Perbedaan

Pagi-pagi sekali Bella membangunkan Emil, yang masih betah di bawah selimut, "Bangun koh, ayok kita ke gereja," dia menggoyangkan badan lelaki itu.

"Aku udah tadi subuh," sahut Emil dengan mata tertutup.

Bella mengernyit, "Subuh apaan sih koh, kan ibadahnya baru mulai jam tujuh," saat pertama datang ke apartemen ini, Bella sempat bertanya pada sekuriti.

Lelaki berkaus putih itu, tak menanggapi, malah terdengar dengkuran halus, Bella ingat, seusai makan malam, Emil mengatakan ada beberapa operasi dadakan kemarin, belum lagi dirinya harus mengemudi ke daerah Jakarta selatan, demi menemui anak-anaknya, mungkin lelaki itu masih lelah.

Akhirnya, Bella pergi ke gereja sendiri dengan mengenakan kemeja putih dan rok dibawah lutut, dia menggerai rambut panjangnya, tak lupa memasukan kitab tebal berwarna hitam ke dalam Tote bag berwarna cokelat muda miliknya.

***

Pulang dari gereja, Bella sempat membelikan sarapan, walau bisa dikatakan cukup terlambat, mengingat waktu sudah setengah sepuluh.

Dia mendapati Emil masih bergelung di bawah selimut, lelaki itu tidur meringkuk membelakangi pintu, punggung lebar itu membuatnya tersenyum kecil.

Usai membersihkan diri dan mengganti bajunya dengan kaus over size dan celana pendek, Bella membangunkan lelaki berkaus putih itu.

"Apa sih sayang, aku masih ngantuk," gumam Emil dengan mata terpejam.

Wajah Bella memerah mendengar gumaman yang keluar dari mulut kekasihnya. "Sarapan yuk, aku udah beliin buat kamu."

Tapi Emil masih betah memejamkan matanya, Bella menaiki sisi ranjang yang lain, dan mulai menciumi pipi si pemilik alis tebal.

Tangan Emil meraih kepala wanita yang sedari tadi menciuminya, dia mengelusnya, "Sayang jangan godain aku, nanti kamu aku makan duluan, mau?"

"Aku udah beliin kamu makanan, ayo bangun dong, jangan tidur terus,"

Emil mulai membuka matanya, menatap pemilik mata cokelat bulat dihadapannya, "Apa kamu sudah mengoleskan salep yang aku kasih?" Tanyanya tiba-tiba.

Semalam usai makan bersama, Emil memberikan salep, untuk mengobati bagian inti Bella yang lecet, juga pil kontrasepsi darurat, karena kemarin dia tak menggunakan pengaman sama sekali, meskipun ejakulas* dilakukannya di luar.

Bella mengangguk, "Udah nggak sakit, ampuh juga salep dari kamu, aku bahkan bisa jalan ke gereja," jawabnya.

Emil bangkit, setelah sebelumnya mengecup kening dan mengelus kepala Bella lembut, "Aku bersih-bersih dulu,"

Beberapa saat kemudian, Bella sudah menyajikan makanan yang dibelinya, "Kamu duluan aja Bel, aku mau ngecek ponsel dulu, bentar kok," Emil melangkah ke pintu balkon, untuk mengambil handuk, guna mengeringkan wajah dan rambut hitamnya.

Dia juga mencabut ponselnya yang di charge sedari subuh, ada beberapa pesan dari group rumah sakit, dan dokter kandungan, juga kelas anak-anaknya, lalu yang terakhir pesan dari Andre, tentang kiriman email hasil laporan mingguan.

"Apa ada yang penting?" tanya Bella, begitu Emil duduk dihadapannya.

"Ada, tapi masih bisa ditunda, bukan sesuatu yang darurat," sahut lelaki itu, dia diam sejenak lalu mulai memasukan makanan ke mulutnya.

"Ih Koko, bukannya berdoa dulu, aku nungguin kamu padahal, sini tangannya," Bella mencebik kesal, lalu meraih tangan besar lelaki di hadapannya.

Emil menggeleng, sepertinya Bella benar-benar lupa, siapa yang menjadi saksi pernikahan Hasya dan Olsen, mungkin setelah makan dia harus menjelaskan, supaya wanita itu paham, jika mereka kini berbeda.

Dia menatap Bella yang menunduk sambil memejamkan matanya, terlihat fokus dalam berdoa, dia jadi ingat mendiang maminya dulu.

"Baru deh kita mulai makan," cetus wanita itu, mulai menyantap makanannya.

"Aku tanya boleh?"

"Makan dulu koh, nanti kalau sudah selesai kita baru ngobrol,"

Padahal di agama yang dianut oleh Emil saat ini, sesekali bicara saat makan, justru dianjurkan.

***

Emil mulai mengecek laporan yang masuk melalui email-nya, tak ada masalah apapun, dia juga ikut berkomentar di group rumah sakit tempatnya bekerja.

"Aku beli puding tadi, aku suapi ya!" Tawar Bella mengeluarkan desert berwarna cokelat dengan saus vla berwarna putih.

Emil mengangguk, "Aku mau tanya, selain gara-gara Billy yang menusuk Olsen, apa alasan mami kamu, menentang hubungan kalian?"

