BAB 8

Syifa berasa mimpi di hari itu, dimana ia bisa berdekatan dengan Pak Mayor Tampan yang selalu ia kagumi.

"Masuk, " Ucap tegas Mayor Ararya.

"Iya Pak, apa saya tidak merepotkan ? " Lagi-lagi Syifa merasa tidak enak, karna takut mengganggu sepasang kekasih yang sedang berada di dalam mobil.

"MASUK ! " Jawab Mayor Ararya kembali pada kodratnya yang tegas.

"I-iya Pak, Iya. " Syifa pun masuk dengan ramahnya melewati Mayor Ararya, yang sengaja membukakan pintu mobil untuk Syifa.

"Ya Tuhan, rasa apa ini ? Tenanglah wahai jantungku. Relakan saja kali ini wahai diri untuk menjadi obat nyamuk di antara mereka berdua, " Batin Syifa menggerutu sambil duduk di kursi belakang.

Suara pintupun di tutup rapat oleh Ararya.

"Perih, " Ucap kecil Syifa melihat tangannya tergores pisau yang berhasil ia jauhkan dari tangan pengamen itu, ia melakukannya Agar tidak melukai Mayor Ararya.

Syifa melirik wanita cantik yang ada di samping kemudi Mayor Ararya, Wanita cantik itu mengenakan jaket yang tadi di pakai oleh sang Mayor.

Syifa hanya menelan ludah, " Untuk cemburu pun rasanya tak berhak Syifaaaaa. " ia terus mengasihani dirinya sendiri.

"Maaf ya mbak, saya merepotkan. " Ujar ramah Syifa pada perempuan yang ia anggap kekasih Mayor Ararya yang kedua. Karna perempuan yang pertama ia lihat, ia lah perempuan yang ada dalam istana.

"Hah ? Oh ya ... " Jawab wanita itu singkat.

Sesekali ia melihat Luka di telapak tangannya, perihnya semakin terasa. Syifa sesekali menggerak-gerakkan tangannya, lalu mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat.

"Bang, mau ? " Mega menawarkan makanan pada Ararya yang sedang fokus mengemudi mobil.

"Enak ? " Tanya balik Ararya.

"Ya enak dong Sayang, coba deh. " Mega menyuapi Ararya, sebuah makanan ringan mendarat di mulut Ararya.

Mayor Ararya mengunyah makanan itu dengan nikmat, " Wow enak juga ya. "

"Iya dong, seleraku mana ada yang gak enak. " Timpal Mega sombong.

Mayor Ararya lagi-lagi mengacak gemas rambutnya Mega dengan tersenyum gemas.

"Kebahagiaan akan selalu menyertaimu, itu yang ada di dalam setiap doaku. " Gumam Syifa melihat senyuman Mayor Ararya.

Sesekali Mayor Ararya, melihat Syifa dari kaca spion dalamnya, namun Syifa hanya melihat keluar jendela. Tanpa Ararya tahu jika di dalam lubuk hati Syifa sedang berbicara tentang dirinya.

Sesekali Mega pun melihat ke belakang kursinya melihat sosok Syifa yang dari tadi hanya diam.

"Kamu sakit ? Kok pucat ? " Tanya Mega, melihat wajah Syifa yang memang pucat.

Syifa melihat ke arah Spion, dan melihat Mayor Ararya pun sedang melihatnya.

"Ah tidak mbak, wajah saya memang seperti ini, " Jawab Syifa seadanya. Syifa tidak mau menjelaskan bahwa memang dirinya sedang menahan sakit dari lukanya.

"Kadang kita sebagai wanita perlu perawatan, jadi jangan sia-siakan masa itu. Pake lipstik agar tidak terlihat pucat, " Mega mengomentari wajah Syifa yang memang tidak terlihat memakai bedak ataupun lipstik sedikitpun.

"Hey kamu itu, jangan seperti itu. Belum tentu yang kamu tidak suka semua orang ikut tidak menyukainya, ada juga orang yang menyukainya. " Bela Ararya secara tidak langsung menyukai garis wajah Syifa yang terlihat polos dan masih natural.

Namun Syifa tak peka dengan apa yang di katakan Mayor Ararya.

"Terserah Abang saja, yang penting aku cantik kan Bang ? " Tanya manja Mega.

"Cantik lah, kalau kamu jelek mana mungkin Abang mau bawa kamu jalan-jalan, " Timpal Mayor Ararya menggoda adik sepupunya itu.

Mereka pun tertawa, tanpa memperdulikan Syifa yang merasa tersudutkan dengan penilaian Mega tentang garis wajahnya.

"Arah kemana ini ? Kemana ini ? " Ingin rasanya Syifa bertanya pada sang kemudi, namun ia tak sampai hati mengganggu kebahagiaan antara pasangan itu.

