Jauh dari kota Joga, tepatnya di kota Jakarta, Kirana sudah di landa kecemasan sejak dua hari ini. Tentu saja tak lain tak bukan, keberadaan suaminya yang menjadi pikirannya saat ini.
Sudah sejak kepergian Theo dalam keadaan marah kemarin, pria itu tak kunjung memberi kabar kepadanya. Dirinya seolah di lupakan begitu saja oleh Theo gara-gara satu masalah tentang terungkapnya kejadian tiga tahun yang lalu.
"Gimana, udah ada kabar dari suami mu??" Wini, sahabat sekaligus orang yang Kirana percaya untuk mengurus kantornya membawakan secangkir teh hangat untuk Kirana.
"Belum" Kirana terlihat sendu.
"Mungkin dia sedang sibuk"
"Tapi tidak biasanya dia tanpa kabar seperti ini. Aku khawatir, sekaligus... takut" Kirana sempat menjadi kata terakhirnya.
Matanya mulai panas dan mengembun. Dia akhirnya menuangkan tangisannya di depan Wini.
"Jangan takut, suamimu itu cinta banget sama kamu. Ingat hubungan kalian yang sudah belasan tahun kan?? Nyatanya dia nggak goyah sedikitpun walau banyak wanita di luar sana yang menginginkannya" Wini memeluk Kirana untuk menenangkan sahabatnya itu.
"Seandainya aja belum ada Azka. Pasti aku nggak akan ketakutan kaya gini Win. Seandainya Mas Theo memilih pergi meninggalkan ku demi Anya, aku rela. Tapi sekarang ada Azka di antara kami. Aku nggak mungkin membiarkan Azka hidup tanpa Ayahnya"
Usapan lembut dipunggung Kirana membuat tangisan wanita tiga puluh satu tahun itu semakin pecah.
"Jangan berpikir negatif dulu. Kamu harus percaya sama suami kamu" Wini tidak mau semakin memperkeruh suasana hati Kirana.
"Tapi ini berat banget Win, sakit rasanya. Sepertinya dulu aku salah mengambil keputusan. Seharusnya aku nggak menuruti permintaan Anya untuk menyembunyikan semua ini. Lebih baik dulu aku yang pergi daripada sekarang sudah terlanjur dan terlalu jauh kaya gini"
Andai saja saat itu Kirana dengan tegas menolak permintaan Anya dan memilih pergi, pasti hal ini tidak akan sampai terjadi.
Kirana memang akan patah hati karena tidak bisa bersama dengan Theo. Tapi rasanya tidak akan sesakit sekarang setelah keluarga kecilnya begitu bahagia. Badai itu benar-benar datang di saat dia dan Theo bahagia atas pernikahan dan juga hadirnya buah hati mereka.
"Semuanya sudah terjadi, jangan lihat kebelakang. Sekarang yang harus kamu lakukan adalah mempertahankan rumah tangga mu. Kamu sebagai seorang istri tentu saja wajib mengingatkan suami kamu kalau dia mulai hilang arah. Aku yakin kalau kekuatan cinta kalian bisa mengalahkan segalanya"
Kirana mengurai pelukannya pada Wini. Benar apa yang di katakan oleh sahabatnya itu. Dia tidak boleh menyerah. Theo sekarang tetaplah suaminya. Dia harus bisa mempertahankan keutuhan rumah tangganya.
Biarlah dia egois saat ini. Tapi yang Kirana lakukan bukan semata-mata karena dirinya saja. Tapi untuk Azka dan rumah tangga mereka.
"Kamu bener Win. Aku harus berjuang lagi sepertinya. Aku pernah berjuang sebelum ini, jadi harusnya aku lebih kuat menghadapinya"
"Itu baru sahabatku"
Kirana segera menghapus air matanya dan membalas senyuman dari Wini.
Setelah menumpahkan tangisannya, perasaan Kirana sedikit lega. Kini dia hanya perlu menunggu suaminya yang tak kunjung memberi kabar.
Meski begitu, Kirana tidak pernah absen untuk mengirim pesan pada Theo walau hanya sekedar mengingatkan pria itu untuk makan dan beristirahat.
Setelah merasa sedikit lega dengan menuangkan segala kesahnya pada sahabatnya, Kirana pun kembali ke rumah. Dia tidak tega meninggalkan putranya terlalu lama dengan asisten rumah tangganya.
