Buughh !
“Dasar anak-anak nakal ! Sudah berkali-kali dibilang jangan main bola di dekat sini !”
Wanita berpakaian kantor itu langsung mengomel dan turun dari mobil mewah yang mengantarnya pulang.
“Kita langsung jalan sekarang, Tuan ?”
“Tunggu sebentar.”
Pria itu memijat kepalanya sambil memperhatikan wanita yang baru turun tadi sedang memarahi bocah perempuan yang menunduk ketakutan sementara bocah lelaki yang berdiri di sampingnya melawan sambil menatap si wanita dengan berani.
“Dasar anak kurang ajar !”
“Jangan gampang main tangan !”
Wanita itu terkejut saat sebuah tangan kekar menahan lengannya yang sudah melayang di udara. Ia baru sadar kalau dirinya sudah kehilangan kendali sampai tidak sadar kalau pria berjas itu turun dari mobil.
Dasar bocah si**alan !
Rusak sudah sandiwara yang dimainkannya selama ini, membangun image wanita idaman yang layak diperhitungkan sebagai calon istri meskipun statusnya janda beranak satu.
“Mereka berdua anak nakal, Greg, bukan kali ini saja membuat onar di sini. Mereka sering bertengkar dengan Ferdi dan tidak segan-segan mengeroyoknya.”
Greg melepaskan cekalannya lalu melewati Juwita dan berdiri di hadapan kedua bocah yang tengah menatapnya.
Alis Greg menaut, sakit kepalanya mendadak hilang namun jantungnya berdegup tidak karuan saat melihat bocah perempuan yang polos itu tersenyum manis sementara si bocah lelaki menatapnya dengan tajam dan sedikit sinis.
Joe yang ikut turun segera menghampiri bossnya yang bergeming. Ia sangat terkejut dan matanya langsung membola saat menatap kedua bocah itu.
“Siapa nama kalian ?” tanya Joe.
“Mereka teman sekolah Ferdi dan….”
“Joe bertanya pada mereka bukan padamu !” tegas Greg.
Juwita terkejut dengan reaksi Greg namun ia tidak berani membantah.
“Aku Senja dan ini kakak kembarku Langit,” sahut si bocah perempuan.
Bibirnya tersenyum sambil mengerjapkan matanya, raut wajahnya tidak terlihat ketakutan seperti tadi.
“Langit, kenapa diam saja ?” Senja menyenggol lengan saudara kembarnya dengan sikut.
Pandangan Greg beralih pada bocah lelaki yang wajahnya benar-benar duplikasi wanita yang sudah 7 tahun dibuangnya jauh-jauh.
Greg mencoba membalas tatapan Langit tapi belum sampai 5 menit kepalanya kembali diserang rasa sakit dan kali ini lebih hebat dari sebelumnya.
“Kita jalan sekarang !”
Greg segera berbalik badan langsung berjalan kembali ke mobil namun baru beberapa langkah, pandangannya berkunang-kunang dan tubuhnya seperti kehilangan tenaga.
“Tuan !”
“Greg !”
Dengan sigap Joe menahan tubuh kekar itu supaya tidak terjembab ke aspal. Sopir yang sejak tadi menunggu di dalam mobil pun ikut turun dan membantu Joe mengangkat majikan mereka lalu membawanya ke dalam mobil.
“Aku ikut ke rumah sakit Joe !”
Joe ingin bilang tidak namun Juwita sudah masuk ke dalam mobil dan memangku kepala Greg yang pingsan.
Ketiga bocah yang ada di situ hanya berdiri memperhatikan kesibukan para orang dewasa yang kembali pergi ke rumah sakit.
“Kita pulang, Senja.”
Langit menggandeng adik kembarnya dan pergi meninggalkan Ferdi tanpa pamitan.
“Kenapa kamu marah pada om tadi, Langit ?”
“Aku tidak marah !”
“Jangan bohong, aku kembaranmu. Aku bisa merasakan kalau kamu tidak suka padanya. Memangnya kamu kenal om tadi ?”
Langit tidak menjawab hanya mengeratkan gengamannya dan menyuruh Senja mempercepat langkahnya.
*****
“Tolong tinggalkan kami berdua.”
“Tapi Greg…”
“Nona, tolong jangan membantah.”
Juwita menghela nafas dengan wajah kesal. Ia menepiskan tangan Joe yang memegang sikutnya.
“Aku bisa sendiri,” ketus Juwita.
Joe tersenyum sinis mengikuti Juwita. Ia tidak suka dengan wanita yang sok perhatian pada bossnya.
Juwita memang putri salah satu direktur yang bekerja di bagian Humas dan sudah lama mengincar Greg yang berstatus duda.
Wanita sombong itu sering pamer dan bilang kalau dirinya adalah calon nyonya pemilik perusahaan padahal Greg tidak pernah menganggapnya lebih dari karyawan.
