"Kenapa kamu ikut menyembunyikan tentang pemalsuan kematian Anya??"
Deg.....
Kirana terlihat gelagapan namun hanya sekejap saja karena dia bisa mengendalikan dirinya lagi.
"Maksud kamu apa sayang??"
"Kamu nggak usah pura-pura. Aku sudah tau semuanya"
Sungguh Theo tidak ingin menyalahkan Kirana. Namun kemarahannya pada semua orang tidak bisa dia tahan lagi.
Kirana tidak salah, tapi permintaan Anya dan keluarganya yang salah. Tapi kenapa Kirana dan yang lainnya itu tega ikut berbohong kepadanya.
Seandainya orang lain yang berbohong, Theo mungkin tidak akan terlalu kecewa seperti ini. Tapi ini Istri dan kedua orang tuanya sendiri.
"Maaf sayang"
Memang hanya itu yang bisa Kirana ucapakan. Selama tiga tahun ini pun Kirana tidak bisa menemukan alasan apapun yang akan ia jelaskan pada Theo saat Theo mengetahui kebenarannya.
"Kenapa kalian tega??" Suara Theo menjadi lirih. Dia benar-benar menunjukkan kekecewaannya pada Kirana.
"Maafkan aku sayang. Saat itu Anya sediri yang memohon kepadaku untuk mengikuti sandiwara yang akan dia buat. Aku bahkan sudah berusaha menolak karena aku juga merasa berhutang nyawa kepadanya. Tapi dia bilang, inilah satu-satunya cara agar aku bisa membalas budi karena dia telah menyelamatkan nyawa kita" Tangis Kirana langsung pecah saat mengingat hari itu.
"Kalau kamu tidak percaya, silahkan tanya sama Papa dan Mama, juga kedua orang tua Anya. Mereka juga ada di sana waktu itu" Dari wajah Theo, pria itu seperti tak percaya dengan kejujuran Kirana.
Jujur Kirana tidak tau bagaiman caranya Theo bisa tau tentang rahasia ini. Padahal selama ini Theo tidak pernah menyinggung soal Anya lagi.
"Lalu, apa saat itu kamu juga sudah tau kalau Anya itu buta??"
Dengan kepalanya yang terasa berat, Kirana pun mengangguk.
"Bahkan saat itu, Anya sama sekali tidak menangis saat tau dirinya buta. Dia hanya meminta kepadaku untuk selalu ada di samping mu setelah itu" Kirana sampai heran bagaimana bisa Anya setegar itu.
"Kamu tau di mana Anya selama ini??"
Kirana menggeleng. Dia sama sekali tidak tau kemana keluarga Anya menyembunyikan Anya selama ini.
Terakhir dia bertemu Anya hanya saat Anya memohon kepadanya untuk menyembunyikan fakta tentang kematian palsunya. Setelah itu, dia tidak tau apa-apa lagi tentang Anya.
"Maaf, aku ikut andil untuk membohongi mu" Kirana menyusut pipinya yang basah.
Theo tak melihat adanya kebohongan di mata Kirana. Dia menjadi merasa bersalah pada istrinya itu.
"Aku juga minta maaf karena sempat marah padamu. Ini semua bukan salahmu. Sekarang masuklah, aku juga ingin melihat Azka, lalu aku harus kembali ke Jogja setelah ini" Theo mengusap kepala Kirana dengan lembut lalu berjalan ke arah kamar Azka.
"Tunggu!!" Kirana menghentikan langkah Theo.
"Darimana kamu bisa tau semua ini sayang??" Kirana sebelumnya tak berasumsi Theo bertemu dengan Anya, tapi bagaimana caranya Theo langsung bisa mengetahui kalau Anya buta tanpa bertemu orangnya langsung.
"A-apa kamu bertemu dengan Anya??" Kirana begitu gugup, entah mengapa dia begitu ketakutan kalau dugaannya benar.
"Iya" Jawab Theo dengan singkat tanpa berbalik badan sedikitpun.
Deg...
Dada kirana seperti terhimpit sesuatu. Rasanya sakit sampai kesulitan untuk bernafas.
Begitu punggung suaminya itu tak terlihat lagi karena masuk ke dalam kamar Azka. Air mata Kirana luruh dengan derasnya.
Bolehkah kalau dirinya takut kehilangan Theo?? Kirana takut kalau keadaan Anya sekarang membuat hati Theo goyah.
Keluarga kecil mereka baru bisa di katakan seumur jagung. Betapa hancurnya Kirana kalau sampai Theo memilih membalas budi atas pengorbanan Anya selama ini.
Apalagi saat ini Theo sudah menunjukkan sikap dinginnya di saat baru pertama kali bertemu dengan Anya. Lalu bagaimana selanjutnya??
