Klang! Klang!
" Cepat lakukan tugas Anda dann kembali ke kamar Anda."
" Baik!"
Grethe masuk ke dalam ruangan yang lebih seperti penjara. Grethe berjalan mendekat ke arah Aron. Ia melihat pria itu tidur dengan tenang. Grethe lalu memeriksa beberapa luka yang ada di tubuh Aron.
" Maaf Tuan, bisakah Anda memiringkan tubuh Anda?" gumam Grethe lirih. Dia tidak ingin pria yang sedang tertidur pulas itu terbangun. Maka dari itu Grethe dengan perlahan memiringkan tubuh Aron.
" Uuughhh, tubuhnya begitu berat," keluh Grethe. Dia sedikit kesusahan saat mendorong tubuh Aron agar bisa sesuai dengan posisi yang dia inginkan.
" Fyuuuuh, akhirnya bisa. Nah mari kita periksa. Luka ini seharusnya harus diolesi diobati lagi dan sering diganti perbannya. Tapi kondisi ruangan ini begitu lembab membuat lukanya tidak kunjung mengering. Ini ... kok bisa? Bukannya tadi?"
Grethe tercengang melihat salah satu luka yang baru saja ia buka perbannya. Bahkan wanita itu sampai berdiri dari duduknya karena saking terkejutnya. Alhasil kotak obat yang ia bawa terjatuh sehingga membuat Aron membuka matanya.
" Apa yang sedang kau lakukan di sini!" tanya Aron dengan tatapan tidak suka atas kehadiran Grethe.
" Ma-maf Tuan, saya kemari untuk memeriksa luka Anda tapi. Luka Anda sudah sembuh. Ya benar, luka Anda sudah sembuh meski ada bekasnya tapi luka itu benar-benar sudah sembuh."
Aron tentu tidak percaya dengan ucapan wanita yang baru dua kali ditemuinya itu. Bagaimana mungkin lukanya bisa sembuh hanya karena diobati oleh wanita itu. Aron lalu melihat ke arah tubuhnya. Dia mencoba melihat ke bagian punggung, karena di sana luka nya lumayan parah.
" Ini, Tuan bisa melihatnya melalui kaca. Kebetulan saya menyimpan kaca di kotak obat."
Grethe mengangkat kaca yang ia pegang tepat di depan punggung Aron, dari kaca itu Aron bisa melihat bahwa lukanya sungguh sudah sembuh. Ia tentu terkejut. Lagi-lagi pertanyaan mengenai bagaimana bisa luka itu sembuh terus masuk ke kepalanya.
Aron lalu memeriksa luka yang lain, dan benar saja luka itu sembuh. Bahkan luka yang tidak parah, bekasnya juga menghilang.
" Apa yang Anda lakukan Tuan, bagaimana luka Anda bisa sem~"
" Diam, rahasiakan ini dari semua orang. Ini rahasia kau dan aku. Aku tetap ingin kau datang sesuai jadwal mu merawat ku. Apa kau mengerti. Sekarang berikan perban di punggung, dan yang lain cukup dengan kapas beserta plaster."
" Baik, saya akan mengikuti kemauan Anda."
Grethe melakukan apa yang diinginkan oleh Aron, dia melakukannya dengan diam. Tapi dalam lubuk hatinya rasa penasaran itu masih ada malah semakin menjadi. Belum pernah ia melihat kejadian seperti itu. Sembuh dalam waktu semalam, itu benar-benar sebuah keajaiban. Meskipun Grethe juga tidak pernah sekalipun percaya dengan adanya keajaiban.
" Sudah selesai Tuan, saya akan keluar."
" Ya, terimkasih."
Tep! Tep! Tep!
Klang!
Bluk!
Setelah Grethe pergi, Aron langsung menjatuhkan tubuhnya diatas kasur. Ia memikirkan mengenai lukanya yang sudah sembuh itu, dan memang benar, ia sama sekali tidak merasakan sakit.
Aron mengusap wajahnya kasar, semua itu tidak mungkin terjadi. Tapi, bukti nyata sudah ia lihat. Akal dan logika Aron stuck, ia tidak lagi bisa memikirkan sebab dari fenomena sembuhnya luka yang begitu singkat itu.
