...***...
Wajah Sera yang terlihat kusut dan kemerahan membuat Elora mengembangkan senyum singkat. Dia terkekeh pelan melihat raut wajah temannya yang jelas terlihat khawatir.
"Aku baik-baik saja," tutur Elora, menenangkan Sera yang masih terisak. Tubuh terlentang nya di angkat, bersandar pada ranjang pasien. "Jangan menangis, wajah mu bisa semakin jelek," tambahnya menggoda.
Hiks!
"Jangan tertawa!" rengek Sera membersihkan hidungnya yang mengeluarkan sedikit lendir, membuat Elora beringsut mundur.
"Kau tidak lihat penampilan mu. Tadi kau seperti mayat hidup, tau!" celoteh Sera mengadu.
Elora hanya bisa menatap gadis berambut sebahu di depan nya dengan sedikit rasa lega. Selama ini dia tidak benar-benar menganggap Sera sebagai temannya. Pengalaman ketika SMP, dimana ia dikhianati oleh teman yang sudah ia anggap sebagai sahabat membuat Elora memiliki krisis kepercayaan.
"Jangan menatap ku, kau membuatku mau muntah," celetuk Sera, bercanda melihat Elora yang menatapnya intens.
Mereka tertawa dan saling mengejek. Kedua nya bicara dan saling menghibur hingga suara ketukan mengalihkan atensi.
Tok, tok, tok...
Eunike dan Bara berdiri di depan pintu UKS, di belakang nya ada Raja dan tentu saja Estela.
"Oh iya, aku hampir lupa. Kau harus dengar berita heboh ini!" bisik Sera, masih sempat-sempat nya bergosip.
Karena tahu sebentar lagi ia harus hengkang, Sera yang baru teringat sesuatu ketika melihat Estela, dengan cepat merapatkan bibirnya ke kuping Elora. Dia membisikan sesuatu yang sukses membuat mata gadis itu melotot sempurna.
"APA?" pekik Elora, menatap tajam ke arah dua orang yang menjadi pusat dari gosip yng baru Sera sampaikan.
Ikut terkejut oleh reaksi Elora, Sera buru-buru mencubit lengan gadis itu, agar diam, lantas tersenyum jenaka ke arah Eunike dan Bara, yang sudah mendekat.
"Jangan histeris. Nanti ibu dan ayah mu mengira kau sedang ku perkaos!" oceh Sera, tersenyum puas.
Sepasang suami istri yang baru tiba tersebut langsung menghampiri Elora, guna mengecek kondisi sang putri.
"Hai Om, Tante," sapa Sera kikuk, menunduk sopan.
"Kamu pasti Sera," sambut Eunike.
Ini merupakan kali pertama Eunike bertemu dengan Sera, gadis yang selalu menjadi alasan dalam setiap chat Elora.
"Ia Tante, saya Sera," balas Sera mengulurkan tangan. menyambut uluran tangan Eunike.
Setelah nya karena tidak ingin berlama-lama di antara keluarga orang lain, Sera yang sadar diri memutuskan untuk mengundurkan diri.
"Tante, Om, maaf tapi, aku harus pamit kembali ke kelas."
Eunike dan Bara tersenyum. "Makasih ya, Nak. Sudah menemani Elora," kata Eunike.
"Iya, nak, Sera. Makasih sudah membantu Elora," timpal Bara.
Sera mengangguk, kemudian mengembangkan senyum ke arah Elora, bergantian dengan Bara dan Eunike. Dia pamit dan langsung melenggang pergi. Namun, kakinya tertahan begitu mendapati keberadaan Raja yang masih berdiri di ambang pintu, menatap serius ke arah Elora, sementara di samping nya Estela, tetap berdiri dengan tidak tahu malunya. Menempel seperti benalu.
"Eh, Kak Estela. Tidak kembali ke kelas?" tanya Sera lebih seperti cibiran karena menurutnya Estela tidak pantas berada di sana.
Seolah tengah memikirkan sesuatu, Estela terlonjak, menarik senyum manis.
"Dia Sera, teman Elora itu kan, Raja?" tanya Estela tidak menggubris pertanyaan yang sebenarnya sehingga membuat gadis itu benar-benar geram.
Apa mereka benar-benar berkencan? Berani sekali dia mengacuh kan ku. Dasar benalu!
Sera yang enggan pergi, menatap kakak kelasnya tersebut dari kepala hingga kaki. Rambut panjang, tubuh tinggi proporsional hampir sejajar Raja membut ia sedikit iri. Dirinya dan Elora memiliki tinggi yang tidak seberapa.
"Iya, dia teman Elora," jawab Raja singkat. Netranya masih fokus pada tiga orang di depan sana.
Mengangguk yakin, Estela menyunggingkan senyum girang.
"Hai Sera, aku Estela," ujar nya. Tanpa di minta, dia mengulurkan tangan hendak berkenalan, namun tak Sera acuhkan. Dia semakin menilik wajah Estela yang berubah masam.
Hah!
Takut akan mencakar wajah sok polos Estela, Sera mengangkat wajah tinggi, kemudian melangkah pergi. Basa basi untuk menyeret Estela agar minggat dari sana pun ia lupakan. Sera lebih memilih hengkang dirinya terlalu muak akan sikap sok manis Estela yang seolah tengah menunjukkan status sebagai seseorang yang dekat dengan Raja.
"Bisa muntah kalau berlama lama di sini," batin Sera.
°
°
°
"Bagaimana sayang, apa ada yang sakit?"
