11| Broken Twice

...***...

Menatap langit-langit berwarna putih di atas sana. Bibir Elora bergetar, matanya sayu. Tanpa terasa, air mata mengalir, menelisik lewat celah kerut matanya.

Dia menangis.

Berakhir menyedihkan bukan impiannya. Selama hidup, Elora hanya ingin mati dalam bahagia, dalam pelukan dan dikelilingi oleh orang-orang tercinta, bukan nya sendirian dalam dingin tanpa seorang pun disisinya.

Tuhan memang tidak pernah berbaik hati pada ku!

Namun setelah beberapa saat menangis dan melamun, Elora rasa ia harus bersyukur. Dengan mati seperti ini setidaknya  dia tak perlu menghadapi Raja, mengingat pernyataan cinta nya yang penuh penolakan dan menyedihkan, dirinya juga  tidak  akan membuat ayah maupun bunda menderita karena memikirkan penyakit yang ia derita.

Tapi memikirkan lagi nasib tragisnya, Elora kembali menangis. Bersyukur atau tidak dirinya tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki apa pun.

Ya, Elora berpikir ia sudah mati.

"Apa yang terjadi, Elora? Kenapa kamu menangis? Apakah ada yang sakit?"

Sebuah suara?

Elora mengerjapkan matanya beberapa kali. Apakah mungkin malaikat akan mengajaknya bicara di saat seperti ini?

Sungguh tidak pengertian.

Menoleh, Elora menatap wajah familiar penuh perhatian bercampur khawatir di depan nya. Hal tersebut berhasil menghentikan tangisnya beberapa saat, mebuat nya berpikir keras.

Tidak mungkin kami mati bersama, kan?

"Tante Renata?" panggil Elora sedikit tercekat.

Renata tersenyum ke arah nya. Wanita itu mengusap kepala Elora pelan. "Kenapa menangis? Ada sesuatu yang salah? Kau butuh sesuatu?"

Mata Elora membesar, wajah nya memucat.

Jangan bilang_

"Aku masih hidup, Tan?"

Renata mengerutkan dahi keheranan. Matanya fokus menatap Elora, memastikan bahwa gadis itu tidak bertambah parah.

"Tentu saja kau hidup, sayang. Kenapa bertanya seperti itu?" tanya Renata yang spontan terdiam melihat wajah kaku Elora.

Kali ini tangis Elora benar-benar pecah. Ia menangis dengan isak yang mendalam, menggenggam dadanya yang semakin terasa sakit. Ia kecewa jika harus mati menyedihkan, tapi bukan berarti dia ingin hidup dalam kondisi seperti ini.

"Kenapa aku tidak mati saja tante? Aku selalu menyusahkan orang lain." Elora tersedu dalam suaranya yang tercekat.

Tidak menyangka akan apa yang Elora katakan, Renata bediri dari duduk nya, merangkul tubuh gadis muda yang masih amat bergetar tersebut.

"Jangan berpikir seperti itu, Elora ... kau tak boleh berpikir begitu," lirih Renata  mengusap punggung Elora memberinya kenyamanan.

"Aku menyusahkan semua orang tante. Bunda, ayah, bahkan Raja. Aku membuat mereka harus hidup sambil memikirkan ku ... aku tak mau seperti ini tapi aku selalu melakukan nya."

Yup

Menyalahkan diri adalah apa yang selalu Elora lakukan. Setiap kali sesuatu terasa salah, yang akan ia lakukan hanyalah menyalahkan diri. Menanggung semua beban seorang diri seolah dirinya yang harus bertanggung jawab akan semua hal yang terjadi di dunia.  Bahkan setelah penolakan cintanya, Elora malah sibuk memikirkan apa yang Raja rasakan.

Bagaimana jika dia merasa risih berada di sekitar ku?

Bagaimana jika ayah dan bunda tahu jika aku  jatuh cinta pada pria yang sudah mereka anggap anak?