Bagi Greg, kedekatan mereka hanya sebatas pekerjaan dan demi perusahaan meskipun ayah Juwita terang-terangan minta pada Greg untuk menjadi menantunya.
“Masih aja tuh cewek nempel kayak ulat bulu,” sindir Charles, sahabat sekaligus dokter pribadi Greg.
Greg tidak menyahut hanya tersenyum tipis.
“Elo yakin kalau kondisi kepala gue baik-baik aja ?”
“Jadi elo nggak percaya dengan kecanggihan teknologi atau nggak yakin dengan kemampuan dokter-dokter spesialis yang ada di sini ?”
“Bukan begitu, pemeriksaan di Singapura juga sama aja hasilnya, tapi sakit kepala ini nggak mau reda meski udah minum obat sakit kepala.”
“Hasil analisa gue dan beberapa dokter di sini, elo menderita psikosomatis *). Sebaiknya elo menemui psikiater untuk mencari penyebabnya.”
“Maksud elo gue sakit jiwa ?”
“Mungkin karena udah waktunya elo mengakhiri status duda apalagi sebentar lagi umur kita udah kepala 4.”
“Nggak ada hubungannya !” sahut Greg dengan nada ketus.
Charles tertawa. Teman sekolahnya yang satu ini memang keras kepala.
“Atau jangan-jangan elo masih mengharapkan Mia ?” tanya Charles dengan mata menyipit.
“Masih betah hidup ?” tanya Greg dengan lirikan maut.
“Atau jangan-jangan elo udah nggak suka sama perempuan lagi ?”
“Elo yakin masih pantas jadi dokter spesialis ? Diagnosa pasien kok kayak main tebak-tebakan.”
Charles tidak tersinggung, malah kembali tertawa melihat kekesalan Greg.
“Joe bilang elo pingsan setelah bertemu 2 bocah di depan rumah Juwita. Dia juga bilang kalau bocah itu…”
“Nggak usah diterusin ! Gue nggak mau membahasnya. Gue mau istirahat, tolong tinggalkan gue sendirian dan titip pesan sama para perawat untuk tidak usah repot bolak balik ke kamar ini kalau nggak penting.”
“Mereka harus menjalankan prosedur, Greg.”
“Elo sendiri yang bilang kalau kondisi tubuh gue baik-baik aja jadi lupakan segala prosedur yang berlaku.”
Charles menghela nafas menatap Greg yang sudah merebahkam tubuhnya sambil memejamkan mata.
“Char, tolong bilang Joe kalau gue tidak menerima kunjungan termasuk dia kecuali gue minta.”
“Ada lagi ?”
“Nggak ada. Thanks a lot.”
Charles kembali menghela nafas sebelum keluar meninggalkan Greg sendirian.
Setelah memastikan tidak ada orang lain di kamar, Greg beranjak bangun. Di tangan kirinya terpasang jarum infus padahal ia merasa baik-baik saja.
Greg menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Bayangan kedua bocah itu benar-benar menganggu pikirannya hingga ia sulit memejamkan mata.
Greg seperti berkaca saat berhadapan dengan Senja dan melihat sosok lain dalam diri bocah lelaki yang bernama Langit itu.
LANGIT SENJA
Greg mengucapkan kedua nama dalam hatinya.
“Nama yang aneh,” gumamnya pada diri sendiri sambil tersenyum sinis.
Greg meraih botol air mineral yang disiapkan oleh Joe dan meneguknya sampai setengah dengan harapan hatinya bisa tenang lagi tapi degup jantungnya malah kembali berdetak tidak karuan.
Greg memejamkan mata sambil memukuli kepalanya dengan satu tangan, berusaha mengusir bayangan yang terus menganggu pikirannya.
“Jangan tinggalkan aku, Greg. Aku sedang hamil anak kita.”
“Demi nyawaku, Greg, aku tidak berbohong apalagi selingkuh darimu. Apakah kamu tidak bisa merasakan kalau aku sangat mencintaimu ?”
Greg menggeleng-gelengkan kepala sambil memukuli kedua pelipisnya dengan tangan, mencoba mengusir suara-suara yang kembali mengusik ingatannya.
“Greg !”
Charles yang baru membuka pintu dibuat terkejut dengan pemandangan di depannya. Ia bergegas menghampiri Greg dan langsung memegangi kedua tangan pria itu.
“Kepala elo sakit lagi ?” tanya Charles saat Greg sudah kembali tenang.
Greg menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
“Sorry kalau gue melanggar perintah elo,” ujar Charles.
“Maksudnya ?” Charles menoleh ke arah pintu diikuti oleh Greg.
”Selamat sore, Om.”
Mata Greg langsung membola, terkejut melihat ketiga mahluk yang berdiri di pintu kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lilik Juhariah
seru nih
2024-03-05
0