...***...
Dua minggu sejak pengakuan Elora, Raja benar-benar berubah. Pria itu tidak lagi repot-repot bersikap baik padanya sekalipun didepan kedua orang tua mereka, Bara dan Eunike. Ia bahkan lebih sering menolak permintaan Bara jika hal tersebut berkaitan dengan Elora.
Seperti saat ini, saat mereka akan berangkat ke sekolah dan Bara meminta Raja untuk berangkat bersama Elora yang memang sudah siap, namun malah di tolak dengan alasan ia sudah berjanji untuk pergi bersama teman nya.
“Maaf Ayah, hari ini aku ada janji berangkat sekolah bersama teman ku.”
“Aku bisa bergabung. Lagi pula mobil kan bisa menampung lebih dari dua orang.” Elora buru-buru menyela. Ia paham betul jika ayahnya terlalu menyayangi Raja sehingga tidak akan sempat menolak semua argumennya.
Dua minggu bersabar, Elora paham jika Raja marah padanya. Tapi, mendiaminya sepanjang minggu juga tidak benar!
Walau biasanya sikap Raja memang selalu dingin, dua minggu terakhir ini rasanya sikapnya sudah amat berlebihan.
Saking buruk nya Raja tidak segan meninggalkan Elora mau sepagi atau secepat apapun gadis itu siap. Seolah Elora memang sudah tidak lagi berada di dunia ini. Seolah ia hanyalah sosok pengganggu di hari-hari seorang Raja.
“Maaf, tapi aku menggunakan motor. Beberapa hari ini jalanan terlalu ramai untuk mobil,” balas Raja.
Elora tahu Raja sedang menolak permintaan ayah mereka. Tapi bukankah jawaban tersebut terlalu konyol untuk seorang Maharaja?
“Benar juga kata kakak. Kemarin Ayah pun nyaris terlambat," timpal Bara sependapat.
Tidak bisa melakukan apa pun lagi, Elora lantas mendengus kasar. Ia berpamitan pada Bara dengan wajah di tekuk masam. Sebagai anak yang patuh, ia tak bisa melakukan apapun selain mematuhi ayahnya dengan berangkat bersama pak Budi.
“Bukankah sikapnya terlalu berlebihan? Kalau tak ingin mengantar ku bilang saja, kenapa harus menggunakan alasan konyol seperti itu? Lagi pula, sejak kapan dia punya teman? Rumah kak Efan pun tidak searah, lalu siapa teman yang dia maksud? Argh!"
Sepanjang jalanan Elora terus mengomel. Pak Budi di sampingnya pun tidak di gubris.
"Kalau tau begini, lebih baik bangun jam tujuh!" celetuknya melengserkan tubuh ke samping, membaringkan badannya yang masih lelah karena bangun terlalu pagi.
Berusaha memejamkan mata, Elora memutuskan untuk istirahat sebentar. Ia harus menenangkan diri supaya bisa menerima pelajaran dengan baik.
Akan tetapi, saat mata Elora hendak terpejam, pak Budi secara tiba-tiba menginjak pedal rem.
"Pak! Hati-hati!" keluh nya.
Pak Budi tampak sangan menyesal dan meminta maaf.
"Maaf, Nona. Saya kaget tadi," sesalnya beralasan.
"Kaget kenapa memang nya, Pak?"
"Itu loh, Non. Pantas saja tadi aden Raja tidak mau berangkat bersama nona Elora. Sepertinya sudah janjian dengan pacar.”
What?
Mata Elora benar-benar plong. Rasa kantuknya menguap seiring dengan tubuh yang bergerak tegap, menatap pak Budi lewat kaca spion. Sungguh tajam dan penuh peringatan.
“Bapak bilang apa?”
Pak Budi yang sama sekali belum merasakan aura mengancam di kursi penumpang lantas mengulang kalimatnya.
“Itu Nona, Den Raja baru saja lewat dengan seorang gadis.”
Kaget bukan main, Elora ingin sekali membungkam mulut pak budi dengan kedua tangan, mengatakan bahwa hal tersebut pasti tidak benar, namun melihat motor bersama dua sosok di depan sana, hati Elora berdesir.
Elora tahu semua jenis motor yang Raja miliki, dia kenal akan sosok yang sedang berhenti di lampu merah tersebut, namun seorang gadis?
Seumur hidupnya Elora tidak akan siap untuk hal ini. Dia sendiri, seorang Elora Lentera Adiraja sekali saja tidak pernah duduk di atas motor tersebut, tapi berani sekali gadis lain duduk di sana?
Melambat, mobil yang di duduki Elora berhenti di depan lampu merah, agak jauh di belakang namun ia memutuskan untuk menghampiri mereka. Malangnya baru saja turun, lampu berubah hijau. Seakan rambu lalu lintas pun ikut tidak merestui.
Motor melaju pergi, sementara Elora masih belum ingin masuk sekedar menyelamatkan diri dari orang-orang yang mengamuk karena keberadaan nya yang menghalangi pengedara lain.