Bagaimana aku akan menjalani hidup menyedihkan setelah hari ini?

Semua berkecamuk, membombardir pikiran nya tanpa niat berhenti. Satu hal yang pasti ialah Elora saat ini terlalu takut untuk menjalani hari esok. Menghadapi kemarahan ataupun sikap dingin Raja setelah ini pasti tidak akan mudah.

"Jangan memikirkan hal lain, Elora. Untuk saat ini, egois dan pikirkan dirimu saja," ujar Renata. Entah mengapa, tapi air mata nya mengalir begitu saja melihat Elora yang nampak amat rapuh. Sungguh, Elora masih terlalu muda untuk memikirkan perasaan orang-orang di sekitarnya.

Mengingat usia Elora, Renata kembali teringat akan masa lalu nya yang juga cukup kacau. Masa mudanya yang juga cukup menyedihkan dan penuh drama. Mengecewakan orang-orang di sekitar, menjadi beban bagi orang tua, hampir menghancurkan masa depan, bahkan nyaris menghilangkan nyawa nya sendiri membuat Renata cukup paham perasaan Elora.

Mereka benar-benar mirip. Mencintai seseorang tanpa syarat, bahkan lebih memilih menyakiti diri dibanding menyakiti orang tercinta, hanya saja saat itu Renata sudah cukup dewasa untuk siap menyalahkan maupun di salahkan, tapi Elora, dia masih terlalu muda untuk menangung beban seberat itu. Dia hanya gadis 16 tahun yang seharusnya menikmati masa remaja dan bukannya keluar masuk rumah sakit karena memikirkan perasaan orang lain.

"Kasihan sekali kamu, sayang."

°

°

°

Cukup lama Elora larut dalam tangis. Memiliki seseorang di sampingnya membuat semua terasa sedikit lebih mudah.  Melewati segala sesuatu bersama orang lain ternyata lebih mudah di banding menanggung nya seorang diri. Ternyata membagi perasaan dan rasa sakit  tidak semenyedihkan yang Elora bayangkan selama ini. Paling tidak, untuk sekarang ia sudah bisa menerima kenyataan bahwa dirinya masih hidup, tidak ada yang berubah dan ia pun harus siap menghadapi Raja yang setelah ini mungkin tak akan lebih baik.

Sibuk melamun memikirkan cara menghadapi Raja nantinya, Elora memutuskan untuk mendekam di kamar mandi. Masih dalam kondisi lemas, ia menyandarkan diri ke dinding toilet yang lumayan terasa dingin.

Kamar VIP yang ia tempati terasa cukup nyaman untuk nyaman bahkan toilet nya pun berhasil membuat Elora menghabiskan waktu dengan berlama-lama di dalam nya.

Ya, Elora butuh ruang sempit untuk menenangkan pikiran nya.

Asik memainkan ponsel, menaik turunkan Reels IG yang membuat air mata Elora kembali mengalir, seseorang entah siapa di luar mengetuk pintu toilet.

"Hei, kamu di dalam?"

Elora mengernyit. Penampilannya terlalu kacau untuk membuka kamar mandi sekedar menyapa pria yang ia pikir seorang perawat.

"Iya," jawab Elora seraya merapikan penampilan. Takut jika dirinya harus menjalani pemeriksaan. "Ada perlu apa?"

"Tidak ada! Aku hanya mengantar makanan. Aunty Rena menyuruh ku. Dia sedang mengurus administrasi rumah sakit mu."

Lagi, Elora mengernyit. "Aunty Rena? Bukankah yang ia maksud tante Renata?" bisik nya pada diri sendiri. "Apa mungkin dia ... Didi?" lagi ia bermonolog.

Beniat keluar, Elora kembali menatap pantulan nya di cermin. Akan menjadi kesan yang buruk jika mereka bertemu dengan penampilan seperti itu.