Bella menyuapkan sesendok puding, ke dalam mulut lelaki pemilik mata sipit dihadapannya, "Perbedaan keyakinan sih, saat itu aku sedih banget koh, aku patah hati, mami jahat banget, sampai sempat mengurung aku di kamar,"

"Wajar sih Tante Kamila kayak gitu, hampir aja Olsen mati, lagian nekad banget, bukannya cari tau dulu."

"Itu karena dia cemburu, dan aku juga salah nggak jelasin ke dia."

"Lalu apa selama di Milan, kamu tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun?"

Bella menggeleng, "Ada yang suka, tapi aku memilih tak menanggapi, aku belum move on, dari kak Billy,"

"Kalau sama aku?" tanya Emil memastikan.

Bella mengambil tangan Emil yang bebas, lalu menaruhnya di dadanya, "Koko kan dokter, tau dong sekarang jantungku, debarannya lebih cepat, ini yang disebut jatuh cinta, bukan?"

Emil bisa merasakan detak jantung wanita yang mengenakan kaus over size itu, lebih cepat dari keadaan normalnya manusia, "Kamu jatuh cinta sama aku?"

Bella tersenyum dan mengangguk cepat, "Koko itu baik banget, gimana aku nggak jatuh cinta, udah gitu perhatian, biarpun pada awalnya ketus banget, tapi aku suka,"

"Bagaimana jika mami kamu menentang?"

Bella melambaikan tangannya, "Nggak mungkin, aku lihat, mami sayang banget sama Koko, bukannya mami sempat tinggal di rumah Koko, waktu kabur dari Daddy, mami cerita semua ke aku, tentang bagaimana Koko sebagai kepala keluarga dan ayah yang baik untuk anak-anak, bahkan keponakan aku lebih suka ikut Koko dibanding Abang Olsen,"

Emil terdiam, dia berfikir, Kamila memang menyayanginya dan menganggapnya sebagai anak sendiri, tapi untuk dijadikan menantu sepertinya tidak mungkin, mengingat perbedaan keyakinan antara dia dan Bella.

"Waktu akad nikahnya Olsen dan mbak Hasya, bukannya kamu ikut hadir?" Tanyanya.

Bella mengangguk, "Kita foto bersama loh, koko lupa, kita berdiri bersebelahan di belakang pengantin,"

Benar juga, tapi kenapa wanita ini tidak mengerti soal perbedaan di antara mereka, "Bella, apa kamu lupa siapa saksi dari pihak Olsen saat akad nikah berlangsung?"

Bella diam berfikir, dia bahkan menunda memasukan puding ke dalam mulutnya, terdiam hingga. "Aku Bel, yang jadi saksi pernikahan Abang kamu, dan itu artinya aku sama keyakinannya dengan mereka," Emil akhirnya angkat bicara.

Bella melebarkan matanya, dia bahkan menutup mulutnya tak percaya. "Aku menjadi mualaf ketika menikahi mendiang istriku secara siri empat belas tahun lalu, aku imam untuk anak-anakku ketika kami shalat di rumah, jadi kamu mengerti sekarang?" Emil menjelaskan.

Mata Bella berkaca-kaca, dia menatap lelaki sipit itu, dengan tatapan kecewa. "Maaf Bel, aku pikir kamu sudah mengerti, bukankah malam itu, berkali-kali aku bertanya, memastikan sebelum memulai hubungan ini, harusnya kamu berfikir dulu." Emil berusaha mengingatkan.

Air mata Bella mulai luruh, dia bangkit dan melangkah menuju sofa, di sana dia mulai menangis tersedu-sedu.

Emil yang melihatnya hanya bisa menghela napas, dia menghampiri wanita itu, dan memeluknya.

"Kenapa si koh, dua kali aku jatuh cinta, selalu begini? Aku pikir kita sama, Koko kan Cindo,"

Emil memilih tak berkomentar, dia hanya memeluk erat wanita itu, "Terus kita gimana ko? Aku udah terlanjur cinta sama Koko, baru beberapa hari, masa harus galau lagi, aku nggak mau," Bella mengatakannya sambil terisak.

"Kita pikirkan sambil jalan ya! Tapi apa kamu benar-benar mencintai aku?" Emil melepaskan pelukannya, dan meraih kedua sisi wajah Bella.

"Emang aku keliatan boong ya, bahkan aku udah kasih ke Koko, hal paling berharga,"

Emil mencium bibir yang masih bergetar akibat tangisan, dia menyesapnya, Bella membalasnya, lidah keduanya bertaut, mereka memejamkan matanya, menyalurkan rasa yang ada di hati masing-masing.

Emil melepaskan terlebih dahulu tautan itu, dahi mereka menempel, dia menatap mata cokelat bulat, yang kelopaknya memerah, "Aku sayang kamu Bella Shofia, aku berharap kita selalu bersama."

Terpopuler

Comments

❀ℕ𝕒𝕕𝕚𝕝𝕒 ℕ𝕚𝕤𝕒❀

❀ℕ𝕒𝕕𝕚𝕝𝕒 ℕ𝕚𝕤𝕒❀

kayaknya agak berat yaa konflik nya.. apalg mereka beda keyakinan

2024-10-18

0

Umie Irbie

Umie Irbie

waduuuuhhh,.problemnya keyakinan yaaaa thooooor,. blum pernah baca cerita begini,. pengen tau endingnya,. semangat othooooooor,.
berani memulai harus di akhiri thoooor,. jangan menyerah othoooor 😀

2024-02-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!