Mobil yang di kemudikan Ararya masuk ke sebuah komplek elit, sepanjang mata melihat hanya ada perumahan elit.

"Mungkin wanita itu tinggal di sini, lalu apa maksudnya membawaku ke sini ? Kenapa aku tidak bilang jika aku minta turun saja di mana ada kendaraan umum lewat. " Syifa terus saja berbicara dalam hatinya.

Sampailah di sebuah perumahan yang begitu megah, dengan pagar besi menjulang tinggi. Pagar besi itupun terbuka dengan sendirinya.

Tak selang lama para petugas keamanan di rumah itu memberikan hormat pada sang kemudi.

"Ya Tuhan, pantas Mayor Ararya suka ada wanita ini. Kaya sekali rupanya, " Penilaian Syifa pada Mega.

"Sampai juga, " Ucap Mega.

"Alhamdulillah, " Ucap kecil Syifa dapat di dengar oleh Mayor Ararya.

"Ma-maaf Pak, apa saya harus ikut turun ? " Tanya sungkan Syifa pada Mayor Ararya.

"Tergantung, jika kamu mau pulang ke rumah majikan kamu ya turun. Jika kamu tidak mau semalam tidur di dalam mobil ini pun tidak apa-apa. " Timpal datar Ararya pada Syifa.

Bagaimana tertusuk duri rasanya hati Syifa, karna ia selalu merasa di remehkan dengan setiap jawaban yang di lontarkan oleh Sang Mayor.

"Benar kata mereka, kulkas seribu pintu pun dinginnya kalah, " Batin Syifa dengan muka datarnya.

Syifa pun ikut turun, dengan tangan kiri masih memegang erat pergelangan tangan kanannya.

"Masya Allah, ini rumah besar sekali. Mewah sekali, Ibu pasti suka jika kelak aku mampu membelikannya untuk Ibu. "Decak kagum Syifa melihat rumah Mega yang begitu mewah.

"Tolong pegang ini, " Mayor Ararya menyodorkan sebuah barang yang tadi ia beli.

Syifa tidak tahu apa isinya, yang jelas barang itu tertutup rapi dalam dua. Dan dus nya pun di lapisi plastik dan juga Tas ternama di luarnya.

Syifa tak memperhatikan itu apa.

Mayor Ararya berjalan lebih dulu mengikuti, Mega yang menarik tangannya. Mayor Ararya pun masuk bersama Mega.

Sementara Syifa yang merasa tidak di perdulikan keadaannya, hanya berdiri mematung di halaman depan rumah mewah itu.

Hari pun sudah mulai gelap,

Tiba-tiba sebuah pancaran lampu tersorot ke arah Syifa, ternyata Mayor Ararya kini sedang menaiki sebuah sepeda motor matic yang ia bawa dari istana menuju rumah mewah itu.

"Ayo, " Ajak Mayor Ararya pada Syifa yang diam mematung.

Syifa tak percaya jika kini ia akan di boncengi oleh seorang Mayor Ararya menuju istana.

"Malah bengong, Ayo ! " Ucap tegas Ararya.

Syifa memperhatikan sekitar, " Baik Pak. "

Sebelum Syifa naik, Mayor Ararya mengambil tentengan Tas yang ia titipkan pada Syifa tanpa aba-aba ia langsung mengambilnya.

"Aaaaaaaa ... " Rintih Syifa langsung menggerakkan tangannya kesakitan.

Seketika Ararya keget, dan langsung melihat ke arah tangan Syifa yang mengeluarkan darah segar.

"Kamu kenapa ? " Tanya khawatir Mayor Ararya melihat wajah Syifa yang sedang meniupi lukanya.

"Tidak Pak, hanya luka goresan. Ayok Pak ! " Ajak Syifa menahan rasa sakit pada tangannya.

"Coba lihat, " Pinta Mayor Ararya yang berharap Syifa mau memperlihatkan lukanya tanpa harus di paksa olehnya.

"Tidak Pak, ini tidak apa-apa. " Syifa terus menyangkal jika itu luka biasa.

"Ya ampun, kamu ini kenapa sih selalu saja tidak nurut. Sini mana lihat, " Mayor Ararya yang kesal langsung menarik tangan Syifa dan membuka kepalan tangan Syifa.

Terkejut lah Sang Mayor dengan luka menganga di telapak tangan Syifa.

Mayor Ararya melihat ke arah wajah Syifa lalu menggelengkan kepalanya heran, " Bisa-bisanya kamu bilang ini luka biasa. " Dengan tatapan serius Mayor Ararya memarahi Syifa.

Terpopuler

Comments

Ita Mariyanti

Ita Mariyanti

kl aja km tau "luka hati" Syifa lbh warbiasa MayARa 😁😍😍

2024-04-25

0

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Mayor ararya sangat perhatian sm syifa

2024-03-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!