"Apa ini memang sudah takdirnya?? Apa sebenarnya Theo bukanlah untukku, tapi milik Anya?? Tapi bolehkah aku berharap kepadamu ya Allah, tolong jagalah hati suamiku" Kirana mengeringkan wajahnya, lalu ikut masuk ke dalam kamar Azka menyusul Theo.
Keadaan ini sungguh seperti bencana di pagi buta. Baru saja Kirana membuka matanya, tapi sudah mendapatkan kabar yang begitu mengguncang dunianya.
Kirana memang setiap hari di landa ketakutan. Bagaimana kalau sewaktu-waktu Theo bertemu Anya tanpa sengaja, atau bagaimana kalau Theo menyadari ada kejanggalan dalam kecelakaan itu.
Selama tiga tahun ini, sebenarnya hidup Kirana merasa tak tenang. Rasa bersalahnya pada Anya tentu terus saja menghantuinya.
Seandainya saja Kirana tau kalau Anya berada di Jogja, pasti sebisa mungkin Kirana mencegah Theo untuk datang ke sana. Bukannya Kirana ingin berbuat licik, tapi dia hanya ingin melindungi keluarga kecilnya yang sudah terlanjur bahagia.
Kirana berhenti di ambang pintu kamar Azka, hatinya kembali terasa diiris-iris melihat Azka yang bisa tertawa selepas itu bersama Papanya. Hubungan Ayah dan Anak yang begitu dekat itu, rasanya tak akan sanggup jika suatu saat Theo akan pergi dari mereka.
Kirana berbalik dan lebih memilih bersembunyi di balik pintu. Dia menangis dalam diam dengan memegang dadanya yang teramat perih.
"Ya Allah, jagalah hati suamiku. Aku menitipkan segalanya kepada-Mu"
"Ampun Papa, geliii ahahahahha....."
Tawa nyaring Azka itu membuat tangis Kirana semakin pecah.
"Papa gigit tangannya. Huaaaa.." Theo benar-benar kembali hangat saat di hadapan putranya. Tidak seperti tadi saat berhadapan dengannya.
Kirana tidak tau harus bagaimana sekarang. Dia tidak tau caranya menghadapi Theo. Dia mengaku salah karena berbohong. Tapi dia juga dalam posisi serba salah saat itu. Hanya permintaan maaf yang mungkin saja akan sulit Theo terima untuk saat ini. Namun hanya itu saja yang bisa Kirana sampaikan. Lidahnya terasa kelu menghadapi Theo dengan tatapan dinginnya seperti tadi.
"Sekarang Papa kerja dulu ya?? Kamu di rumah sama Mama, nurut apa kata Mama ya??"
"Iya Papa, hati-hati ya"
"Iya, sayang. Muaahhh" Theo mengecup kedua pipi Azka bergantian.
Mendengar itu, Kirana cepat-cepat menghapus air matanya. Tak mungkin dia menunjukkan wajahnya yang berlinang air mata itu di hadapan suaminya.
"Kamu udah mau berangkat lagi?? Aku buatin sarapan dulu ya??" Kirana mencoba tersenyum di hadapan Theo.
"Tidak usah, aku buru-buru. Kamu baik-baik di rumah. Jangan menangis lagi"
Cup...
Theo mengecup kening Kirana, juga usapan lembut dari tangan Theo pada kepalanya juga Kirana rasakan.
Memang terlihat menghangatkan sikap Theo itu, tapi Kirana masih merasakan aura dingin dari Theo yang berusaha pria itu tutupi dengan sikap lembutnya.
"Iya, kamu hati-hati. Jangan lupa kasih kabar kalau kamu sudah sampai. Aku dan Azka selalu menanti kabarmu" Kirana tak mau sampai dia kelimpungan langi seperti tadi malam yang tak mendapat kabar apapun dari Theo.
"Iya. Aku pergi"
Kirana hanya mampu menatap punggung Theo yang semakin menjauh.
"Mungkin saat ini kamu sedang dilema, tapi aku yakin kalau kamu akan kembali pada kami sayang. Karena kami adalah rumahmu"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 167 Episodes
Comments
Isabela Devi
skrg kalo Theo mengatakan cinta itu sama aja ga berguna Krn dr dulu kamu hanya cinta sama kirakan jd untuk apa hrs merasa bersalah
2024-04-30
0
Nyonya Gunawan
Sebenarnya anya cinta mq theo tpi theo yg cinta mati ma kirana..
Lo aq sich melihatnya lbh ke anya y krn pengorbanan yg dia lakukan bnar" di acungin jempol dri cinta dlam diam..rela mobilnya di tabrak hingga matanya harus buta dia jg menyembunyikan kematianny biar theo merasa tdak balas budi..jdi sebenarnya anya yg lbh dominan lo kirana kn hanya krn di benci trus menunjukan ke ortunya theo agar mnjdi wanita yg layak..
2024-04-21
1
Fifid Dwi Ariyani
trussehst
2024-03-31
0