Kaki panjang Theo memasuki area pemakaman yang satu bulan lalu pernah ia datangi. Seikat bunga lily di genggamnya erat sebagai hadiah untuk seseorang yang telah tenang di dalam salah satu dari ribuan pusara di tanah yang luas itu.
Sejak kepergian orang itu, baru kali Theo berani datang ke sana. Theo merasa tak punya nyali meski hanya berhadapan dengan sebuah gundukan tanah.
Bukan hanya karena dirinya penyebab hilangnya nyawa orang itu. Tapi kini, dia sudah bahagia dengan keluarga kecilnya.
Theo berlutut di hadapan nisan bertuliskan nama orang itu. Matanya yang tertutup kaca mata hitam itu, sebenarnya memancarkan sorot mata yang begitu sendu.
Diletakkannya bunga kesukaan wanita itu di samping Nisannya.
"Anya, maafkan aku karena baru berani datang ke sini" Theo menyentuh tanah yang mulai di tumbuhi rumput hijau di atasnya.
"Tapi aku yakin kalau kamu bisa melihat apa yang sudah terjadi padaku saat ini"
Air mata Theo mengalir melewati kaca mata hitamnya. Sebenarnya percuma saja Theo memakainya untuk menutupi kesedihannya.
"Sungguh aku minta maaf padamu Anya"
"Seandainya kamu masih hidup setelah kecelakaan itu. Mungkin semuanya tidak akan terasa berat seperti ini. Tentu saja aku akan dengan tegas untuk membatalkan niat ku untuk mengakhiri pertunangan kita. Aku pasti lebih memilih kamu daripada Kirana. Persetan kalau kamu mau menganggap keputusan aku itu sebagai bentuk balas budi. Tapi aku yakin bisa mencintai kamu seiring berjalannya waktu. Tapi..."
Punggung Theo bergetar. Dia kembali menangis tersedu-sedu sejak terakhir kalinya dia menangis satu bulanan yang lalu karena meninggalnya Anya.
"Kamu malah terlanjur pergi. Di mana dunia malah menuntut untuk melanjutkan hidupku. Maaf karena aku malah menikahi Kirana di saat kamu baru saja pergi. Bencilah aku seumur hidup ku Anya. Bencilah aku dari atas sana"
Theo juga tak paham dengan apa yang ia lakukan saat ini. Dia merasa bersalah pada Anya karena menikahi Kirana. Tapi dia juga bahagia menikahi Kirana.
Dia merasa kehilangan Anya, dia juga merasa ada sebagian hatinya yang hampa dan kosong saat ini. Tapi dia telah mengambil langkah yang menurutnya sangat berani.
Sekarang harus bagaimana Theo menghadapi hidupnya pun tak tau. Apa setelah meninggalkan makam Anya hari ini, dia akan mulai bahagia bersama Kirana tanpa rasa bersalah. Atau malah semakin larut dalam rasa bersalah kehilangan Anya dan menyakiti perasaan Kirana, wanita yang kini menjadi istrinya.
Theo mengusap kasar air matanya yang masih tertutup kaca mata hitamnya. Pria berparas kebaratan itu mulai meninggalkan area pemakaman yang begitu sepi meski masih sore hari begini.
Tanpa berbalik sekalipun, Theo berjalan dengan langkahnya yang tegap menuju mobilnya.
"Pulang sekarang"
"Baik Tuan" Boby si Asisten baru Theo mulai menginjak pedal gas mobil mewah itu meninggalkan area pemakaman.
*
*
*
TIGA TAHUN KEMUDIAN....
"Sini anak Papa yang ganteng. Kiss dulu Papa sebelum Papa berangkat keluar kota"
Bayi yang sudah mulai menginjak usia dua tahun itu tentu saja sudah paham apa yang di inginkan Papanya.
Cup...
Satu kecupan yang diberikan di pipi Theo berhasil membuat pria yang kini berusia tiga puluh tiga tahun itu tersenyum puas.
"Aca mau obil-obilan Pa" Pinta pria kecil itu dengan cadel menyebut namanya sendiri.
"Oke, tapi besok kalau Papa pulang ya??"
"Ote Papa" Azka memeluk leher Theo yang sedang berjongkok di depannya.
"Azka sayang. Papanya kan belum berangkat tapi kamu sudah minta yang aneh-aneh"
Theo menggendong Azka menuju meja makan di mana Kirana telah menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.
