"Haha! luar biasa! Putriku memanglah jenius!" pekik Vincent setelah menonton video rekaman tentang Lea yang menjawab pertanyaan Cindy.
Cindy menatap mereka ragu "Tapi, kak. Bukankah ini sangatlah aneh?".
Claudia mengedikan bahunya "Itu tidak masalah bagiku, yang terpenting adalah putriku sangat jenius! Benar begitu Vin?" Claudia menatap Vincent meminta jawaban.
"Tentu saja!".
Cindy hanya menghela nafas kasarnya. Dirinya tak pernah menyangka jika keponakannya sepintar dan sejenius itu! Kenyataannya darah Draper mengalir ditubuh ponakannya.
"Mommy!" teriak anak itu berlari mendekati mereka.
"Jangan lari, sayang! Nanti jatuh!" cegah Claudia.
Anak itu tak mendengarkan, dia terus berlari dan langsung naik ke atas pangkuan Claudia.
"Ba-baby...huh..." ucapnya ngos-ngosan. Bibirnya sedikit membiru.
Vincent yang duduk disebelah Claudia pun mengelus punggung putrinya "Atur nafasnya, sayang. Setelah itu bicaralah".
Mereka menunggu Lea untuk merilekskan pernafasannya. Harap maklumi saja, tubuhnya yang mungil ini memiliki daya tahan tubuh yang lemah. Tak lupa dengan penyakit jantung yang dia derita.
Setelah dirasa normal, Lea menatap Mommy-nya "Baby, mau milt. Baby aus".
Claudia terkekeh, dia lalu menggendong anaknya dan membawanya pergi ke dalam kamar.
Tinggallah Vincent dan Cindy. Cukup lama keduanya terdiam, hingga Vincent mengeluarkan suara.
"Kau tidak berniat untuk menikah, Cindy?" tanyanya. Dia ingin sekali melihat adiknya menikah dan bersanding dengan lelaki yang tepat. Namun, untuk menjalin hubungan sebatas kekasih tidak pernah Cindy lakukan.
Cindy mengalihkan perhatiannya dari ponselnya ke arah kakaknya "Tidak Kak. Untuk apa? Aku bisa melakukan semuanya sendiri".
Vincent menghela nafas kasar "Tapi, Cindy. Ka-...".
"Jangan memaksaku, Kak! Sekali tidak, maka artinya adalah tidak! Biarkan aku menjalani kehidupanku sendiri. Kakak fokus saja dengan keluarga kakak!" potong Cindy dengan cepat. Jujur saja dia paling tidak suka jika ada orang yang memaksanya atau memintanya untuk melakukan sesuatu yang belum tentu Cindy suka. Termasuk hal ini.
"Kau ingin menjadi perawan tua, hah?! Tidak kasihan melihat Papa dan mama?" ucap Vincent sedikit membentak.
Cindy tentu tersentak kaget, dia menatap kakaknya dengan tatapan tak percaya. Baru kali ini kakaknya berani membentak dan meninggikan suara kepadanya.
"Kak? Kau membentak ku? Hanya karena ini?" tanya Cindy tak percaya.
"Cindy, sekali lagi kakak tekankan. Pikirkan papa dan mama! Sampai kapan kau akan seperti ini?! Mama selalu bertanya kepada kakak kapan kau akan menikah?!".
Sontak Cindy berdiri dari duduknya "Kak! Aku tidak suka dikekang! Sudah aku katakan, biarkan aku menjalani kehidupanku sendiri! Aku menikah ataupun tidak itu adalah urusanku!".
Vincent yang ikut emosi juga ikut berdiri. Tatapannya nyalang ke arah Cindy "Pikirkan papa dan mama, Cindy! Jangan memikirkan dirimu sendiri! Jangan egois kamu!".
"Sekali aku katakan tidak, maka artinya tidak!".
"CINDY!".
"APA?! KAKAK TIDAK SUKA HAH?! SUDAH CUKUP! CUKUP! KALIAN TIDAK PERNAH MENGERTI AKAN PERASAAN KU! AKU SUDAH MELAKUKAN SEMUA YANG PAPA DAN MAMA MINTA! AKU RELA MENGUBUR IMPIANKU UNTUK MENJADI DOKTER DEMI PERMINTAAN PAPA AGAR AKU MENERUSKAN PERUSAHAANNYA! APA ITU BELUM CUKUP?!".
Memang benar adanya jika dulu Cindy sangat menginginkan untuk menjadi seorang dokter. Tapi apa mau dikata? Baru satu bulan menempuh sekolah kedokteran, Papa dan mamanya justru menentangnya dengan keras. Dirinya mau tidak mau harus meneruskan perusahaan milik papanya itu dan mengubur impiannya.
