Agak sedih karena kurang rame, tapi nggak apa-apa, masih ada yang baca dan meninggalkan jejak, aku udah bersyukur.
Happy reading.
Istirahat makan siang Emil baru sempat menjemput Bella di hotel, gadis itu baru saja memulai makan siang, yang dipesannya, sehingga Emil ikut serta makan siang.
"Gue udah sewain apartemen buat Lo, nggak jauh dari sini, terus masalah koper, mungkin entar sore atau malam baru kita ambil," cetus Emil, usai dirinya mengunyah dan menelan pasta.
"Makasih banyak ya koh, andai nggak ada Koko, aku bingung mesti gimana," sahut Bella dengan senyuman lima jari.
"Tapi gue hanya bisa bantu sebatas sewain apartemen dan cariin kerja, soal kehidupan Lo selanjutnya, itu urusan Lo, jangan sampai mami dan Daddy Lo tau, kalau gue bantuin Lo, gue males berurusan sama Daddy psikopat Lo, cukup sekali salah satu anak gue hampir mati gara-gara dia," mengingat kejadian beberapa bulan yang lalu, membuat Emil mendengus kesal, salah satu putranya yaitu Asher hampir mati terbakar.
Bella mengangguk, "Iya Koko, aku benar-benar akan bersembunyi dengan baik, lagian mereka ada di selatan dan kita di Utara,"
"Terserah, setelah Lo dapat kerja, Lo jangan ada urusan lagi sama gue,"
Bella mengangguk lemah, tapi tetap melanjutkan makannya.
***
Usai Check out, Emil mengajak Bella, menuju apartemen yang telah di sewanya, "Sekali lagi gue ingatkan, nggak usah banyak gaya, apalagi datengin club kayak kemarin, hidup sewajarnya aja, dan hati-hati dalam memilih teman," Emil memberikan berbagai nasehat, yang hanya ditanggapi dengan anggukan oleh gadis berusia tiga puluh tahun itu.
Mereka sampai di unit, salah satu apartemen di Jakarta Utara, tidak besar, lebih tepatnya tipe Studio, yang hanya terdapat dapur mini disebelah kiri pintu masuk, didepannya ada kamar mandi ukuran kecil, lalu ada ranjang dengan tipe queen size, televisi yang menempel di dinding, juga lemari.
Terdapat sofa di jendela samping pintu menuju balkon yang menghadap tower apartemen lain.
"Sorry, unitnya kecil, gue pikir, karena Lo sendiri, dan belum tentu Lo betah disini, terus kalau Lo mau makan, Lo bisa ke bawah," Emil mengambil amplop cokelat yang tertera nama salah satu bank terbesar di negara ini, "Ini buat pegangan, kalau bisa Lo hemat, setidaknya sampai Lo dapet gaji,"
Bella menerimanya, melihat isinya, lalu senyum mengembang di bibirnya, reflek dia memeluk lelaki cindo dihadapannya, "Iya koh, aku akan berusaha untuk hemat, makasih banyak ya!" dia melepaskan pelukan itu, lalu berjinjit mencium pipi Emil.
Mendapatkan perlakuan seperti itu, membuat Emil terkejut, dia terpaku sejenak, lalu menyentuh pipinya.
"Koh, sini deh," Bella menepuk sisi ranjang disebelahnya, anehnya Emil yang biasa ketus mendadak menurut, dia duduk disisi gadis itu.
Bella memeluk pinggang Emil dan menyandarkan kepalanya di dada bidang, lelaki yang berprofesi sebagai dokter kandungan itu, "Aku nggak nyangka, Koko baik banget orangnya, biarpun kalau ngomong suka nylekit, pantesan keponakan aku lebih senang ikut kamu, dibanding ayahnya sendiri,"
Emil diam tak menanggapi, setelah sekian belas tahun, ada wanita dewasa yang mencium pipinya, kontak fisiknya dengan Hasya juga hanya sebatas merangkul bahu atau menggandeng tangan.