"Oh, terimakasih. Katakan pada tante Renata, aku akan menghab_"

"Berhenti merepotkan orang lain!"

Suara ketus di luar membuat Elora cukup kaget. Ia bahkan belum menyelesaikan kalimat nya namun suara bariton di balik pintu toilet berhasil membuat nya bungkam. Ya, Elora lupa. Seharusnya ia bertanya bagaimana ia bisa tiba di rumah sakit, bagaimana tante Renata yang ada di sana dan kenapa malah tante Renata yang menolongnya.

Pikiran Elora kembali waras. Dia menunduk, meremas jari-jari tangan nya. Apakah untuk ke sekian kali dia kembali menjadi seseorag yang egois? Seseorang yang bisanya cuma menyusahkan orang lain?

Hmm...

Walau agak kesal karena kalimat spontan tanpa di saring tersebut, Elora cukup tau diri untuk tidak membantah dan lebih menyadari kesalahan nya.

"Maaf..."

Hanya kata tersebut yang terpikirkan dan mampu Elora lontarkan. Ia lalu menunduk, menatap ubin. Lagi-lagi Elora kembali termenung. Memang benar yang Raja katakan, dirinya hanya seorang gadis tak berhati dan egois.

"Berhenti bersikap seolah kau menyesal. Katakan pada Aunty Rena bahwa kau baik-baik saja dan tidak membutuhkan nya lagi supaya dia bisa pergi! Kau tidak tahu berapa waktu yang Aunty Rena buang hanya untuk menemani mu menangisi hal yang tidak berguna!!!" ketus suara dari luar.

Menohok memang, tapi lagi-lagi Elora cukup tahu diri untuk tidak mengajak pria tersebut berdebat. Ia cukup tahu diri untuk menyadari bahwa merepotkan orang lain memang telah mendarah daging di jiwanya.

"Baiklah," jawab Elora pasrah. "Sekali lagi saya minta maaf," imbuhnya.

Beberapa saat sama-sama diam, Elora akhirnya mendengar dengusan keras di luar sana.  Sesaat kemudian, suara pintu kamar di tutup keras, membuyarkan lamunan Elora. Ya, ia harus cepat sadar dan melakukan apa yang seharusnya. Renata adalah orang baru di hidup nya, ia tidak mau membuat Renata menyesal karena telah membiarkan nya masuk dalam hidup wanita itu.

Huh, sadar dirilah, Elora.

Tak lama setelah kepergian pria yang Elora tebak adalah Didi, Elora memutuskan untuk keluar dari kamar mandi.Ia harus melakukan yang semestinya.

"Tante," sapa Elora begitu sosok Renata muncul dari balik pintu.

Sudah 30 menit sejak pria yang Elora yakini sebagai Didi, pergi dari ruang rawat, berganti dengan Renata yang  berdiri di samping Elora. Wanita tersebut sibuk mengecek kondisi Elora, meletakkan tangan di dahi nya sendiri bergantian dengan dahi Elora.

"Syukurlah demam mu sudah turun," seru Renata tersenyum, mengambil tempat di samping ranjang Elora.

Berdehem sebentar, Elora siap  membuka mulut meberanikan diri.  "Tante, boleh aku bertanya?" ujar Elora akhirnya.

Tersenyum, lantas memposisikan duduk  mencari posisi ternyaman, Renata mengangguk.

"Tentu saja cantik. Ada apa?" ucaonya.

Elora terdiam sesaat. Ini agak memalukan baginya, mengingat bagaimana kondisinya beberapa saat lalu saat di temukan, tante Renata pasti penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Bagaimana Tante Renata bisa membawa ku ke rumah sakit?"

Was-was Elora melihat perubahan demi perubahan di wajah wanita yang cukup lama masuk dalam  hidupnya tersebut. Jelas sekali tidak ada cemooh, ataupun ejekan. Hanya senyum hangat seolah olah mengatakan supaya Elora tak perlu malu.

