“Apa kabar Tuan Muda ?”
Wajah Sumi terlihat sumringah meski ia sempat terkejut saat melihat sosok Greg begitu membuka pintu rumah.
“Kabar baik, Bik. Senang bisa ketemu bibik lagi.”
“Bik Sumi kenal sama Papi ?”
Si polos Senja bertanya dengan tatapan menelisik. Bik Sumi yang lagi-lagi dibuat terkejut mendengar panggilan Senja pada tuan mudanya tersenyum dan menganggukan kepala.
”Ayo Papi masuk, kita ajak Mami pergi,” ujar Senja sambil menarik tangan papinya.
Greg menuruti kemauan Senja sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.
Rumah kontrakan yang ditempati Mia hanya sepersepuluh luas rumah Permana. Perabotannya juga sederhana dan tidak ada AC di satu area yang luasnya tidak lebih dari 10 meter. Hanya 2 kipas angin yang membantu mengurangi hawa panas.
“Om Firman !”
Senja melepaskan genggaman Greg dan langsung memeluk pria yang keluar dari dalam rumah.
Ada perasaan tidak nyaman saat melihat pria lain ada di rumah itu.
“Kok sore banget pulangnya ?” tanya Mia sambil mengusap kepala putrinya.
“Papi mau ajak Mami makan malam.”
“Mami sudah masak dibantuin Om Firman jadi Langit dan Senja makan di rumah aja, biar Papi bisa langsung pulang.”
“Tapi Senja mau makan malam sama Papi,” sahut Senja dengan wajah cemberut.
Mia melirik suaminya, berharap pria itu menolak keinginan Senja tapi Greg sengaja mengabaikan tatapan Mia.
“Kalau begitu Papi makan malam di sini aja gimana ?”
Mia melotot saat Greg malah menawarkan diri sambil mendekati Senja dan berjongkok di hadapannya.
Bocah yang lugu dan manja itu beralih ke pelukan Greg. Mia hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan suaminya.
“Mami nggak masak banyak. Nggak cukup kalau papi dan om Joe ikutan makan,” sahut Mia dengan nada selembut mungkin supaya putrinya tidak salah paham.
Greg baru mau membalas ucapan Mia tapi Joe mendekatinya dan memberi isyarat kalau ia perlu bicara dengan tuannya.
“Papi keluar sebentar.”
Greg melepaskan pelukan Senja dan mengikuti Joe keluar rumah. Kedua pria itu terlihat berbincang serius sementara Mia menyuruh kedua anaknya untuk mandi dulu sebelum makan.
Sekitar 10 menit kemudian Greg masuk kembali. Hanya ada Firman dan Langit yang duduk bersebelahan di sofa ruang depan sibuk bermain handphone.
“Langit, Mami mana ?”
“Lagi mandiin Senja.”
Firman beranjak bangun dan mengulurkan tangan sambil memperkenalkan diri.
“Perkenalkan saya Firman, teman Mia.”
Greg terlihat enggan menjabat tangan pria di hadapannya tapi ada Langit di dekatnya, tidak mungkin Greg menunjukkan sikap kurang bersahabat pada pria yang didaulat akan menjadi ayah sambung anak-anaknya.
“Gregorius. Terima kasih karena anda sudah peduli dengan istri dan anak-anak saya.”
“Mereka sudah saya anggap keluarga,” sahut Firman kalem sambil tersenyum.
Greg hanya tersenyum tipis. Sinyal otaknya langsung memberi tanda kalau Firman adalah saingan yang tidak mudah disingkirkan.
“Langit, Papi boleh bicara sebentar ?”
Langit meletakkan handphone Firman yang dipinjamnya lalu mengikuti Greg keluar. Keduanya duduk di kursi plastik yang ada di teras sementara Joe masih sibuk menelepon di luar gerbang.
“Maaf Papi nggak jadi makan malam dengan Langit, Senja dan Mami. Ada urusan pekerjaan yang harus Papi bereskan segera.”
“Nggak apa-apa, Om.”
Greg tersenyum getir. Hatinya mulai tidak rela mendengar Langit memanggilnya om bukan papi seperti Senja.
Greg beranjak, pindah berlutut di hadapan Langit lalu memegang kedua bahu putranya yang masih kecil namun dipaksa harus berpikir dewasa karena keadaan.
“Maaf papi sudah membuat Langit kecewa karena tidak pernah datang menemui kalian. Maaf karena papi hanya bisa membuat mami menangis. Papi akan menyelesaikan semuanya dan berjanji nggak akan membuat mami kesal apalagi menangis lagi.
Papi bangga karena Langit selalu menjaga mami dan Senja selama ini dan menjadi laki-laki yang hebat meskipun umur Langit sama dengan Senja.
Maaf karena papi harus pergi beberapa hari dan nggak bisa datang kemari atau jemput kalian di sekolah tapi papi janji akan selalu kasih kabar sama mami kemana pun papi pergi.
