itu?” Sambil tersenyum lebar penuh harap, dan mendekatkan wajahnya pada wajahku. Ugh! Nafasnya bau alkohol!
“Jika kau bisa mengungkap kasus detektif itu dan pembunuh berantai secara bersamaan,” jawabku memberikan syarat yang lebih rumit untuk mendapatkan bayaran lebih.
“Yasudah, mana sini foto orang-orang yang harus ku urus!?” Ucapnya dengan penuh semangat, aku hanya memberikannya tiga buah foto. Dua foto koki yang bekerja di kedai, dan satu foto detektif wanitaku yang kucurigai bekerjasama dengan mereka.
Pria bau alkohol itu mengambil ketiga foto yang kuberikan dan menatapnya dengan seksama, beberapa detik setelahnya ia tersenyum nakal lalu berkata “Boleh juga perempuan ini! Dia detektif yang bekerja denganmu?” Aku hanya mengangguk heran. “Menang banyak nih!” Lanjutnya dengan riang sambil beranjak dari sofa tempatnya duduk, membawa ketiga foto dan satu botol minuman yang belum habis ia minum ke luar pintu ruangan. “Makasih ya minumannya, aku pasti akan memecahkan semua kasusnya!” Serunya sambil membanting pintu sebelum ia benar-benar pergi dari ruanganku.
Aku menggelengkan kepala melihatnya yang pergi tanpa berpamitan. Tak habis fikir dengan tingkah laku anak muda zaman sekarang, namun sedikit lega menyadari bahwa setidaknya dia masih tau terimakasih setelah diberikan minuman kesukaannya. Ku harap kecerdasannya bisa berguna dalam tugas penyelidikan kasus ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
DEAD ACCOUNT
yaah aneh sih/Sweat/
maksudnya aneh lihat karaktet yang bukan MC pake sudut orang bagian pertama
2024-10-25
1
Yuzu Airu
siapa di sini yang bacanya sambil kerutin dahi juga? saya ☝🏻😂
2024-10-07
0