BAB 16

Seperti biasa Syifa mengetuk pintu sebelum masuk, " Ini Obat nya Pak Mayor. " Sahut Syifa memberikannya pada Mayor Ararya yang sedang memakai sepatu di kursi kerjanya.

"Oh ya, Sebentar. " Sahut Ararya, masih sibuk memakai Sepatu dan juga Dasi di leher kemejanya.

Syifa tersenyum melihat kesibukan Mayor Ararya seorang diri.

"Jam tangan ku dimana ya ? " Ucap kecil Ararya melirik kesana dan kemari.

"Ada yang perlu saya bantu Pak ? " Tanya Syifa menawarkan diri.

"Jam tangan kah yang bapak cari ? " Tebak Syifa.

Ararya menganggukkan kepalanya.

Syifa melihat ke arah yang berbeda, "Itu Dia Pak, ada di belakang pas bunga di meja bapak. " Sahut Syifa.

"Oh ya, " Ararya buru-buru mengambilnya dan memakainya.

"Ini obatnya, Pastikan sebelum meminumnya Bapak harus sarapan terlebih dahulu. " Syifa menyimpan obat di kotak kecil.

"Baik, terimakasih. " Jawab Ararya.

Syifa membalikkan badannya, entah kenapa ia merasa berkunang-kunang namun ia tak sampai terjatuh.

"Loh kenapa ? " Tanya Ararya, melihat Syifa kehilangan keseimbangan.

"Tidak Pak, saya permisi. Tapi sebelum saya keluar saya ingin berterima kasih atas pertolongan tepat yang bapak lakukan, itu tidak akan saya lupakan. " Ujar Syifa berusaha menegakkan tubuhnya.

"Itu sudah seharusnya saya lakukan. " Jawab tegas Ararya.

"Baik, terimakasih Pak. " Syifa membalikkan badan, dan berjalan tanpa ia sadari jika Mayor Ararya sedang memperhatikannya.

"Jik saja aku tidak pusing, mungkin aku akan mengutarakan semua kata maaf yang ingin aku sampaikan. " Batin Syifa membuka pintu dan menutupnya kembali.

Ararya membalikkan badan saat langkah Syifa tak terlihat lagi.

"Bruuuuuukkk ... !! " Syifa terjatuh, ia tak berhasil mempertahankan keseimbangan nya.

Ararya mendengar suara itu, ia langsung berjalan ke arah pintu lalu ia mendengar keramaian di telinganya.

"Bangun Syifa ... Bangun, hey ... Sadar ! " Ucap rekan kerja Syifa yang melihat Syifa terjatuh.

Ararya berlari kecil, " Ada apa ini ? " Tanya Ararya menjongkokkan badannya, dan mengangkat kepala Syifa dan ia tidurkan di pangkuannya. "

"Saya tidak tahu Pak Mayor, saya hanya melihat Syifa terjatuh begitu saja. "Jelas rekan kerja Syifa.

Beberapa orang pun berdatangan, " Biar saya yang angkat ke kamarnya. " Sahut Ararya, tidak memperbolehkan siapapun menyentuh Syifa saat ada yang menawarkan bantuan.

Para pekerja merasa iri pada Syifa, Saat seorang Mayor Ararya dengan gagahnya membawa Syifa pada Tubuhnya dan ia bawa ke dalam kamar Syifa.

Dengan kuat Ararya membawa Tubuh Syifa, ia baringkan Syifa di atas tempat tidurnya.

Syifa belum juga sadar dari pingsannya, " Bangun kamu kenapa ? " Tanya Ararya membenarkan rambut Syifa dengan lembut.

"Pucat sekali wajahmu, " Sambung Ararya merasa khawatir.

Beberapa menit kemudian, datanglah sosok yang kini sedang di benci oleh Ararya. Yaitu Dokter Irwan.

"Kenapa Dia ? " Tanya Dokter Irwan yang tidak di jawab oleh Ararya.

Ararya berpindah posisi dan kini Dokter Irwan yang ada di samping Syifa.

Dokter Irwan mengecek suhu tubuh Syifa, mengecek tensi darah Syifa dan juga mengecek mata Syifa.

"Tekanan darahnya rendah, " Ucap Dokter Irwan.

Tak rela rasanya ia meninggalkan Syifa berdua dengan Dokter Irwan, tapi ia terpaksa karna jam kerja sudah menunggunya.

Ararya meninggalkan tempat itu,

"Apa semalam dia tidak tidur ? Apa semalaman ketakutannya berlanjut hingga dia tidak bisa tidur ? Seharusnya dia mencegah ku untuk keluar kamarnya, hanya untuk menemaninya sampai dia tertidur. " Batin Ararya terus saja berbicara.