Tak mendapatkan reaksi apapun dari lelaki yang dipeluknya, Bella mendongak, dia bisa melihat rahang tegas dan bibir serta hidung mancung milik Emil, "Aku baru sadar, kalau Koko ganteng ya!" dia menyentuh rahang itu.
Emil tersadar, dia menunduk, mata hitamnya bertumbukan dengan mata kecokelatan milik gadis yang tengah memeluk pinggangnya.
Entah siapa yang memulai, keduanya menyatukan bibir mereka, saling menyesap dan memainkan lidah, keduanya bahkan memejamkan matanya, menikmati setiap rasa yang dihasilkan dari kegiatan itu.
Dering ponsel, menyadarkan Emil, dia terkejut dengan perbuatannya sendiri, dia mengambil ponsel di saku celananya, tertera di layar nomor rumah sakit tempatnya bekerja.
"Halo,"
"Halo dokter, ada pasien darurat,"
"Baik saya akan segera ke sana," Emil mengakhiri panggilannya, dia menunduk menatap gadis yang masih betah memeluknya, dia menghela nafas, "Gue pergi dulu, entar sore atau malam, gue kesini, buat temenin Lo ambil koper,"
Bella mengeratkan pelukannya, "Makasih ya koh,"
"Lepasin tangan Lo, gue mau pergi,"
Bella menurut, "Yang semangat kerjanya koh," dia menunjukan kepalan tangannya.
Emil mengangguk, lalu berlalu dari unit apartemen itu, setelah menutup pintu, Emil memegangi bibirnya, astaga sudah dua kali mereka berciuman.
Pertama, saat malam terakhir sebelum Bella kembali ke Milan beberapa bulan lalu, lalu baru saja, apa jiwa player-nya bangkit? Setelah belasan tahun mati.
Tak mungkin juga dia menyukai gadis itu, bukan tipenya sama sekali, sedari dulu, Emil menyukai wanita yang lebih tua. Sementara Bella lebih muda dua tahun darinya.
***
Emil baru pulang ke rumah usai magrib, tadi Nuha menghubunginya, meminta untuk diantarkan ke rumah nonno nya, mereka akan menghabiskan akhir pekan di rumah besar itu.
"Tapi maaf papi nggak bisa ikut menginap, besok Sabtu, papi harus bekerja, mungkin sore papi bisa datang," ujarnya saat dia mulai mengemudikan mobilnya menuju Jakarta Selatan.
"Nggak apa-apa papi, kan papi kerjanya buat menolong ibu hamil, supaya bisa melahirkan dengan selamat," Ucap Asher, remaja itu duduk di sebelah kemudi.
"Kami ngerti dan bangga dengan pekerjaan papi," Arash di kursi belakang menambahkan. Hal itu juga di iyakan oleh Nuha.
"Makasih ya sayangnya papi, atas pengertiannya," sahutnya sembari tersenyum, dia bahagia memiliki mereka, anak-anak baik yang mengisi kekosongannya, usai ditinggal oleh orang-orang yang dicintainya.
Tujuannya menjadi dokter kandungan adalah agar bisa membantu para ibu hamil, menghadapi proses hidup mati, guna melahirkan bayi mereka, dia tak ingin kejadian yang menimpa mendiang istrinya, terjadi oleh ibu-ibu yang lain.
***
Usai bercengkrama sejenak dengan Kamila dan Rudolf, mengenai perkembangan anak-anak, Emil pamit undur diri, ada yang harus segera diselesaikannya.
Pertama-tama dia menuju cafe, yang didatangi Bella kemarin, tempat dimana gadis itu dimaki-maki oleh istri dan ibu Billy, untuk mengambil koper, dia malas harus bolak-balik, akan membuang waktunya.
Setibanya di cafe, dia sempat melakukan panggilan video dengan gadis itu, guna meyakinkan pelayan cafe, bahwa Emil yang diminta untuk mengambil koper oleh si empunya.
Emil pikir hanya satu, nyatanya gadis itu malah membawa tiga koper besar, entah apa isinya, dia sampai meminta bantuan pelayan cafe, untuk membantunya membawa ke bagasi mobilnya.