Mengulum senyum seraya mengangguk, Renata menggenggam tangan Elora, hangat. "Itu..." Ia terjeda sejenak sebelum memulai ceritanya. "Jadi..."

Semua berawal ketika Renata yang memang berencana  pergi ke rumah Elora untuk menemui gadis itu.

Kondisi mendadak mengharuskan Renata menemui Elora di jam 8, malam tadi karena hari ini akan menjadi hari terakhir mereka bertemu sebelum ia pindah. Dirinya berniat pamit sebelum besok pukul empat dini hari melakukan  perjalanan ke kota C, bersama Didi sang ponakan.

Didi yang belum bisa menerima  ayah serta istri baru sang ayah selalu membuat masalah dan keonaran sehingga satu-satunya jalan ialah membiarkan Didi untuk tinggal berpisah dengan keluarga besarnya,  di bawah asuhan Renata, satu-satunya orang yang ia dengarkan selain sang ibu yang telah meninggal meninggal dunia.

Oleh sebab itulah Renata pergi menemui Elora seorang diri, sekedar meminta maaf karena kepergiannya pun akan membawa pergi sebuah tempat favorit Elora yaitu studio lukis.

"Tante tidak mau membuat mu sedih karena menghilang tiba-tiba," ucap Renata, menyelesaikan ceritanya.

Tidak ada sedikitpun kalimat mengenai kondisi naas Elora saat itu. Tak ada satupun kata yang menyinggung. Renata benar-benar membuat Elora merasa nyaman dan berusaha membuatnya tidak merasa malu namun, hal tersebut justru  membuat Elora kian merasa bersalah. Ia selalu mengacaukan hidup orang lain. Membuat mereka repot karena kehadiran nya.

Hanya manggut-manggut, Elora diam tak ingin menunjukkan perasaan yang sebenarnya. Ia takut sebab satu saja kata yang keluar akan tetap tercekat karena rasa kehilangan yang sedang melanda nya.

"Oh, iya. Kamu mau Tante kirimkan lukisan-lukisan yang kamu simpan di studio ke rumah?" tanya Renata memecah keheningan tapi, Elora justru menggeleng cepat.

Walau sangat ingin, dia memutuskan untuk tidak merepotkan. Elora tidak mau karena dirinya Renata harus menunda perjalanan yang sudah di siapkan.

"Tidak usah, Tan. Aku juga ingin fokus sekolah. Lagi pula sebentar lagi ujian kenaikan kelas, kalau lukisan nya di kirim ke rumah, bisa-bisa fokus ku malah ke lukisan dan tidak belajar," cengirnya pura-pura tak acuh.

"Ya, sudah kalau itu mau kamu," ucap Renata tidak ingin memaksa. "Tapi, El, belajar memang penting, namun kebahagiaan kamu juga sama pentingnya. Jadi, jangan menganggap kalau melukis akan mengacaukan fokus, atau membebani. Anggaplah melukis adalah tempat kamu beristirahat dan menenangkan pikiran sekedar menikmati hidup yang kamu jalani," tambahnya, memberi sedikit nasehat.

Elora mengangguk sambil mengulum senyum simpul, seolah semua akan baik-baik sja. Tapi jika boleh jujur, Elora sebenarnya ingin menangis. Kehilangan Renata bahkan studio lukis terlalu berat untuknya. Tak tahu dengan orang lain, tapi tempat itu terlalu berarti baginya sehingga berat bagi dia untuk sekedar  melepas maupun berpisah.

Ini jelas terlalu berat.

Pelukan terakhir mereka sebelum Renata beranjak keluar meninggalkan ruang dingin tempat Elora terbaring berhasil meremukkan hati gadis itu. Rasanya seolah sesuatu telah menghilang, menyisahkan ruang kosong di sana.