“Nona, kenapa diam disini? Bahaya Non, ayo kembali ke mobil.”
Pak Budi menarik Elora kembali ke dalam mobil. Membantu gadis itu masuk walau ia sendiri tidak mengerti apa yang membuat sang majikan bersikap seperti demikian. Bahkan hingga mobil memasuki pekarangan sekolah pun ia tak sadar.
“Nona, kita sudah sampai,” ucap pak Budi, menyadarkan sang anak majikan dari lamunannya.
°
°
°
Tidak seperti hari-hari sebelum nya dimana Elora akan langsung menuju kelas kali ini tujuan berubah menuju kelas IPA 1. Ia harus menuntaskan rasa penasarannya.
“Hai cantikh! Tumben pagi-pagi sudah ke kelas abang Efan. Kangen, ya?” goda Efan begitu kaki Elora menapak marmer kelas mereka.
Kalau saja pagi ini Elora dalam mood yang baik, ia pasti akan memberi beberapa kalimat godaan sekedar membalas Efan sekaligus membuat Raja cemburu walau nyatanya pria itu bahkan tidak melihat ke arahnya, Elora akan tetap sopan, menyahut apa pun yang di lakukan Efan.
Sayang nya kali ini dia sedang tidak bisa. Jantung yang terus berdetak tidak karuan membuatnya enggan menjawab ataupun menyapa Efan. Matanya memilih jelalatan mencari keberadaan Raja.
Sikap Elora tersebut tentu saja membuat Efan mendapat ejekan dari teman-teman kelasnya.
Di sekolah Efan termasuk salah satu pria tampan yang cukup di gandrungi para gadis, namun melihat sikap Elora padanya pagi itu, harga dirinya terluka. Matanya tidak berhenti menatap Elora seakan bisa melahapnya saat itu juga.
“Kak, liat kak Raja?” Elora menghampiri Efan. Tidak menemukan keberadaan Raja dia memutuskan untuk bertanya pada Efan sang wakil ketua kelas.
“Kamu mau tidak, jadi pacar kakak?”
Tidak waras!
Pertanyaan Efan tentu saja membuat Elora beringsut bingung. Ia mengernyit dengan satu alis menukik, nyaris lupa dengan apa tujuan nya.
“Maksud kakak?”
Efan berdiri, wajahnya tampak angkuh ketika mendekati Elora.
"Menjadi pacar ku. Mau tidak?" tanya Efan lagi.
Mendengus,
“Tidak, aku tak mau!” jawab Elora, ketus.
“Kakak tidak berfikir bahwa selama ini aku meladeni kakak karena akau menyukai kakak, bukan?” Jawaban Elora sontak membuat seisi kelas terbahak.
Memang bukan rahasia umum jika Efan menyukai adik dari ketua kelas sekaligus teman sebangkunya, tapi penolakan?
Pria No. 2 di tolak mentah-mentah bahkan dengan sedikit bentakan dan sikap jutek segera mendapat ejekan.
Beberapa anak pun ikut menggoda, mengejek nya.
“Pacaran dengan ku saja, Efan!!!” teriak teman pria nya mengejek.
“Ckck, katanya tidak pernah di tolak,” sahut yang lain.
Tidak sadar akan akibat dari responnya, Elora memilih mengacuhkan teman-teman Raja.
“Kak Efan, liat kak Raja, tidak?”
Efan yang biasanya selalu bertingkah cringe lantas menunjukkan wajah datar. Dia menatap semua orang yang mengejeknya, bergantian dengan Elora yang nampak tidak peduli. Tangan terkepal, kupingnya memerah karena malu. Efan jelas jengkel itulah di katakan wajah nya saat ini.
“Raja sedang mengantar anak baru ke ruang guru."
Hendak mengatakan sesuatu, sahutan seorang gadis menghentikan aksi Efan yang seolah akan menerkam Elora.
"Baiklah, terimakasih."
Tanpa menengok siapa, Elora berterimakasih, lantas melenggang pergi meninggalkan seorang Efan yang terus menatapnya aneh. Sebuah tatapan yang sulit di artikan. Sebuah seringai dengan mata memerah penuh sejuta emosi.
“Sayang sekali hal memalukan itu akan menimpa mu, Elora.”
°
°
°
Lift berangkat menuju lantai empat tempat dimana ruang guru berada. Sekolah elite dengan fasilitas terbaik, itulah yang membuat langkah menuju lantai empat terasa lebih mudah, namun tak tahu mengapa hal tersebut justru membuat Elora semakin sulit bernapas seolah lift tersebut sama sekali tidak bergerak.
Ting!
Lift berhenti saat angka di atas menunjukkan angka empat, lantai yang menjadi tujuan nya. Pintu besi terbuka namun, betapa terkejutnya Elora saat mendapati dua sosok manusia berseragam yang tengah berpelukan tepat di depan mata kepalanya.
“Kak Raja?”
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Neneng Dwi Nurhayati
double up kak
2024-03-03
1