Vincent diam membeku. Tak tahu harus mengatakan apa. Intinya dirinya tak menyangka jika ternyata orang tua merekalah yang salah dalam hal ini. Dia baru tahu jika Cindy harus merelakan impiannya demi mengurus perusahaan.
Cindy yang puas mengeluarkan semua yang dia pendam pun terduduk menangis "Hiks...sekarang kakak puas? Hiks...".
"Tinggalkan perusahaan itu, biarkan kakak yang mengurusnya. Kau kembalilah ke impianmu, kembalilah untuk sekolah kedokteran. Kejar mimpimu. Masalah papa dan mama, serahkan padaku" ujar Vincent tenang. Dia tidak ingin melihat adiknya terluka seperti ini. Nyatanya adiknya selalu tertekan.
Cindy langsung mengangkat kepalanya, menatap kakaknya dengan sendu. Dia berdiri lalu berlari memeluk kakaknya itu.
"Terimakasih, Kak. Terimakasih. Maaf jika aku meninggikan suaraku didepanmu tadi".
Vincent membalas pelukannya dan mengelus kepala Cindy "Kejar mimpimu. Kakak ingin melihat kau mendapatkan gelar kedokteran".
Cindy melepaskan pelukan itu, lalu menghapus air matanya "Aku akan menjadi dokter anak, kak. Agar aku dapat menyembuhkan Lea, aku ingin dia sehat seperti anak-anak yang lain".
"Lea tidak akan kembali sesehat yang kamu pikirkan, Cindy" Vincent tersenyum getir.
"Maksud kakak?".
"Walaupun dia menjalankan operasi itu, nyatanya dia tidak akan sesehat anak-anak lain. Walaupun jantungnya sehat, tapi tidak menutup kemungkinan untuk sehat seperti yang kau pikirkan".
Vincent lalu duduk, pandangannya kosong ke arah depan "Anakku tidak akan pernah bebas untuk melakukan apapun yang dia inginkan sampai dia dewasa. Kau tahu sendiri jika Claudia sudah tidak akan pernah bisa untuk mengandung kembali. Tapi walaupun begitu, kakak juga tidak memperdulikan hal itu. Kakak hanya menginginkan anak kakak sehat".
"Claudia pernah mengatakan jika ingin melakukan adopsi. Dan tentu saja kakak menentangnya dengan keras. Kakak tidak akan pernah mau untuk melakukan hal itu. Adanya Lea sudah cukup bagi kakak dan kita semua".
Vincent menatap Cindy dengan dalam "Maka dari itulah, kakak rela melakukan segalanya demi istri dan anak kakak".
Cindy diam membeku [Jadi, Lea ku tidak akan pernah bisa untuk sehat seperti anak-anak lainnya?] batinnya.
"Aku tidak akan melakukan hal itu lagi, Vin" ujar Claudia. Dia jelas mendengar semuanya. Dan merasa bersalah akan apa yang dia ucapkan pada Tempo hari. Dimana dia akan melakukan adopsi anak.
Dia lalu duduk di samping suaminya dengan kepala yang bersandar di bahu sang suami.
"Aku tidak sanggup melihat putriku harus tersiksa dengan penyakitnya. Aku ingin dia sembuh! Sehat! Dan bisa melakukan aktivitas apapun. Tapi, nyatanya semuanya hanya terkubur dalam-dalam" lirih Claudia.
Cindy menelan salivanya ketika melihat Lea berdiri tak jauh dari mereka "K-kak".
Vincent dan Claudia mengikuti arah pandang Cindy. Sontak keduanya terkejut, sejak kapan anak itu berada disitu?.
"Sayang, bukankah baby tidur?" tanya Claudia berusaha merilekskan pikirannya.
Nampak Lea hanya terdiam. Jadi dirinya ini anak penyakitan? Lemah dan tak bisa melakukan apapun?.
Lea menggeleng sambil melangkah mundur "Jadi, baby anat penatitan? Apa baby hana menutahtan talian?".
Claudia dengan cepat berdiri dan berjalan mendekati putrinya itu "Tidak, sayang. Baby bukanlah anak penyakitan".
"Janan detat-detat!" cegahnya yang langsung membuat Claudia terhenti ditempatnya berdiri.
[Buset! Gue kira ni anak hanya punya sakit jantung doang. Eh ternyata daya tahan tubuhnya juga lemah? Ini kenapa gue malah masuk ke dalam tubuh bocah yang penyakitan gini sih?] batinnya.
Lea langsung berlari ke arah lift untuk pergi ke kamarnya dan menghiraukan teriakan tiga orang dewasa itu.
To be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Andry Lenny
jgn menyerah y baby Lea... /Determined//Determined/
2024-07-06
0
Erna Ladi Yanti
😭😭😭😭😭😭😭
2024-05-02
1