“Sebagai Kepala Sekolah saya yakin anda mengerti bahwa anak yang lebih dulu memukul pantas mendapat hukuman. Selain itu, bukan pertama kalinya mereka melukai putera saya.”
“Ferdi yang lebih dulu mendorong bahu Senja dan mengejeknya anak ha**ram,” protes Langit.
“Jangan berdalih karena banyak yang melihat kalau kamu yang lebih dulu memukul Ferdi !” sahut Juwita dengan nada tinggi.
”Bukan Langit yang lebih dulu…” Senja ikut protes dengan mata berkaca-kaca.
“Langit ! Senja ! Biarkan Pak Rachmat yang bicara. Kalian sudah menceritakan semuanya dengan jelas dan sekarang biar Pak Rachmat yang memutuskan. Bisa ?”
Keduanya mengangguk dan menuruti permintaan Mia meskipun raut wajah mereka masih terlihat kesal.
Pak Rachmat menghela nafas. Bukan hal mudah berhadapan dengan Juwita yang tidak mau menerima fakta soal sifat anaknya yang sok jagoan dan sering membully teman-temannya di sekolah.
“Kami akan memeriksa CCTV untuk memastikan…”
“Mau sampai kapan ? Apa Bapak tidak lihat bagaimana kondisi anak saya yang terluka ? Apa karena mereka anak guru makanya Bapak enggan memberikan hukuman ?”
“Bukan begitu, Bu. Saya hanya berusaha mengambil keputusan berdasarkan fakta.”
“Saya benar-benar heran bagaimana sekolah ini bisa mempekerjakan guru yang punya anak tapi tidak tahu siapa laki-laki yang menghamilinya,” sinis Juwita sambil tersenyum mengejek.
“Ibu Juwita harap jaga bicara anda ! Masalah anak-anak ini tidak ada hubungannya dengan status saya.”
“Oh ya ? Tentu saja ada kaitannya karena bagaimana perempuan yang punya anak tanpa suami seperti anda bisa menjadi contoh yang baik di sekolah ini. Saya juga janda tapi sudah jelas siapa ayah kandung Ferdi, sedangkan anda ?”
Senyum penuh ejekan Juwita membuat Mia mengepalkan tangan di samping kedua pahanya untuk menahan emosi.
“Kami punya papi !” pekik Senja yang mulai menangis.
“Senja, tidak perlu berteriak seperti itu,” bisik Mia langsung memeluk dan mengusap punggung putrinya.
”Oh ya ?” ejek Juwita.
“Tentu saja mereka punya papi !”
Semuanya menoleh ke pintu ruangan kepala sekolah yang baru dibuka. Senja yang berada di pelukan Mia ikutan mengintip.
“Greg ! Syukurlah kamu datang kemari. Mereka kembali memukul Ferdi.”
Dengan gaya ratu drama Juwita beranjak dari kursi hendak menghampiri Greg namun pria itu sudah lebih dulu berjalan ke arah lain menghampiri Pak Rachmat.
“Maaf saya mengganggu. Perkenalkan saya Gregorius Halim dan saya adalah ayah kandung dari Langit dan Senja.”
“Greg !” pekik Juwita dengan mata membola.
Bukan hanya wanita itu yang dibuat kaget, semua yang ada di ruangan itu sama terkejutnya apalagi Mia yang tidak menyangka Greg akan membuat pernyataan seperti itu.
Pak Rachmat yang segera sadar dari rasa terkejutnya langsung bangun dan menyalami tangan Greg yang sudah terulur.
“Rachmat. Saya kepala sekolah di sini.”
“Senang berkenalan dengan Pak Rachmat.”
Senja pun melepaskan pelukan Mia dan menatap Greg yang berdiri di dekatnya.
“Kenapa kamu sampai harus melakukan kebohongan gila ini Greg ?” protes Juwita yang masih berdiri di dekat kursi.
Greg tidak menjawab, ia malah mengulurkan tangan dan membawa Senja ke dalam gendongannya. Ia pun mengeluarkan saputangan dari saku celananya dan menghapus air mata yang membasahi wajah putri kecilnya.
“Jangan menangis lagi, mulai sekarang tidak akan ada yang boleh mengejekmu anak ha**ram karena Senja punya papi.”
“Greg !” Juwita kembali memekik.
“Saya bisa menunjukkan bukti hukum kalau pihak sekolah membutuhkannya. Mia adalah istri sah saya dan tentu saja mereka berdua adalah buah hati kami.”
“Tidak perlu sampai sejauh itu Pak Greg. Kami percaya, sangat percaya.”
Wajah Pak Rachmat yang tersenyum kelihatan lega. Masalah ejekan dan gosip yang beredar di sekolah terbukti tidak benar dan nama pria di hadapannya sesuai dengan tulisan di akta kelahiran Langit dan Senja yang dimiliki sekolah.
Greg tersenyum sambil mengangguk.
”Soal pemukulan yang dilakukan Langit, saya sangat setuju dengan keputusan Pak Rachmat untuk memeriksa CCTV. Saya tidak keberatan Langit menerima hukuman kalau memang terbukti anak saya yang lebih dulu memukul anak Ibu Juwita dan tentu saja hal itu berlaku sama jika terbukti Ferdi yang lebih dulu mendorong dan mengejek Senja.”