Papi bisa titip mami dan Senja sama Langit ? Kalau ada apa-apa, Langit bisa menghubungi papi pakai handphone mami atau bik Sumi.”
“Memangnya mami punya nomornya Om ?”
“Papi punya nomornya mami, nanti Langit simpan nomor papi ya ?”
Greg tersenyum sambil mengusap kepala putranya dengan perasaan cinta yang mulai mengalir di hatinya.
“Sekali lagi maaf karena papi nggak pernah menemui Langit dan Senja selama ini hingga membuat kalian diejek sama teman-teman. Mulai sekarang papi nggak akan membiarkan siapapun menyakiti kalian apalagi Ferdi dan Tante Juwita. Papi pergi dulu, tolong bilangin sama mami ya ?”
Langit mengangguk namun tidak ada senyuman di bibir mungil itu.
“Terima kasih karena Langit sudah tumbuh sehat dan menjadi anak yang hebat.”
Greg beranjak bangun dan mengacak rambut Langit sebelum berjalan keluar.
“Om !”
Greg berhenti dan menoleh. Langit sudah beranjak dari kursinya dan berdiri di teras.
“Seorang laki-laki tidak boleh gampang mengucapkan janji lalu melanggarnya.”
Greg mengangguk sambil tersenyum.
“Papi pasti akan kembali menemui kalian setelah semuanya beres.”
Greg melambaikan tangannya dan bergegas mengikuti Joe meninggalkan rumah Mia.
Dari dalam rumah, Mia yang sempat mendengar percakapan Langit dan Greg hanya menghela nafas.
***
Waktu sudah menunjukkan hampir jam 9 malam saat Greg dan Joe kembali ke kantor dan langsung naik ke lantai 5.
“Aku tunggu di dalam Joe.”
“Baik Tuan.”
Greg langsung menyalakan laptop di atas meja kerjanya sementara Joe mencari dokumen yang pernah dikirim oleh pengacara Juan Permana 7 tahun lalu.
Tidak lama, Joe masuk ke ruangan sambil membawa sebuah amplop cokelat yang disegel dan diberi stempel kantor pengacara.
Greg bergegas membuka amplop itu dan dahinya berkerut saat melihat isinya bukan surat cerai melainkan surat sewa menyewa Safe Deposit Box sebuah bank di Singapura lengkap dengan kunci yang dimasukkan dalam sebuah kotak.
“Penyewanya dibuat atas namaku dan sudah dibayar untuk 10 tahun. Masih ada sisa 3 tahun lagi, Joe. Kenapa Juan Permana malah menunjuk aku bukan Mia ?”
“Karena Tuan selalu menjadi orang kepercayaan Tuan Juan. Beliau sudah berpengalaman dalam menilai orang, itu sebabnya anda mudah menempati posisi tertinggi hanya dalam waktu 2 tahun bahkan mendapatkan restu untuk menikahi putri tunggal Tuan Juan.”
“Jadi maksudmu Juan Permana sengaja membiarkan aku menguasai usahanya ?”
“Iya. Tuan Juan melihat kalau perbuatan anda bukan karena serakah melainkan rasa marah di usia anda yang belum cukup matang untuk melihat suatu masalah.”
“Jangan berlagak sok tahu, Joe !”
“Saya tidak berlagak sok tahu, Tuan tapi Fahmi pernah bilang begitu pada saya. Kalau Tuan jahat dan serakah, tidak mungkin Tuan menyisakan hampir 10% harta milik Tuan Juan dan membiarkan mantan mertua anda tetap tinggal di rumah mereka. Pikiran anda dipenuhi rasa marah tapi hati nurani anda masih bekerja dengan baik.”
Greg menghela nafas dan menatap lembaran surat yang ada di tangannya.
“Tolong atur keberangkatan ke Singapura dan pastikan Mia, Langit dan Senja baik-baik saja. Cari tahu siapa yang mengawasi mereka selama ini dan dapatkan informasi sekecil apapun tentang perusahaan keluarga Permana yang dipegang Om Hendrik.”
“Baik Tuan. Saya akan mempersiapkan semuanya.”
Greg beranjak dari kursi kerjanya dan seperti biasa berdiri menatap keluar jendela.
Dia pikir urusannya dengan Juan Permana berakhir 7 tahun yang lalu saat ia berhasil menguasai 90% kekayaan milik pengusaha itu dan menyakiti hati putri tunggal mereka.
Ternyata Juan Permana lebih hebat dari dugaannya. Hidup Greg justru terikat sejak ia berhasil menjadi orang kepercayaan Juan dan menikahi putrinya.
Greg menghela nafas. Pikirannya sedikit kacau karena hatinya terjebak dalam perasaan yang tidak biasa.
7 tahun yang lalu ia bahagia melihat Mia menangis sampai memohon padanya. Saat ini Greg justru merasa tercubit saat melihat tatapan wanita itu penuh dengan luka dan perasaan marah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
nining
lanjut ya
2024-03-01
2