BAB 5.

Seseorang yang dari tadi melihat tingkah laku Syifa memutuskan untuk kembali ke tempat duduknya, ia sedang menunggu Tuan nya.

Di saat Mayor Ararya sedang duduk asyik sambil memainkan ponsel, tiba-tiba seorang wanita muncul. Entah dari mana ia datang.

Wanita berparas cantik, sempurna untuk di lihat. Namun ia terlihat bukan wanita dari kalangan biasa.

"Hay Pak Mayor, Apa kabar ? " Sapa Siska sambil menyodorkan tangan pada Mayor Ararya.

"Emm ... Baik, " Jawab Ararya datar.

"Oh ya, nanti pas weekend kita jalan yuk ? Ayolah ... Please, " Siska menggelayunkan tangannya di lengan Mayor Ararya.

Siska adalah keponakan Tuannya.

"Kita lihat nantinya, " Jawab Mayor Ararya mencoba menjauh, namun Siska terus nempel di samping Mayor Ararya.

"Jangan begini, gak enak di lihat Bapak. " Ujar Mayor Ararya.

"Gak papa, lagian dia paham ko apa yang aku mau. "

"Apa ? " Tanya Mayor Ararya.

"Kamu. " Jawab menggoda Siska.

Mayor Ararya hanya menggelengkan kepalanya, karna ia hanya mengganggap Siska sebagai adiknya saja, usia pun sangat terpaut jauh.

Namun penampilan Siska memang seperti orang dewasa bahkan ia terlihat seperti Tante.

Di balik kaca Syifa melihat pemandangan itu.

Syifa tersenyum, " Siapa wanita itu, kenapa Mayor Ararya tidak bersikap jutek sama dia. Mungkin ..... Ya sudah lah, "

"Maaf ... Permisi, " Syifa masuk dan sopan saat melewati keduanya.

Mayor Ararya melihat Syifa yang hendak melewati ruangan dimana dia dan Siska sedang dekat.

Mayor Ararya membalas panggutan sopan Syifa, dengan menganggukan kepalanya perlahan.

"Lah tumben dia ramah, " Ujar Syifa dalam hatinya. " Dia memang tampan Tuhan, jaga dia. " Batin Syifa.

Waktu pun berlalu.

Syifa terus di hadapkan oleh kenyataan, kenyataan jika dia tidak selevel dengan Mayor Ararya. Di saat ia berpapasan pun Syifa masih belum berani mengangkat kepalanya dan menatap wajah Mayor Ararya.

Sebatas mengagumi mungkin cukup untuk dirinya.

Pada saat itu pekerjaan beres, semua pekerja masih kumpul di dalam dapur luas itu. Tiba-tiba datanglah pangeran yang di dambakan sejuta wanita, Mayor Ararya.

Semua mata langsung menuju pada sosok Mayor Ararya.

"Ada yang bisa saya bantu ? " Sapa Sri menawarkan diri.

"Cuma mau buat teh hangat saja, "

"Biar saya buatkan, Pak. " Suara itu terdengar dari beberapa pekerja secara bersamaan.

Syifa hanya tersenyum di sudut lain.

"Pak .. Apa boleh minta foto bersama ? " Pinta salah satu pekerja.

Mayor Ararya menganggukkan kepalanya.

Seketika suasana yang tadinya tenang, berubah menjadi ramai karna perdebatan yang ingin foto berdua dengan Mayor Ararya.

Sikap Mayor Ararya saat itu hanya heran dengan apa yang para pekerja lakukan, padahal mereka meminta Poto pada manusia biasa bukan artis ataupun penjabat.

Sementara Syifa memilih untuk keluar karna tak percaya diri, jika harus meminta Foto seperti orang lain.

"Kemana dia ? " Ucap Mayor Ararya memperhatikan sekitar.

"Benar kata Leo, hanya dia yang biasa saja saat melihat ku. " Batin Mayor Ararya.

Dada bidang Mayor Ararya dan juga pundak nya yang gagah menjadi incaran para wanita untuk berpose saat berpoto dengannya.

Jika saja Mayor Ararya gila popularitas atau gila wanita, mungkin beberapa wanita rela melakukan apa saja demi Mayor Ararya.

Entah kenapa dia tak tergiur dengan apa yang ada di hadapannya.

Beberapa kali ia memperhatikan sikap Syifa padanya, lagi-lagi di saat semua ramai memperebutkan nya Syifa hanya diam dan memilih untuk menjauh.

Tanpa Mayor Ararya sadari, jika Syifa bukan tidak memperhatikannya namun Syifa memperhatikan sang pangeran dari jarak jauh.

Syifa hanya bisa senyum sendiri, saat melihat sosok yang ia kagumi. Begitu seterusnya yang di lakukan Syifa saat melihat Mayor Ararya.

Tidak ada rasa cemburu sedikitpun bagi Syifa, apabila banyak yang mendekati sosok yang ia sangat kagumi bahkan bisa di bilang ia menyukai Mayor Ararya lebih dari kata mengagumi.