Wajah Juwita yang aslinya ketus dan sombong itu terlihat sangat kesal. Ia menatap Mia dengan perasaan tidak suka.
“Apa bisa kami melihatnya sekarang ?” tanya Greg.
Raut wajah Ferdi langsung berubah, ia memegang lengan Juwita dan langsung menggelengkan kepala saat mamanya menoleh.
“Kali ini saya akan memaafkan perbuatan anak-anak nakal itu. Saya duluan, putra saya perlu dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan.”
Juwita langsung memberi isyarat supaya Ferdi bangun dan ikut keluar bersamanya.
“Kami akan mengganti semua biayanya, Bu Juwita,” ujar Greg sambil tersenyum.
Juwita mendengus kesal sambil menarik tangan Ferdi keluar tanpa berpamitan lagi.
***
“Kenapa kamu lancang bicara seperti tadi ?“
“Karena sudah sepantasnya seorang ayah melindungi anak-anaknya.”
“Ayah ? Darimana kamu berpikir kalau mereka anak-anakmu ? Mereka bukan anak-anakmu !” pekik Mia.
Greg tidak menghindar saat Mia mendorong tubuhnya meski tidak sampai membuatnya terhuyung.
Tatapan mata wanita yang pernah menjadi istrinya ini sudah berbeda. Tidak ada lagi kehangatan cinta di sana, yang tersisa rasa marah, benci, kecewa dan sakit hati.
“Sejujurnya aku belum bisa menerima kenyataan kalau aku punya anak kembar dan sudah sebesar mereka.”
“Lalu kenapa kamu berani bilang di depan orang lain kalau kamu adalah papi mereka ? Kenapa tiba-tiba kamu berpikir punya anak ? Tidak ada yang menyuruhmu mengakui anakku sebagai anakmu !”
Greg terdiam, menghela nafas dan menatap ke arah lain. Hatinya belum siap menghadapi Mia yang berbeda.
“Aku tidak pernah mengejarmu lagi, tidak berniat mengganggu hidupmu apalagi memaksamu mengakui mereka sebagai anak-anakmu tapi kenapa kamu tidak berhenti menghantui hidupku ? Kenapa kamu selalu membuat hidupku tidak tenang ? Kenapa kamu tidak berhenti mengacaukan hidupku selama 7 tahun ini ?”
“Mungkin karena hatimu belum bisa berhenti mencintaiku,” sahut Greg dengan wajah datar.
“Pria brengsek ! Narsis ! Pembunuh !”
Mia kembali memaki Greg sambil memukuli dada bidang pria itu.
“Apa maksudmu dengan mengatakan aku pembunuh ?” tanya Greg sambil memegangi kedua tangan Mia. Dahinya langsung berkerut.
Mia menghempaskan kedua tangan Greg dengan kasar.
“Jangan pernah mengganggu hidup kami lagi. Aku tidak ingin hidup seperti pelarian. Anak-anak butuh tempat yang tenang dan nyaman untuk bisa bertumbuh.”
“Aku setuju dengan pendapatmu jadi dimana masalahnya ?”
“Tanyakan pada orang-orang suruhanmu ! Tidak cukup kamu merampas hasil kerja keras papi, dendammu tega menghabisi nyawa orangtuaku. Aku benci padamu ! Jangan berharap kamu bisa mengambil anak-anakku.”
“Tunggu !”
Greg menahan lengan Mia dan tidak membiarkan wanita itu terlepas.
“Lepaskan aku !”
“Apa maksudmu dengan orang-orang suruhanku ? Aku bahkan tidak tahu dan tidak peduli dengan hidupmu sampai kemarin. Dan aku bukan pembunuh !”
“Maling teriak maling !” sinis Mia sambil terus meronta supaya lepas dari cengkraman Greg.
Greg menghela nafas dan merenggangkan pegangannya tapi tidak membiarkan Mia terlepas.
“Akal sehatku memang belum bisa menerima kenyataan soal Langit dan Senja tapi hati kecil ini selalu membawaku ingin dekat dengan mereka. Mungkin ini alasan kenapa aku mulai sering sakit kepala 2 tahun belakangan karena mereka semakin dekat padaku.”
“Jangan menelan ludahmu sendiri ! Bukankah sejak dulu kamu bilang sampai kapanpun tidak akan percaya dengan drama kehamilanku ?”
“Jadi benar Langit dan Senja darah dagingku ?” tanya Greg sambil tersenyum smirk.
Senja menghentakkan tangannya dan sengaja dilepaskan oleh Greg.
“Aku tidak bilang begitu !”
Greg membiarkan Mia pergi meninggalkannya dan tanpa sadar kedua sudut bibirnya menyunggingkan senyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
nining
tambah seru nih...lanjut kak reret
2024-02-29
1
Putri Chaniago
berjuanglah sekeras mungkin Greg utk mendapatkan maaf n hati Mia kembali, semoga Senja n Langit ikut membencimu
2024-02-29
3