Eunike yang tengah menyiapkan bubur hangat tampak khawatir melihat wajah pucat putrinya. Ia menatap Bara, sang suami yang juga tengah menatap sang putri, iba.
Dengan lembut, Bara mengusap puncak kepala Elora. Rasanya ingin menangis, namun sekuat tenaga pria paru itu menahan nya.
Di sana ada Raja.
Putra sulung mereka itu tidak boleh tahu apa yang sedang adiknya derita. Dia sudah cukup menderita karena kehilangan kedua orang tua kandung nya, jadi Bara dan Eunike memutuskan untuk tidak menambah beban pikiran sang putra.
"Ayah, jangan menangis. Kalau kamu menangis, Raja akan curiga. Ingat, kita sudah memutuskan untuk merahasiakan hal ini darinya," ujar Eunike mengembangkan senyum ke arah Raja yang tengah menatap mereka secara intens.
Entah mengapa, tapi melihat kehadiran Raja di sana berhasil membuat Elora tenang. Dia yang awalnya ingin mengamuk dan menanyakan berbagai hal, tapi memutuskan untuk diam dan menyimpan semuanya untuk sementara waktu.
Walau saat ini pun dirinya masih melihat sosok Estela di samping Raja, sekuat tenaga Elora menahan kekesalan nya. Dia tidak mau jika bunda dan ayah mengetahui bahwa beberapa waktu ini Elora adalah gadis yang bermasalah.
"Ayah, aku baik-baik saja. Jangan khawatir," lenguh Elora berbisik lemah.
Dengan berat hati, Bara menggengam erat tangan putrinya.
"Bagaimana Ayah tidak khawatir, Dek. Kata om Jer, penyakit mu mulai memburuk. Ayah tidak mau kamu semakin menderita," tutur pria paruh baya tersebut nyaris terbata.
Bara dan Eunike memang menyesal karena selalu sibuk dengan tugas mereka. Tapi mau bagaimana lagi, setiap perawatan yang Elora lakukan membutuh kan biaya yang tidak sedikit.
Meskipun mereka nyatanya lebih dari mampu karena terbilang sebagai keluarga kalangan atas, Bara dan Eunike entah mengapa tetap khawatir mengenai biaya perawatan Elora.
Padahal bisa di bilang, gaji mereka sebulan belum lagi perusahan makanan milik kedua orang tua Raja yang kini semakin sukses, dan telah menjadi perusahan makanan nomor satu di kota, sudah lebih dari cukup untuk bisa menangani segala keperluan Elora bahkan lebih, kedua suami istri tersebut tetap saja merasa cemas.
"Maafkan kami, ya, Dek. Ayah dan bunda selalu sibuk sehingga tidak banyak menghabiskan waktu bersama kamu dan kakak," lirih Bara. Elora menggeleng seraya mengulum senyum simpul.
"Ayah, jangan bicara seperti itu. Elora juga pasti melakukan hal yang sama jika menjadi kalian," celoteh Elora, masih setengah lesu.
"Asal ayah tahu, Elora selalu bersyukur sama Tuhan karena bersedia memberikan orang tua hebat seperti kalian. Jadi jangan menyalahkan diri. Apa yang ayah dan bunda lakukan merupakan hal terbaik yang pernah Elora miliki."
Meski dalam keadaan sakit, Elora masih tetap berusaha menenangkan kedua orang tua nya.
Sementara itu, tidak lama, Raja yang sedari tadi memantau dari depan pintu, berjalan mendekat. Di ikuti oleh Estela, Raja menyentuh kening Elora lembut.
"Elora kenapa, Bun?" taya Raja.
Bahkan perlakuan sederhana tersebut berhasil membuat jantung Elora berdegup amat kencang, kemarahan dan rasa jengkel yang sebelumnya memupuk, menguap lenyap tak bersisa. Wajah yang semula pucat pun sontak berubah merah.
"El, baik-baik saja, Ja. Kata Om Jer, adik mu hanya butuh istirahat," jelas Eunike merangkai kata yang sebenarnya tidak di katakan oleh dokter Jery, adik Eunike sendiri, yang adalah dokter khusus sekolah sang anak.
"Tapi kata anak-anak, Elora mimisan," lagi, Raja yang masih merasa ragu kembali bertanya.
Di sampingnya, Estela mengusap punggung tangan Raja, hal tersebut tentu saja di perhatikan oleh Elora yang ikut menatap interaksi mereka dengat sorot penuh luka. Kapan ia bisa seperti Estela?
"Aku baik-baik saja, Kak. Tidak ada yang salah," sahut Elora, antusias. Dia senang mendapat sedikit perhatian Raja meskipun dia tahu apa yang Raja lakukan hayalah formalitas.
Namun, suasana hangat dan tentram yang Elora rasakan beberapa saat lalu, sirna seketika. Estela yang ia pikir hanya gadis polos yang tidak akan berani ikut campur dalam masalah keluarga orang lain, berhasil membuat Elora melongo.
"Iya, Ja. Apa yang dikatakan anak-anak tadi hanyalah mengada-ada. Mereka hanya melebih-lebihkan situasi," seloroh Estela.
Suara jelas menarik atensi semua orang sehingga tertuju pada nya.
Tangan Elora mengepal, gigi-giginya gemertak menahan murka.
Bagaimana tidak, gadis asing yang tidak jelas asal usulnya tersebut, dengan lancang nya mencampuri diri dalam urusan keluarga, bahkan dengan tidak tahu malu, ikut menimpali, seolah suaranya akan di anggap.
Tidak tahu diri!
"Lancan_"
"Oh, iya, Dek. Kamu sudah bertemu dengan Ella?"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
2024-03-04
0