"Kau belum menjawab pertanyaan ku Anya!! Untuk apa kau melakukan semua ini??"
Kali ini Theo benar-benar menekan setiap kata yang ia keluarkan. Anya yang tak bisa melihat saja merasa begitu dikuliti oleh Theo saat ini.
Pria itu tampaknya tak berubah meski sudah cukup lama mereka tak bertemu. Theo tetaplah pria yang selalu berubah menjadi pria paling dingin di dunia saat berhadapan dengan Anya.
"Apa tujuanmu sebenarnya??" Desis Theo karena Anya tak kunjung menjawab.
"......"
"Jangan mencoba membohongiku lagi karena aku sudah tau kebohongan kalian termasuk saat kalian memilih menyuntikan cairan mematikan itu demi membohongiku. Aku hanya ingin mendengar alasan mu yang tidak aku dapat dari mereka semua!!"
Anya merasa jika Theo semakin mendekat ke arahnya karena dia bisa merasakan nafas Theo menyapu wajahnya.
Tapi dari dulu Theo tau kalau Anya begitu pandai mengendalikan diri. Jadi walau kini dia mencoba menekan Anya, sialnya dia tetap tidak mendapatkan apapun dari tatapan mata kosong itu.
"Non Anya sudah pulang??"
Suara dari belakang membuat Theo menjauhkan dirinya dari Anya.
"D-den Theo??" Anik, wanita empat puluh tahun itu tampak terkejut melihat keberadaan Theo di sana. Tentu dia tau dengan sangat jelas siapa itu Theo.
"Mbak Anik, tolong buatkan minum Kak Theo ya??"
"I-iya Non" Anik tentu saja sangat syok. Tujuannya kembali ke kampung halaman itu adalah untuk membawa pergi sekaligus merawat Nona mudanya, tapi setelah tiga tahun dia berada di kampung untuk bersembunyi dari Theo, kini Anik tiba-tiba melihat alasan Nonanya pergi, berada di depan matanya.
Tapi bersamaan dengan itu, ponsel di kantung jas milik Theo kembali bergetar. Memang sebenarnya sejak tadi ponselnya terus saja mendapatkan panggilan, tapi Theo terus saja mengabaikannya.
"Halo??"
"......."
"Kita undur dulu sampai nanti sore!!" Perintah Theo dengan kesal. Dia tak mau melewatkan kesempatan untuk langsung bertanya pada Anya saat ini.
"......."
"Baiklah, saya ke sana sekarang!!" Theo berbalik menatap Anya yang sedang menatap lurus ke depan.
Theo membungkukkan badannya agar wajahnya sejajar dengan wajah Anya.
"Kali ini aku melepaskan mu Anya. Tapi besok aku akan kembali lagi untuk menagih jawaban darimu. Aku pergi dulu!!" Theo sedikit mengusap pucuk kepala Anya sebelum melangkah menjauh dari dari pendopo yang menjadi tempat keuda insan itu duduk berdua setalah terbongkarnya semua kebohongan itu.
Sebenarnya Theo juga sangat terpaksa meninggalkan Anya saat ini kalau saja dia tidak sedang di tunggu klien penting, mungkin Theo akan terus mendesak Anya.
Anya yang sempat terkejut dengan perlakukan Theo tadi hanya bisa mengatur nafasnya yang terasa sedikit sesak.
"Loh, Den Theo kemana Non??"
"Sudah pergi Mbak, sini minumnya biar aku minum aja"
"Ini Non" Anik memegang tangan Anya untuk menyerahkan secangkir teh hangat tanpa gula kesukaan Theo. Anik memang sudah tau minuman apa yang Theo sukai karena dulu Theo sempat beberapa kali datang ke rumah Anya.
Anya langsung meneguk teh hangat itu sampai tandas. Bertemu dengan orang yang paling dia hindari di dunia ini ternyata membuat lehernya terasa kering.
"Non Anya nggak papa??" Anik menatap Nona mudanya itu dengan sendu.
"Aku nggak papa Mbak" Jawab Anya dengan wajahnya yang mulai meredup.
Hanya Anik yang bisa melihat perubahan di wajah Anya. Wajah yang selalu terlihat berseri dengan senyum indahnya itu bisa berubah seperti bunga yang layu hanya di depan Anik. Bahkan Zaky yang juga ikut menemani Anya selama tiga tahun ini tidak pernah melihat wajah Anya yang seperti itu.
