Tak Terduga

Paginya. Ada yang menggedor pintu kamar yang di tempati Cahaya. Ia  bangkit  dari duduknya di balkon. " Siapa.." Ucapnya seraya  membuka pintu.

Di depan pintu. Ada mama Velisha dan juga seorang wanita muda seusianya. Berdiri di sampingnya.

"Sayang.. Ini maid yang akan melulur mu. Jadi mama tinggal dulu ya, kebetulan mama mau ke minimarket." Ucapnya dan berlalu. Cahaya tidak bisa menolak. Dan mempersilahkan maid dari salon tante Fiona.

"Masuk mbak. " Kemudian mengunci pintu kembali.

Setelah beberapa lama. Kegiatan lulurannya pun selesai. Sang maid pun keluar. Cahaya pergi ke kamar mandi.

Sementara itu. Abiyan yang resah tidak mendapat telpon dari Cahaya. Pagi-pagi sekali ia segera langsung pulang, kebetulan urusannya siap lebih cepat.

Ia tidak memberitahu mama dan juga Cahaya. Sampai di rumah. mendapati rumah yang sepi, dilihat dari kamar mamanya nggak ada orang. Abiyan pun langsung ke atas untuk istirahat. Mungkin Cahaya pergi dengan mamanya. Itu pikiran Abiyan saat itu.

Didapati pintu kamar tidak di kunci, menambah yakin. Kalau tidak ada orang. Abiyan pun langsung ke kamar mandi tampa mengetuk. Sementara Cahaya sedang memakaikan handuknya  ke tubuhnya. Makanya Abiyan tidak terdengar ada orang dari luar. Sebab tidak ada bunyi air.

Abiyan yang masuk, sangat kaget mendapati Cahaya yang hanya berbalut handuk di tubuhnya. Tubuhnya panas karena menahan sesuatu yang belum boleh.

Cahaya sangat kaget. Mendapati Abiyan yang masuk ke kamar mandi. Tubuhnya menggigil dan menunduk, ia berusaha menutupi dadanya dengan telapak tangannya.

Abiyan yang mendapati Cahaya yang seperti itu, secara naluri ia mendekati Cahaya. Mungkin setannya sudah menggoda hatinya. Cahaya berusaha mundur. Hingga tubuhnya hampir jatuh ke dalam bak kamar mandi.

Dengan cepat Abiyan memeluknya, hingga ia tidak terjatuh. Bertepatan dengan mama Velisha yang masuk. Hingga membuat Velisha terkejut.

"Hm.. Apa yang terjadi...? " Tanya Velisha dengan suara keras.

Dengan spontan. Abyan melepas tubuh Cahaya, alhasil Cahaya akhirnya terjatuh, hingga mengakibatkan ia merasakan sakit di bagian  pinggulnya.

"Aduh... Sakit..! " Ucap Cahaya meringis. Ia  tidak bisa berdiri. Karena merasakan kram di pinggulnya.

"Abiyan. Kenapa kamu lepas. Tuh lihat Cahaya kesakitan." Hardik Velisha.

Abiyan yang belum konek. Langsung mengangkat tubuh Cahaya  dan memindahkan ke kasur. Yang dia pikirkan Cahaya yang kesakitan. Bukan kemarahan mamanya.

Cahaya meringis.."Sakit ma. " Rintih Cahaya sesegukan.Velisa mendekati Cahaya yang  masih menggunakan handuk.

"Apa yang sakit sayang. Sini mama bantu berpakaian. Abiyan kamu keluar dulu. Mama membantu Cahaya dulu. " Ucap mamanya tegas.

Seperti kerbau yang di cocok hidungnya. Abiyan pun keluar tampa bicara. Ia masih bingung.

Sampai diluar baru ia tersadar. Kalau karena ulahnya, membuat Cahaya kesakitan. " Aduh.. Kenapa aku jadi bingung gini ya. Aku harus bicara sama mama. Aku tidak mau menunggu lagi. Bisa khilaf aku kalau begini." Ucapnya lirih. Yang di dengar oleh papanya yang berdiri di depannya.

"Kenapa nak. Apakah kalian telah melakukan hal yang tidak patut.? " Tanya Hendra pada anak satu-satunya.

"Ah belum. Tapi kalau keadaannya begini bisa khilaf aku." Jawabnya yang masih belum fokus siapa yang bertanya.

"Ya sudah. Nikah saja cepat." Ucap Hendra.  Dan di jawab cepat oleh Abiyan.

"Nah itu maksudnya. Dari pada... " Ucap Abiyan yang terjebak. Saat merasakan tangan papanya. Ia melihat lelaki matang di depannya. Abiyan jadi salah tingkah.

"Apakah telah terjadi sesuatu, yang membuatmu tidak sabar..? " Tanya Hendra menyelidik.

"Hm... " Jawab Abiyan pendek. Yang bisa di mengerti Hendra.

Hendra berpikir. Kalau ia harus segera menelpon sahabat sekaligus calon besannya Yolanda.

Hendra pun pergi meninggalkan anaknya yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. Tak lama keluarlah Velisha sang mama.

"Ma. Gimana keadaan Cahaya. Apakah masih sakit..? " Tanya Abiyan cemas.

"Sudah baikan.. Tadi sudah mama olesi salaf pereda nyeri. Nak! mama  mau tanya. Sebenarnya apa yang terjadi..? " Selidik mamanya.

"Nggak ada yang terjadi ma. Hanya saja aku pikir Cahaya ikut mama keluar. Karena ku dapatin rumah kosong.  Saat masuk kamar juga tidak ada orang, dan di kamar mandi juga tidak terdengar air atau suara kalau ada orang. Maka aku masuk karena memang mau ke sana. Tapi aku melihat Cahaya yang... " Ucapan Abiyan terhenti. Ia merasa malu...