Menangis tersedu, Elora bungkam dengan napas tertahan. Ia meringkuk memeluk tubuh dari balik selimut, berusaha menekan dada nya yang semakin sesak, kepala nya pun mulai terasa sakit seolah memaksa  nya untuk berhenti, namun Elora tak bisa.

"Ini terlalu berat."

...***...

Episodes
1 Prolog
2 1| Little Dream
3 2| The Story
4 3| Being Strangers
5 4| Something Wrong
6 5| Do you care?
7 6| Ghost in Wedding
8 7| Beautiful Scar
9 8| Jewelry Store
10 9| The Broken
11 10| Hate Without Reason
12 11| Broken Twice
13 12| New Girl
14 13| Girl You Like
15 14| Still Have It?
16 15| She Is,
17 16| Bad Suprise
18 17| Pation Is Pain
19 18| Wear The Mask
20 19| Blood Cake
21 20| Another Pain
22 21| Agreement
23 22| Give Up?
24 23| Bad Thing
25 24| Graduation Heart?
26 25| Almost And
27 26| The Truth
28 27| Yes, I Give Up
29 28| First Step
30 29| My Ending
31 30| Goodbye
32 31| Tragedy
33 32| Brings Trauma
34 33| Decision
35 34| New City, New Life
36 35| Stanger
37 36| Don't Touch Me
38 37| The Secret
39 38| Towards Danger
40 39| They're Charming
41 40| They're Story
42 41| Just A Friend?
43 42| Blood
44 43| Hi, From the Past
45 44| I Think, I Like You
46 45| Just Kidding?
47 46| The Pandora Box
48 47| Can I Be Him?
49 48| Who Is He?
50 49| Make Sure You're Happy
51 50| My Tearjerker
52 51| Starting to Open
53 52| With Crazy Way
54 53| Looking For The Truth
55 54| Look Further
56 55| It's About Regret
57 56| Behind The Lies
58 57| All I Know
59 58| The Truth
60 59| It's Hurts You, Right?
61 60| Promise
62 61| Ignored
63 62| Started to Move
64 63| Again?
65 64| Fear of Losing
66 65| Hidden
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Prolog
2
1| Little Dream
3
2| The Story
4
3| Being Strangers
5
4| Something Wrong
6
5| Do you care?
7
6| Ghost in Wedding
8
7| Beautiful Scar
9
8| Jewelry Store
10
9| The Broken
11
10| Hate Without Reason
12
11| Broken Twice
13
12| New Girl
14
13| Girl You Like
15
14| Still Have It?
16
15| She Is,
17
16| Bad Suprise
18
17| Pation Is Pain
19
18| Wear The Mask
20
19| Blood Cake
21
20| Another Pain
22
21| Agreement
23
22| Give Up?
24
23| Bad Thing
25
24| Graduation Heart?
26
25| Almost And
27
26| The Truth
28
27| Yes, I Give Up
29
28| First Step
30
29| My Ending
31
30| Goodbye
32
31| Tragedy
33
32| Brings Trauma
34
33| Decision
35
34| New City, New Life
36
35| Stanger
37
36| Don't Touch Me
38
37| The Secret
39
38| Towards Danger
40
39| They're Charming
41
40| They're Story
42
41| Just A Friend?
43
42| Blood
44
43| Hi, From the Past
45
44| I Think, I Like You
46
45| Just Kidding?
47
46| The Pandora Box
48
47| Can I Be Him?
49
48| Who Is He?
50
49| Make Sure You're Happy
51
50| My Tearjerker
52
51| Starting to Open
53
52| With Crazy Way
54
53| Looking For The Truth
55
54| Look Further
56
55| It's About Regret
57
56| Behind The Lies
58
57| All I Know
59
58| The Truth
60
59| It's Hurts You, Right?
61
60| Promise
62
61| Ignored
63
62| Started to Move
64
63| Again?
65
64| Fear of Losing
66
65| Hidden

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!