Di bab ini ada hal yang mengandung kekerasan. Harap bijak dalam membaca.
🥊🥊🥊
Teren yang ingin menyampaikan pesan dari Oliver kepada Aron menjadi urung saat Aron berdecak dengan nada kesal. Ia yakin betul bahwa Aron sudah tahu apa keinginan Oliver.
" Apakah kau segitunya setia terhadap pria bangsat itu! Tck, aku sungguh sudah muak dengan ini semua. Jika hanya untuk membunuh mereka, tentu itu hal yang mudah. Tapi saat ini aku sedang tidak mau melakukannya. Nah, mau apa dia sekarang?"
Melihat Aron yang tidak bergerak, Oliver tahu bahwa anak itu tidak menggubrisnya sama sekali. Rahang Oliver mengeras dan tangannya mengepal erat. Ingin sekali ia melepaskan timah panah yang ada di atas mejanya saat ini ke arah Aron, namun jelas ia tidak bisa melakukannya. Hingga detik ini Aron adalah aset yang sangat berharga baginya. Ratusan ribu bahkan jutaan euro sudah berhasil ia dapatkan melalui pemuda itu.
" Cih, berlagak. Baiklah jika itu yang kamu mau." Oliver menyeringai, dia mengambil sesuatu dari kantong jas nya. Dan Aron paham betul apa itu.
" Bajingan!"
Aron langsung bergegas menuju ke tengah arena pertarungan yang tadinya enggan ia lakukan. Sebelum Oliver menekan remote pengendali kalung, ia lebih dulu bergerak. Sakit yang dirasakan tidak seberapa, tapi Aron sungguh sudah sangat muak ketika kalung itru digunakan untuk mengancam dirinya.
Sekali lagi dia bukan anjing yang harus selalu patuh oleh majikannya. Dia adalah manusia yang memiliki keinginan dan kemauan yang tidak harus dikendalikan oleh orang lain.
" Bedebah kau Oliveeeer!!!!"
Bugh! Bugh!
Gedebuk! Sraaaak!
Arggh!
Argh!
Tinjuan, pukulan, dan tendangan Aron tujukan kepada semua lawannya yang berjumlah 5 orang. Over power kah Aron? Entahlah, tapi yang jelas Aron merasa dirinya lebih ringan dan bebas menggerakkan semua tubuhnya untuk melawan para musuhnya.
Sebelumnya dia juga mudah menghancurkan lawan, tapi kali ini rasanya berbeda. Ia merasa senang saat tubuhnya berhasil mengenai tubuh lawan.
" Woaah aku belum pernah merasa sangat bebas selam lebih dari belasan tahun berada di arena. Baru kali ini bertarung sungguh menyenangkan!" teriak Aron senang. Senyum kebahagiaan yang ia perlihatkan membuat para lawannya gemetar ketakutan dan memilih mundur.
" Menakutkan, aura orang itu sungguh menakutkan. Tawanya seperti seroang demon yang hendak memakan manusia."
Salah satu peserta langsung mengangkat tangan sebagai tanda bahwa ia sudah kalah dan menyerah. Dan ternyata hal itu disusul oleh yang lainnya.
" Huuuuuu!"
Semua penonton bersorak kecewa. Pertarungan ini seakan tidak menyenangkan karena lawan menyerah dengan cepat. Mereka memang menginginkan Aron menang, tapi bukan lawan yang menyerah. Mereka ingin para lawan itu babak belur sehingga sudah tidak mampu lagi untuk bangkit. Itu lah yang diinginkan mereka.
" Ternyata begini menyenangkan karena selesai leboh cepat. Heh, bagaimana bangsat. Apa kau menyukainya hmmm?"
Aron melirik ke arah dimana Oliver berada. Kata 'bangsat' yang ia tujukan kepada pria itu ia ucapkan dengan sangat jelas melalui gerakan bibir, jadi meskipun Oliver berada di tempat yang jauh, ia tetap bisa mendengarnya.
" Lagi! lagi! Lagi!"
Penonton semakin ricuh saat Aron pergi meninggalkan arena. Mereka jelas tidak terima pertarungan ini berakhir dengan sangat cepat. Mereka sudah menunggu sebulan dan juga membayar dengan harga mahal untuk hari ini. Maka dari itu, para penonton itu tidak mau kembali lebih awal dengan membawa kekecewaan.