Velisha paham. Ia hanya tersenyum. " Sayang. Sebaiknya kalian nikah aja dulu secara agama. Nggak baik kalau begitu. Nanti malah terjadi yang belum pantas. Jika kalian sudah menikah. Kan mama nggak khawatir lagi." Ucap Velisha menasehati. Yang di anggukan Abiyan senang.

"Setuju ma. Barusan papa juga sudah menelpon  calon besan mama. mereka setuju. Nanti malam kita adakan di rumah saja. Mereka akan datang sore ini." Jawab Hendra mengagetkan Cahaya yang baru saja keluar dari kamar.

"Jadi... ? " Tanya Cahaya sedikit meninggi. Ia kaget sekali. Padahal tadi kan tidak terjadi Apa-apa. Ini terlalu cepat baginya.

Semua mata menatapnya. Velisha mendekati Cahaya dan membelainya lembut  tangannya. "Sayang..  Besok atau sekarang, kalian kan akan menikah juga. Jadi lebih baik kita cari yang terbaik saja. Sekarang istirahat lah. Nanti biar makan siangnya di antar saja " Ucap Velisha lembut.

Cahaya menatap Abiyan sekilas. Dan ditanggapi senyuman oleh Abiyan. " Hm " Ucapnya lirih.

Semuanya bubar. Abiyan masuk kamar tamu. Ia ingin istirahat dulu, sebelum acara ijab kabul di mulai. Namun bukannya makin tenang dia malah  jadi resah. Ia pun menelpon sang kekasih.

Lama Abiyan menunggu, namun belum juga di angkat. Abiyan mengirim pesan agar di angkat telponnya.

"Sayang angkat telponnya ya." Harap Abiyan.

Sementara Cahaya hanya melihat, dan tidak bermaksud membalas. Ia masih kesal dengan sikap Abiyan yang tadinya cukup ceroboh. Jika Abiyan tadi tidak mendekatinya. Mungkin ini semua tidak akan terjadi. Tapi apa mau di kata. Mungkin ini sudah takdirnya.

Sudah beberapa kali panggilan. Baru di angkat Cahaya. " Sayang.. Maaf.. Bukan maksudku.. " Ucapan Abiyan di sela Cahaya.

"Besok atau sekarang sama saja. Toh bedanya hanya satu minggu. Aku tidak punya kekuatan untuk menolaknya." Jawab Cahaya. Yang membuat Abiyan merasa bersalah.

"Jangan begitu sayang.. Aku tak ingin kamu berkata demikian. Aku ingin kamu bahagia menerimaku sebagai suamimu. Aku janji akan selalu membuatmu bahagia." Jawab Abiyan.

Bukan jawaban yang Abiyan dapati. Hanya helaan panjang yang berat. Telpon pun ditutup  Cahaya. Itu membuat Abiyan makin bersalah.

Abiyan mengirim pesan pada Cahaya. "Sayang... Ini bukan sebenarnya. Tadinya aku nggak tahu kalau kamu di kamar. Aku kira kamu ikut mama., karena mama tidak ada di kamar. Makanya aku masuk  Tapi aku tak sangka kalau kamu.... " Pesan nya terkirim. Yang dibaca Cahaya, tapi tidak mau membalasnya.

"Maaf. Jangan sedih. Ini hari bahagia yang aku tunggu-tunggu. Dan aku ngin kamu juga bahagia. sayang dengan pernikahan kita ini. "  Pesan terkirim. Lagi-lagi tidak di balas. Hanya di lihat. Abiyan makin resah.

"Ku mohon. jawablah.. lebih baik kamu marahi aku, dari pada kamu diami begini." Pesan Abiyan lagi

Namun masih tetap tidak di balas Cahaya. dia hanya membuka kesan tersebut dan mendesah berat. rasanya sangat berat, ia belum bisa menerima semuanya. ini terlalu mendadak baginya. Cita-cita nya masih panjang.

"Ku mohon.. aku ingin melihat wajahmu. aku ingin kamu menjawab telepon ku.. sayang.. tolong. jangan buat aku resah begini." Abiyan kembali mengirim pesan dengan emogi menangis.

Lalu Abiyan kembali menghubungi dengan PC. Sudah beberapa kali ia menghubungi kekasih hatinya tersebut. entah ke panggilan ke berapa baru di angkat Cahaya. tapi tidak wajah Cahaya yang ia lihat melainkan lemari.

"Halo. sayang.. kamu di mana..kok cuman lemari doang. Ayolah. sayang.. jangan siksa aku.. please.." Harap Abiyan.

Cahaya pun akhirnya melihatkan wajahnya. Abiyan lega dan tersenyum manis... Makasih ya sudah mau menemui ku lewat PC ini." Jawab Abiyan lirih walau ada senyuman yang mengukir wajahnya.

"Ada apa. aku mau istirahat kak.." Jawab Cahaya malas... Dia ingin mematikan handphone kembali. namun di cegah Abiyan.

"Tunggu sayang.. lihat aku.. aku ingin bertanya langsung pada mu." Cegah Abiyan cepat.

"Maksudnya..tanya apa kak?" Tanya Cahaya balik.

"Sayang.. Maukah kamu menjadi istri ku. dan manjadi ibu bagi anak-anak ku.?" Tanya Abiyan menatap Cahaya yang sudah berkaca-kaca.

"Nggak.!" Jawab Cahaya ketus.

Abiyan melototkan wajahnya. "Kamu menolak ku dan pernikahan ini.?" Tanya Abiyan lemas. dengan wajah yang sudah berkaca-kaca.

Cahaya hanya diam dan cuek saja. ia tidak memandang Abiyan sama sekali. bahkan ia pergi menjauh dari handphone nya yang terletak di meja kecil.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!