"Nggak aneh-aneh kok sayang. Wajar dong kalau Azka minta oleh-oleh sama Papanya. Iya kan Boy??" Azka yang tidak paham dengan apa yang di maksud oleh Papanya hanya mengangguk dengan lucu.
Memang setelah Theo pulang dari makam Anya waktu itu. Melihat Kirana menyambutnya di depan rumah dengan senyuman yang begitu tulus, membuat Theo bertekad untuk memilih melanjutkan hidupnya bersama Kirana. Biarlah penyesalan dan rasa bersalahnya pada Anya dia pendam sendiri di dalam hati.
Kirana yang kini menjadi tanggung jawabnya. Kirana adalah cintanya yang abadi, apalagi telah hadir jagoan kecil di antara mereka, membuat Theo lebih yakin lagi untuk membahagiakan keluarganya.
Meski sejauh tiga tahun ini, tanpa sepengetahuan Kirana, Theo tetap mengunjungi makam Anya walau tak setiap minggu. Tapi Theo tak pernah lupa untuk datang ke sana walau sekedar membawakan bunga kesukaan Anya.
Meski saat pertama kali mengunjungi makam Anya, Theo menangis sampai punggungnya bergetar hebat.Tapi seiring berjalannya waktu, Theo mulai menerima semuanya.
Hidupnya telah kembali bahagia saat ini. Senyum istrinya juga tawa dari Azka Delvan Alison membuat hidupnya semakin sempurna.
Apalagi kedua orang tuanya yang tampak begitu bahagia dengan hadirnya cucu pertama mereka itu. Lengkap sudah kebahagian Theo.
Tapi selama tiga tahun ini, Theo jarang sekali bertemu dengan kedua mantan mertuanya. Meski sesekali Theo bertemu dengan meraka, namun tak seintens dulu.
Padahal perusahaannya dan perusahaan Papanya masih terus berhubungan baik dengan perusahaan Papanya Anya. Tapi Papanya Anya itu tampak jelas selalu kalau sedang menghindarinya.
"Kamu jangan sering-sering kasih dia mainan kalau pulang dari luar kota dong sayang. Nanti dia jadi terbiasa minta oleh-oleh sama kamu"
"Ya nggak papa dong sayang, kalau aku nggak beliin buat anak, ya beli buat siapa lagi. Aku kerja keras juga buat kamu sama Azka kan, jadi ya nggak ada salahnya dong??"
"Ck, kamu itu keras kepala" Kirana mendengus kesal yang hanya di balas tawa renyah suaminya.
Kirana hanya tidak ingin kalau Azka terlalu di manjakan. Latar belakang Kirana yang berasal dari keluarga sederhana tentunya bisa merasakan bagaimana hidup sudah dan bagaimana caranya harus berhemat dan tidak menghambur-hamburkan uang untuk hal yang tidak penting.
Tapi kalau Theo sudah bicara seperti itu, Kirana bisa apa. Pria itu pasti akan mengungkit tentang hartanya yang tak akan habis sampai tujuh turunan.
"Kamu berapa hari di luar kota??" Kirana membetulkan letak dasi Theo yang miring.
Kini Theo sudah bersiap untuk pergi setelah sarapan yang lezat dari istrinya.
"Belum tau. Di sana aku mau lihat dulu perkembangan pembuatan resort aku gimana. Kalau lancar ya paling satu minggu. Kalau ada kendala ya belum tau, tapi aku usahakan secepat mungkin, biar kamu nggak kangen" Theo mencolek ujung hidung Kirana.
"Apaan sih kamu" Kirana tersipu malu.
"Aku berangkat dulu ya, hati-hati di rumah. Kalau ada apa-apa hubungi aku"
"Iya sayang. Hati-hati ya??"
Cup...
Satu kecupan di bibir mereka menjadi salam perpisahan untuk beberapa hari ke depan.
Kirana melambaikan tangannya pada sang suami yang mobilnya sudah mulai meninggalkan halaman rumahnya.
"Ya Allah, jagalah suamiku di luar sana" Entah mengapa perasaan Kirana tidak enak saat ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Maliq Ebrahim
apateo akan.kecelakaan apa akanjeteku orang yg mirip anya ya
2024-05-10
0
Isabela Devi
ada apakah dgn theo
2024-04-30
0
Fifid Dwi Ariyani
trussehst
2024-03-31
0