"Mungkin memang sudah waktunya kami bertemu Mbak. Kita tidak mungkin bisa terus menghindar seperti kemarin"
"Terus gimana kalau Den Theo datang lagi ke sini Non?? Apa sebaiknya kita pergi dari sini saja??" Anik terlihat sangat khawatir. Entah apa yang ia cemaskan itu.
"Nggak usah Mbak, kita tetap si sini saja. Lagian kalau kita pergi, dia pasti bisa menemukan kita lagi karena sekarang dia tau kalau aku masih hidup" Terbit senyuman miris yang begitu tipis di bibir Anya.
"Tapi Non.."
"Mbak Anik tenang aja, semuanya akan berjalan seperti biasa. Tidak akan ada yang berubah sama sekali" Kali ini Anya kembali menunjukkan senyumnya yang bisa memikat siapapun tentu saja kecuali Theo. Dia ingin meyakinkan pada Anik kalau semuanya akan baik-baik saja.
*
*
*
Meski hubungannya dengan Theo kembali membaik. Tapi nyatanya hati Kirana tetap saja merasa tak tenang. Pasalnya, setelah tiga tahun menikah, baru kemarin ini Theo mengabaikannya.
Ingin sekali rasanya dia menyusul ke Joga, ingin bertemu secara langsung dengan suaminya itu karena selain rasa rindunya, Kirana juga sangat mengkhawatirkan keadaan Theo.
Dengan insting istri yang sangat tajam, Kirana tau kalau di sana Theo pasti menemui Anya. Theo tentu saja ingin meminta penjelasan dari mantan tunangan yang telah mengorbankan dirinya demi menyelamatkan mereka.
Maka dari itu, jujur saja Kirana sangat takut saat ini. Dia takut kalau sewaktu-waktu Theo goyah karena rasa hutang budi pada Anya.
"Di minum dulu" Randi meletakkan satu cup coffe latte di hadapan Kirana.
"Makasih Ran"
Tangan Kirana yang berada di atas meja tak luput dari pandangan mata Randi. Kedua tangan Kirana saling bertautan dan saling mere mas dengan kuat.
"Jangan terlalu cemas. Percayalah pada suamimu"
"Tapi rasanya sulit Ran" Mata Kirana mulai basah. Dia sengaja datang ke cafe milik Randi untuk mengurangi rasa stresnya. Randi sahabatnya sejak kuliah di luar kota setelah dia di rendahkan oleh Mamanya Theo.
"Kenapa sulit?? Bukannya kamu bilang kalau cinta kalian berdua itu begitu kuat?? Ini bukan kali pertama mereka bertemu, mereka pernah bersama selama dua tahun, dan nyatanya memang benar kalau suamimu sama sekali tidak bisa berpaling dari kamu Kirana, jadi percayalah pada suamimu"
"Tapi kali ini keadaannya beda Ran. Aku nggak tau lagi harus gimana lagi. Ingin rasanya aku pergi ke sana. Tapi aku nggak mau memperkeruh keadaan"
Kirana mengusap air matanya. Dia tidak mau tangisannya di lihat oleh pengunjung tang lain.
"Tenang aja Kirana. Kalau sampai dia macam-macam, aku akan maju paling depan. Aku akan selalu melindungi kamu dan Azka. Kamu jangan khawatir" Randi mengusap lembut pundak Kirana.
"Makasih Ran, kamu sudah menjadi pendengar yang baik. Aku akan mecoba untuk percaya sama suamiku. Mungkin aku harus memberinya waktu untuk menyelesaikan semuanya dulu "
"Itu baru Kirana yang aku kenal. Dan ingat, sampai kapan pun aku akan selalu ada buat kamu Kirana" Randi tersenyum tulus menatap sahabatnya itu. Dia juga ikut sedih melihat air mata yang menetes dari mata jernih milik Kirana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Delfianti
di novel ini Kirana yg selalu mendapat perhatian dari kawan2nya. sedangkan Kanaya berjuang sendiri. athur tak adil.
2025-03-19
0
Isabela Devi
aneh emang kirana waktu itu kamu blg cinta mati lah skrg knp hrs ragu, mgkin suamimu hy ingin tau alasan knp Anya lakukan itu, jg ya ga perlu se lebay itu Kirana, curhat ko ke teman cowok
2024-04-30
1
Wahyu SP
baru kali ini baca novel yg ga bisa milih... bingung jadi'a berpihak kemana hehehe... semangat berkarya yaa author...
2024-04-03
0