"Bekerja baru satu bulan saja sudah banyak merepotkan, " Dengus Sri saat melihat keadaan Syifa.

Syifa pun sadar, " Dokter Irwan ? "

"Apa yang kamu rasakan ? " Tanya Dokter Irwan.

"Pusing saja sih Dok, " Jawab Syifa menyesuaikan penglihatannya.

"Kamu bergadang ? " Tanya Dokter Irwan.

Syifa hanya diam merasakan pusing yang luar biasa di kepalanya.

"Darah kamu rendah, sebaiknya kamu di rawat saja ! " Saran Dokter Irwan.

"Tidak usah Dok, biar saya minum obat saja. "Tolak Syifa tidak mau di bawa ke rumah sakit.

"Jika kamu tidak nyaman keluar saja, nanti biar kamu kerja sama saya saja ! " Saran Dokter Irwan.

"Terimakasih Dok, nanti saya pikirkan. " Jawab Syifa.

Sri yang mendengar ajakan Dokter pada Syifa membuatnya semakin tak paham dengan kepribadian Syifa.

Dokter Irwan pamit, karna ada pasien yang sedang menunggunya. Dokter Irwan menyarankan untuk beristirahat pada Syifa.

Setelah Dokter Irwan pergi, Syifa meminum obat dan melihat ekspresi Sri yang tidak suka padanya.

"Tidak usah melihat saya seperti itu mbak, tenang saya tidak akan mendengar nasihat Dokter. Karna saya sadar siapa saya di sini. " Jelas Syifa menguatkan dirinya untuk bangun dan mulai bekerja.

Obat yang di berikan Dokter Irwan banyak membantu rupanya, Syifa dapat bekerja meskipun ia selalu menahan sakitnya.

Sri selalu menatap Syifa dengan tatapan sinis, ketidak senangan Sri sangat jelas terlihat. Saat dia terus memberikan pekerjaan pada Syifa.

Sri tersenyum, ia beranggapan jika Syifa takut padannya.

"Mbak jangan berpikir saya takut sama mbak ! Saya melakukan ini karna saya merasa bertanggungjawab, bukan karna takut pada mbak yang bisa di bilang senior saya. Ingat itu ya Mbak ! " Ucap Syifa pada Sri.

"Songgong, mentang-mentang di bela oleh Dokter. Jangan-jangan sebentar lagi akan ada sinderela yang akan pura-pura mati karna menunggu pangerannya yang akan datang. " Sri menganggap Syifa hanyalah mencari perhatian saja.

"Apapun yang mbak katakan, itu juga yang akan mbak dapatkan. " Jawab bijak Syifa pada lawannya.

Hari pun berlalu.

Dokter Ararya melihat Syifa sudah sibuk dengan pekerjaannya, Ararya menatap tajam ke arah Syifa yang sesekali memijat keningnya.

Ararya beniat menghampiri Syifa namun langkahnya di halang oleh seseorang yang mengenakan pakaian sama dengannya.

Mayor Ararya mengurungkan niatnya untuk menemui Syifa, karna ada hal yang harus di bicarakan.

Waktu pun berlalu.

"Ini waktunya aku mengantarkan obat terakhir untuk Mayor Ararya, karna obat ini harus di habiskan. " Batin Syifa berjalan menuju kamar Mayor Ararya.

Saat itu Mayor Ararya sedang asyik memetik alat musik berupa Gitar. Ia bernyanyi dengan suara beratnya namun terdengar bersahaja dan merdu.

Ararya membiarkan pintu diketuk, ia pikir yang datang adalah sahabatnya Leo. Namun Ararya meletakkan alat musiknya sebentar karna pintu terus di ketuk.

Ararya membuka pintu itu, terkejut lah dia saat tau siapa yang datang.

"Maaf Pak Mayor, ini obat terakhirnya. Harus di minum karna ini obat harus habis, " Ucap Syifa begitu perhatian pada Ararya meskipun ia tidak berharap balasan dari Ararya.

"Oh ya, terimakasih. " Ararya menerima kotak kecil yang di isi obat oleh Syifa.

"Saya permisi Pak, " Sambung Syifa ramah.

Entah kenapa Ararya merasa berat saat ingin menanyakan kesehatan Syifa.

"Dia sampai tak mau menanyakan kesehatan ku, " Batin Syifa dalam langkahnya.

Ararya masuk kembali dan duduk di tepi tempat tidurnya. Ia meratapi kebodohannya, Ararya berharap Syifa memiliki sifat yang sama dengan wanita lain saat bertemu dengannya dengan begitu iya tidak perlu memulai percakapan dengannya.

Terpopuler

Comments

Ita Mariyanti

Ita Mariyanti

yaa kli bang dia kan bkn "pemuja" mu 😤

2024-04-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!