Namun mobil yang sudah sangat ia hafal sudah terparkir di halaman rumahnya. Kirana langsung bergegas masuk ke dalam rumah.
"Papa sama Mama udah dari tadi??" Kirana menyalami kedua mertuanya itu.
"Baru saja, kamu dari mana??"
Meski sikap Mama mertuanya itu masih begitu dingin, tapi Kirana tau kalau taka ada kebencian sama sekali di dalam sorot matanya.
"Dari kantor sebentar Ma. Ada yang perlu Kirana selesaikan" Kirana tak mungkin mengatakan kalau dia datang ke kantornya hanya untuk mengurangi beban pikirannya.
"Hay sayang, senang ya ada Opa sama Oma??" Kirana menghampiri putranya yang selalu terlihat bahagia ketika kedatangan Nenek dan Kakeknya itu.
Vega yang melihat mata Kirana tampak sembab tentu saja merasa ada yang di sembunyikan oleh menantunya itu.
"Kirana"
"Iya Ma??" Kirana kembali duduk di samping Ibu mertuanya.
"Kamu tau kalau.."
"Kirana tau Ma" Kirana langsung menyambung ucapan Vega karena wanita paruh baya itu tampak tidak sanggup melanjutkan ucapannya.
Dapat Vega lihat kalau senyum menantunya itu begitu pilu saat ini.
"Apa Theo sendiri yang kasih tau kamu??"
"Iya, dia menanyakan kenapa Kirana ikut menyembunyikan kebenaran itu" Kirana memandang ke arah lain karena matanya mulai berkaca-kaca.
"Mama juga tidak tau bagaimana ini bisa terjadi. Makanya waktu itu Mama sempat terkejut saat kamu bilang Theo ke Jogja. Takut kalau Theo bisa saja ketemu sama Anya. Mama minta maaf sama kamu karena Mama tidak pernah bilang kalau Anya ada di Joga"
"Kita tidak bisa menebak takdir akan seperti apa Ma" David yang sejak tadi bermain dengan cucunya namun bisa mendengar apa yang istri dan menantunya bicarakan ikut menimpali.
"Benar kata Papa Ma. Kebohongan tidak akan mungkin tertutup terlalu lama. Sewaktu-waktu pasti akan terungkap juga. Selayaknya kita menyimpan bangkai" Kali ini Kirana membiarkan air matanya meluncur di depan Vega. Dia tidak bisa menahannya lagi.
"Mama tau itu. Tapi sekarang, Mama minta kamu sabar dulu. Mama yakin kalau saat ini Theo pasti sedang kalut"
"T-tapi Kirana takut Ma"
Vega memeluk Kirana. Baru kali ini Kirana merasakan pelukan hangat dari mertuanya itu setelah tiga tahun pernikahannya dengan Theo.
"Kirana, meski sampai sekarang Mama dan Papa masih meratapi apa yang terjadi pada Anya dan selama tiga tahun ini masih terus menemani Anya, tapi saat ini, kamu menantu kami. Kamu adalah Ibu dari cucu kami. Jadi apapun yang terjadi, tolong bertahanlah. Kami tidak ingin rumah tangga kalian hancur karena kembalinya Anya"
Meski Kirana adalah menantu yang tidak di inginkan oleh Vega. Tapi Vega tetap berusaha menerima Kirana demi Anya. Vega juga berprinsip kalau dia tidak mau rumah tangganya serta keturunan berakhir dengan perceraian.
Entah apa yang akan terjadi setelah ini, Vega tidak tau. Tapi Vega tetap berusaha untuk meminta Kirana dan Theo bertahan dalam rumah tangga mereka. Meski Vega yakin kalau hati Theo saat ini benar-benar di guncang badai.
"...." Kirana hanya mampu menangis di pundak Vega.
"Lagipula Anya juga tidak akan pernah mau merusak kebahagiaan kalian. Anya dengan tulus melakukan itu demi kalian, dia tidak akan meminta imbalan atau pertanggungjawaban apapun. Percayalah pada Anya"
"Kirana percaya Ma. Anya wanita yang baik"
Yaaa...
Kirana memang percaya pada Anya, karena yang membuat Kirana ragu sampai seperti ini bukanlah Anya, tapi suaminya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Delfianti
membuat jantung deg deg kan membacanya
2025-03-19
0
Yus Anwar
setiap cerita yg engkau suguhkan,,misti buat penasaran,,,
2024-06-06
2
Isabela Devi
theo hy merasa bersalah saja
2024-04-30
0