" Dasar anak tidak tahu diri. Sekarang dia berani melawanku. Apakah rehat satu bulan membuat dirinya begitu sangat berani kepada ku sekarang?"
Oliver sangat marah, bahkan ia sampai menggertakkan gigi-giginya karena saking marahnya.
Teren hanya tertunduk diam, jika biasanya dia ikut berargumen tapi kali ini tidak. Sebenarnya Teren juga sangat terkejut dengan perubahan yang terjadi pada diri pemuda itu. Dia belum pernah merasakan mata yang menatap dengan sangat tajam dari Aron. Bahkan Teren merasa merinding ketika Aron menatapnya dan berbicara dengan dingin.
" Sekarang redakan amarah mereka dulu Teren. Berikan service yang terbaik. Sediakan makanan, minuman dan juga wanita kepada mereka. Jangan sampai kira merugi. Aku akan mengurus anak itu sendiri."
" Baik Tuan Oliver, sesuai perintah Anda."
Teren langsung melakukan perintah Oliver. Ia mengarahkan para penonton untuk kembali ke kamar dan istirahat. Sebelumnya ia sudah menawarkan untuk pertandingan selanjutnya, tapi mereka tidak mau. Hari ini mereka hanya menginginkan Aron dan bukan yang lainnya.
Sedangkan Oliver, dengan dada yang bergemuruh karena masih sangat marah, ia menuju ke tempat Aron berada. Di tangan Oliver sudah ada sebuah cambuk yang memang biasa ia gunakan untuk menghukum Aron.
Klang!
Syuuut
Sleeept! Sleeept
Oliver membuka pintu jeruji besi itu dengan begitu keras sehingga suaranya bergema ke seluruh ruangan. Bukan hanya itu, tanpa basa-basi Oliver langsung menyabetkan cambuk yang ia bawah ke tubuh Aron. Jika biasanya Aron akan meringis dan merintih dengan suara tertekan, tapi kali ini tidak. Dia malah tersenyum tipis ke arah Oliver.
" Bedebah kau! Sekarang kau sungguh berani melawanku ya. Kau bahkan tidak menunjukkan ekspresi kesakitan seperti bias. Baiklah jika itu yang kamu inginkan!" pekik Oliver sambil terus menyabet tubuh Aron.
Lagi-lagi Aron hanya tersenyum simpul, dimana hal tersebut membuat Oliver semakin membabi buta menyiksa Aron.
" Bagaimana, apakah kamu suah lelah Tuan Oliver yang terhormat. Tck tck tck, seharusnya kau sekali-kali ikut turun ke arena agar bisa merasakan energi dan semangat yang membara sehingga tidak mudah lelah," cibir Aron. Ia menaikkan satu sudut bibirnya sebagai tanda bahwa ia meremehkan Oliver. Padahal saat ini tubuh Aron penuh dengan darah dan luka hasil cambukan dari Oliver.
" Hosh ... hosh .. hosh, dasar bajingan tengik. Baiklah kali ini aku akan melepaskan mu, tapi tidak untuk lain kali. Aku tidak peduli dengan luka itu, dan bersiaplah. Besok malam kau harus menunjukkan penampilan terbaikmu. Jika kau mati di sana, maka itu akan lebih baik karena itu lah yang diharapkan mereka yang melihat mu."
Oliver melempar cambuk itu kepada salah satu orangnya. Ia benar-benar meninggalkan Aron dengan tubuh penuh luka. Dia juga memerintahkan kepada anak buahnya agar Aron tidak diobati dan juga tidak diberi makan.
" Terserah apa yang akan kau lakukan, bahkan jika aku mati besok pun aku tidak keberatan. Hanya saja, aku sekarang penasaran dengan ucapan wanita itu yang ingin membawa ku keluar. Di sini dan di luar, apakah ada bedanya? Apakah ada yang akan menerimaku jika aku keluar dari sini? Kita lihat saja besok, apakah aku mati atau masih bisa hidup? Shhh, ternyata sakit juga."
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
masih flashback yah,,,
2024-03-03
0
Kholis Majid
pas nyambuk pegang cambuk balik
2024-03-02
0
GiZaNy
yaiyalah sakit.. lha wong dicambukin kok ya gak sakit... aneh situ mah.. 🤣🤣
2024-03-02
0