" Luka ini biasanya akan bertahan hingga 1 bulan, semua itu karena Oliver tidak pernah benar-benar menyembuhkan aku saat terluka. Jadi, mari tidak usah melakukan apapun paling tidak selama 3 minggu. Tapi tunggu, apakah karena cahaya itu? Cahaya yang menimpaku saat selesai bertarung? Tapi itu kan hanya mimpi. Aah sudahlah, aku akan menikmati waktu 'libur' ku dengan baik."
Meskipun Aron masih tidak mengerti dengan tubuhnya, tapi dia tidak mau ambil pusing untuk memikirkannya. Aron hanya beranggapan bahwa itu adalah berkah dari Tuhan, walau dia tidak yakin apakah Tuhan sungguh ada untuk dirinya. Kehidupan yang keras, dan seakan-akan bukan miliknya itu menjadikan Aron orang yang tidak percaya akan kasih Tuha.
" Jika benar Tuhan mengasihi hambanya, lalu mengapa aku harus selalu menjadi seperti ini." Itu adalah ungkapan Aron dikala dirinya merasa putus asa dalam hidup.
Dulu ia sangat berterimakasih terhadap Oliver yang memungut dirinya. Memutuskan ikut bersama pria itu membuat dirinya tidak lagi hidup menggelandang. Makan dan tempat tinggal akhirnya ia dapatkan. Aron juga berusaha keras memperlihatkan nilai dirinya agar tidak dibuang.
Naif, mungkin itulah Aron. Namun apa yang dipikirkan bocah berusia 10 tahun dulu yang tidak memiliki apapun, pasti ingin menunjukkan bahwa dirinya berguna. Hingga ia sadar, bahwa hidupnya tidak lagi menjadi miliknya.
🥊🥊🥊
Hari terus bergulir, dari minggu menjadi bulan. ya, tepat satu bulan Aron tidak meninggalkan tempatnya dan Grethe terus datang untuk 'memeriksa' sesuai apa yang Aron inginkan.
Aron pikir Grethe akan membocorkan rahasia itu, tapi ternyata tidak. Bahkan sekarang Aron dan Grethe terlihat leboh akrab. Aron merasa tidak kesepian dan baginya menyenangkan bicara dengan Grethe.
" Aron, apa kamu tidak punya keinginan untuk keluar dari sini?"
Deg!
Mata Aron langsung menatap wajah Grethe. Ia tentu terkejut dengan ucapan wanita itu. Selama ini belum pernah ada yang menanyakan hal itu kepadanya. Bahkan jika boleh dibilang, selama ini tidak ada yang pernah menanyakan apa yang ia inginkan.
" Huuuft, entahlah. Dunia luar seperti apa, aku sama sekali tidak tahu. Dan keluar dari sini, sama sekali belum pernah terpikirkan oleh ku." Aron menunduk lesu. Grethe bisa melihat betapa malangnya pria yang ada di depannya. mungkin benar, Aron adalah orang terkuat di arena pertarungan itu, tapi dia benar-benar hanya sebagai alat yang bahkan tidak memiliki emosi.
" Jika aku bisa membawamu keluar, apakah kamu mau pergi bersamaku?"
" Apa? Kamu bisa membawa ku keluar Gret? Jangan bercanda, keluar dari sini tidaklah semudah yang kamu bayangkan. Dan kamu lihat apa yang ada di leherku ini? Ini adalah alat yang Oliver gunakan untuk menahan ku."
Aron memang sudah tahu nama asli Grethe, wanita itu mengaku sendiri bahwa Eloisa adalah nama samarannya. Sesaat wanita itu terdiam, selama ini dia hanya membatin saja mengenai kalung yang dipakai oleh Aron. Dia tidak tahu bahwa Oliver memakaikan alat sepeti itu pada Aron.
" Apakah itu semacam pengendali? Dasar pria brengsek."
Klang! Klang! Klang!
" Nona Eloisa, waktunya keluar. Tuan Oliver meminta Anda untuk menghadap beliau."
Grethe bangkit dari duduknya. Ia mengambil kotak obatnya dan berjalan menjauh meninggalkan Aron. Di belang Aron hanya bisa menatap punggung Grethe yang semakin menjauh. Kata-kata Grethe soal keluar dari tempat itu kini menggema di kepalanya.
" Apakah aku bisa keluar dari sini?"
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
oh seperti itu makanya mereka bisa jadi lebih akrab hubungannya,,,
2024-03-03
0
Kholis Majid
dimana ada kemauan disitu ada jaln
2024-02-28
0