Restu baru saja menutup panggilan teleponnya. Kemudian dia berbalik menatap istrinya yang tampak menatapnya meminta penjelasan.
"Gimana Pa??"
"Theo sudah tau semuanya Ma. David dan Vega sudah menjelaskan semuanya. Katanya Theo tidak sengaja ketemu Anya saat di Jogja, jadi Theo berusaha mencari tau" Restu mendudukkan dirinya di sofa dengan pasrah.
"Ya sudah Pa, biarkan saja. Mungkin memang sudah waktunya mereka bertemu" Dahlia menganggap semua ini adalah takdir yang berkehendak.
"Tapi Ma, bagaimana dengan putri kita?? Pasti yang akan dia hadapi kedepannya begitu berat. Papa saja nggak sanggup membayangkannya Ma" Raut kesedihan tergambar jelas di wajah Restu.
Walau selama ini putri kesayangannya itu tidak pernah menceritakan alasannya melalukan semua ini hingga sampai sekarang tak ingin menerima donor mata, namun Restu tau benar perasaan putrinya itu.
"Mama yakin kalau Anya pasti bisa menyikapi semua ini Pa. Dia Anya, putri kita. Dia wanita yang selalu berpikir dewasa dalam segala hal. Biar saja semua mengalir dengan semestinya mulai sekarang. Anya tidak mungkin akan terus bersembunyi"
"Mama benar. Dia putri kita yang baik hati dan begitu dewasa. Papa percaya kalau Anya sudah menyiapkan diri untuk menghadapi semua ini"
Meski begitu rasa khawatir di hati kedua orang tua itu tak juga hilang. Mereka tetap mencemaskan sesuatu yang hanya keduanya ketahui.
*
*
*
Zaky mendekati Anya yang duduk termenung di taman belakang rumahnya. Di saat hari masih pagi begini, pasti Mbak Anik sedang pergi ke pasar untuk berbelanja.
Sedangkan Zaky tentu saja sudah tak mengenal waktu lagi untuk mengunjungi Anya sewaktu-waktu, karena selain dia memang di tugaskan untuk menjaga Anya, tentu saja dia ingin sekali melihat keadaan wanita penuh pesona itu.
Kekurangan yang di miliki Anya saat ini, tentu saja tidak mengurangi kesempurnaan yang di miliki Anya di matanya.
Jujur saja, siapa laki-laki yang tak tertarik dengan sosok wanita cantik, baik hati, lembah lembut, pintar dan begitu sederhana meski lahir dari keluarga kaya raya, termasuk Zaky itu sendiri.
Tentu Anya bagaikan berlian yang akan mengkilap di manapun dia berada meski dengan kekurangannya saat ini.
Tapi Zaky sadar betul siapa dirinya, dia hanyalah pria biasa dari kampung yang tak punya apa-apa. Mana mungkin dia berharap terlalu tinggi dengan perasaannya itu. Meski setiap hari perasaannya pada Anya semakin tumbuh seiring berjalannya waktu kebersamaan mereka selama tiga tahun ini, tapi Zaky tak pernah berniat untuk memupuknya.
Dia merasa tak pantas untuk bersanding dengan Anya. Maka dari itu, waktu kebersamaannya dengan Anya seperti saat ini sungguh berharga baginya.
"Mikirin apa??"
Anya tak terkejut sama sekali dengan suara Zaky yang tiba-tiba itu karena dia sudah mendengar langkah kaki mendekat ke arahnya. Dia juga sudah hafal betul bagaimana ritme langkah pria itu setelah mempelajarinya selama tiga tahun ini.
Memang Anya sekarang ini terus mengasah kemampuan mendengarnya karena itu yang ia andalkan saat ini.
"Nggak mikirin apa-apa. Kamu udah dari tadi?? Bareng Mbak Anik nggak??"
"Baru aja sampai. Tadi nggak lihat Mbak Anik di jalan. Mungkin masih di dalam pasar"
Anya bertanya demikian karena kadang kala Zaky tak sengaja bertemu Anik di jalan saat pulang dari pasar.
"Aku bawain kue pukis kesukaan kamu" Zaky mendorong kotak berisi kue pukis di atas meja itu ke hadapan Anya.
"Makasih banyak, tau aja kalau aku belum sarapan"
Tangan Anya terulur untuk meraih kue pukis yang wanginya sudah menyeruak ke hidupnya itu.