Gerak gerik yang Mayor Ararya perlihatkan semuanya di sukai oleh Syifa, bahkan hal terkecil pun Syifa sukai.

Bahkan diam-diam Syifa selalu mengabadikan potret Mayor Ararya. entah itu sedang membenarkan dasinya, mengusap wajahnya, membenarkan rambutnya. Semua di abadikan oleh Syifa diam-diam.

Di sela-sela istirahatnya Syifa selalu menatap wajah Sang Mayor, hasil dari potretnya sendiri. Sesekali dia tersenyum. Entah kenapa ia betah saat melihat Poto Mayor Ararya.

"Tuhan, jangan buat aku gila karna ini. Masih ada cita-cita ku yang belum aku capai. " Pekik Syifa dalam kamarnya yang bisa di bilang tidak luas itu.

Tiba-tiba di satu lorong istana Syifa harus berpapasan dengan sang pujaan hati, Langkah tegap dan berwibawa terlihat jelas saat Mayor Ararya berjalan ke arahnya.

Jantung Syifa berdegup kencang, ia mencoba menetralisir dirinya sendiri. Ia terus melangkah dan terus berjalan tanpa memperdulikan apa yang ada di hadapannya.

Sementara Ararya memperhatikan Syifa yang terus menundukkan kepalanya. Mereka hampir dekat, dan Syifa merasa dadanya sudah sesak. Ingin rasanya ia berlari namun entah mengapa kakinya sangat berat sekali.

"Tenang Syifa, tenang. "

Mereka pun sudah berpapasan, namun Ararya mencoba menghentikannya.

"Tolong buatkan saya kopi hitam ya, "

Langkah Syifa terhenti, degup jantung Syifa tak beraturan. Ingin sekali ia berteriak menyuarakan kegembiraannya, namun apalah daya di belum sanggup di sebut dengan sebutan orang gila karna pesona Sang Mayor.

"Baik, Pak. " jawab Syifa menoleh sedikit. Lalu mempercepat langkahnya.

"Kenapa dengan anak itu, " Mayor Ararya menggelengkan kepalanya dan mengerucutkan senyumannya.

Dengan segenap hati Syifa membuat kopi yang di pesan sang pujaan hati, ramuan kopi yang Syifa sajikan harus beda dari yang lain.

Sementara Mayor Ararya masuk kedalam kamarnya dan menjatuhkan badannya di atas tempat tidur yang empuk itu.

"Huhhh .. Lelah sekali rasanya, " Keluh Ararya.

Syifa mencoba mencium aroma kopi itu, asap yang keluar dari ramuan kopi Syifa sangat menggoda. Ia terus melantunkan sholawat dalam hatinya saat membuat kopi itu.

"Kopi siap di antarkan pada Tuannya, semoga tidak ada halangan untuk kopi ini sampai pada Tuannya, Rilex Syiffaaaa. " Syifa seperti anak kecil yang akan di berikan mainan kesukaannya.

Syifa sangat berhati-hati saat memegang kopi itu, satu lalat pun harus ia perhatikan tidak boleh menyentuh kopi itu sedikitpun.

"Tok ... Tok ... Tok, " Suara kamar Mayor Ararya di ketuk oleh Syifa.

Syifa tidak berharap, jika ia akan memberikannya langsung pada sang pemesan kopi. Andai dia di perintahkan untuk menaruh kopi di meja samping kamarnya pun ia sudah senang sekali.

"Masuk, " Ucap Ararya dengan suara berat bersahaja.

Seketika mata Syifa membulat sempurna, " Masuk. "

"Iya masuk, " Timpal sang pemilik kamar mendengar ucapan dari keraguan dalam diri Syifa.

Seketika tubuh Syifa bergetar, keringat terasa deras mengalir di tubuh Syifa.

"Masuk ? Bagaimana ini ? " Syifa bingung, dan ia bingung harus meminta tolong pada siapa.

"Mamah ... Tolong, ya Tuhan tolong. " Rintih Syifa sambil tersenyum geli.

Syifa dengan pelan membuka pegangan pintu itu, dan membukanya perlahan.

Suara jantung Syifa begitu sangat mengganggu, Syifa melihat sekeliling interior kamar Mayor Ararya, kamar sederhana rupanya.

Hanya ada syifa dan juga meja kerja, tempat tidur yang tidak begitu besar membuat semua terlihat rapih dan elegan, Aroma khas Mayor Ararya melekat di ruangan itu.

"Permisi, " Ucap kecil Syifa.

"Masuk, " Lagi-lagi Mayor Ararya memerintahkannya masuk.

"Masuk-masuk, ini sudah masuk. Masuk kemana lagi. " Hardik Syifa seorang diri.

Terpopuler

Comments

Ita Mariyanti

Ita Mariyanti

masuk d hati nya Syifa 😍😍😍

2024-04-25

0

Dwi Winarni Wina

Dwi Winarni Wina

Syifa sampai berdebar2 msk kekamar pujaan hatinya....

2024-03-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!