Zaky yang melihat tangan Anya salah mengarahkan tangannya tentu saja dengan diam-diam menggeser kotaknya menghampiri tangan Anya. Dia tidak mau membuat Anya merasa tidak bisa apa-apa.
Namun kekehan Anya justru membuat hati Zaky merasa semakin miris.
"Salah ya??" Ucap Anya dengan senyum geli menertawakan dirinya sendiri.
Namun Zaky tau di balik senyuman itu, Anya pasti sedang merasa malu dan tak berguna.
"Aku yang meletakkan kotaknya kejauhan" Zaky tentu mencari berbagai cara untuk membuat Anya tak merasa malu.
"Enak??" Tanya Zaky setelah Anya sudah mengunyah kue pukis itu.
"Masih seperti biasa, mantul pokoknya. Rasanya nggak berubah dan nggak bikin bosan" Jawab Anya dengan satu jempolnya mengarah pada Zaky di sampingnya.
"Iya kaya kamu, walaupun keadaan kamu kaya gini. Tapi kamu nggak pernah berubah Anya, kamu juga nggak pernah bikin bosan" Sahut Zaky dalam hati. Tentu saja dia tak punya nyali untuk menyuarakannya.
"Bodohnya Tuan muda itu yang telah menyia-nyiakan wanita sepertimu. Tapi mau bagaimana lagi, cinta tak bisa di paksa. Kalau aku di posisinya dan ada di antara dua wanita seperti mu dan Kirana, tentu saja aku juga merasa kesulitan" Lanjutnya sambil menatap wajah Anya yang putih bersih namun terdapat goresan luka di pelipis kanannya akibat kecelakaan itu.
Namun luka itu sudah mulai memudar dan sedikit tertutup rambut hingga tak akan terlalu kentara jika tidak memperhatikannya dengan begitu teliti.
"Zaky??" Ulang Anya karena sudah dua kali dia memanggil pria itu namun tak ada sahutan.
"I-iya, kenapa??"
"Kamu ngelamun??" Anya menggerakkan bola matanya ke samping seolah-olah dia bisa melihat pria di sampingnya.
"Enggak, cuma lagi baca pesan aja jadi nggak dengar kamu ngomong apa"
"Ck, kebiasaan kalau udah main hape. Pesan dari siapa?? Pacar kamu ya??" Goda Anya.
Hubungan Anya dan Zaky memang telah sedekat itu layaknya seorang sahabat. Itu juga atas permintaan Anya karena dia tidak ingin merasa canggung lagi pada Zaky seperti saat dulu Zaky masih menjadi asisten Theo.
"Sok tau kamu. Cuma kerjaan" Kilah Zaky karena dia memang membuat alasan itu karena tak ingin ketahuan melamun oleh Anya.
"Punya pacar juga nggak papa kali, kamu kan udah tiga puluh tiga tahun. Kak Theo yang seumuran kamu aja udah punya istri dan a..." Anya tiba-tiba terdiam tak melanjutkan ucapannya.
Entah mengapa dia tiba-tiba mengingat pria itu. Pria yang sudah beberapa hari ini selalu ada di sekitarnya.
Mengingat tentang pria itu, Anya jadi teringat dengan pertanyaan dari mantan tunangannya itu yang belum sempat ia jawab.
Sampai saat ini pun, Anya masih belum menemukan jawaban yang paling tepat untuk dia berikan pada Theo.
Zaky yang sudah paham perubahan di wajah Anya tentu saja langsung berusaha mengalihkan perhatian Anya.
"Kayaknya ada yang datang. Mungkin Mbak Anik udah pulang" Zaky menoleh ke belakang karena mendengar derap langkah mendekat ke arah meraka.
"Mbak Anik udah pulang??" Tanya Zaky.
"Non Anya, Mas Zaky, emmm itu ada tamu di depan" Anik terlihat begitu gugup.
"Tamu?? Siapa Mbak??" Anya mengerakkan kepalanya mengikuti arah suara Anik.
"Aku!!"
Deghh...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Isabela Devi
Oalah Theo dtg lg
2024-04-30
0
Fifid Dwi Ariyani
trussabar
2024-03-31
0
ᵇᴇɴɪʰᴄɪɴᴛᴀ❤️ʳᵉᴍʙᴜˡᵃⁿ☪️
semoga Anya berjodoh dengan mu zaky
2024-03-18
0