Dalam perjalanan menuju apartemen, Emil berfikir keras, bagaimana bisa gadis dengan tubuh mungil itu, membawa tiga koper besar, nekad sekali, belum lagi saat dimaki-maki oleh istri dan ibu Billy.
Emil tau, di sini Bella yang salah, karena bagaimanapun tindakan menggoda suami orang adalah tindakan tercela, tapi apakah perlu sampai dimaki-maki di depan umum?
Semoga saja tidak ada yang memvideokan saat kejadian itu, jangan sampai hal itu menjadi viral, bisa gawat kalau sampai ketahuan Rudolf dan Kamila.
Mungkin kemampuan yang sudah lama tak digunakannya, akan segera dia gunakan sebentar lagi.
Emil baru tiba di depan pintu apartemen Bella sekitar jam sepuluh malam, tadi dia sempat menghadapi kemacetan di pintu tol.
Walau dia tau password pintu, tapi atas nama etika, dia lebih memilih mengetuk pintu.
Bella membuka pintu, gadis itu masih menggunakan pakaian yang sama, senyum lima jari menyambut kedatangan lelaki yang membawa tiga koper besar milik gadis itu.
"Koper Lo isinya apaan sih Bel? Berat gila," Emil menerima botol air mineral dingin dari gadis itu, setelah dia duduk diatas ranjang.
Bella berjongkok mulai membuka salah satu koper miliknya, Emil melotot kaget begitu melihat apa isinya, sebagai anak salah satu pengusaha dia jelas tau barang-barang branded hanya dalam sekali lihat.
"Itu kalau koper hilang, nyesek Lo!"
Bella terkikik geli, "Ini uang tabungan aku koh, hasil kerja selama di Milan, aku beliin ini semua, kan bisa dijual lagi,"
Bela mulai menaruh kotak-kotak berisi tas dan aksesoris dari brand ternama, di lemarinya, sembari menjelaskan jika ada beberapa yang merupakan barang limited edition.
Satu koper berisi barang yang sama, Bella hanya membuka untuk mengambil sebuah kotak, lalu menutupnya kembali dan meletakkannya di samping lemari.
Koper terakhir berisi barang pribadi miliknya, Emil mulai membantu merapihkan baju-baju milik gadis itu, "Koh, kotak persegi panjang berwarna biru itu, hadiah buat Koko," Bella berseru menunjuk dengan dagunya.
Emil mengambilnya, dia duduk kembali di ranjang, lalu membukanya, "Dasi," gumamnya, dasi berwarna navy dari salah satu brand ternama, "Makasih ya!" Meskipun sepertinya akan jarang dia pakai, mengingat dia mengunjungi perusahaan saat malam tiba.
"Aku mandi dulu, udah risih banget, pengen ganti baju," ujar Bella sembari melangkah menuju kamar mandi.
Emil merebahkan tubuhnya, rasanya hari ini dia lelah sekali, tadi sepulangnya dari apartemen, dia menghadapi dua kali operasi berturut-turut, juga berkeliling untuk visit memeriksa pasien pasca operasi, belum lagi harus mengantarkan anak-anaknya ke rumah besar, yang jalan nya cukup padat mengingat jam pulang kantor.
Baru saja akan menutup matanya, pintu kamar mandi terbuka, Bella mengenakan baju tidur berbahan satin dengan tali satu dan panjang hanya setengah paha, melihat itu rasanya Emil ingin mengumpat, Apa gadis itu sengaja menggodanya?
"Koko nginep aja disini, toh anak-anak lagi pada di rumah Daddy, dari pada kesepian, mending temani aku," Bella mengatakannya tanpa melihat ekspresi di wajah lelaki cindo itu.
Emil menggelengkan kepalanya, juga menepuknya, agar pikiran kotor segera enyah dari otaknya.
Belasan tahun dia hidup bersama Hasya, tak sekalipun wanita itu berpenampilan seksi seperti Bella, selain memang tak ada rasa pada ibu dari si kembar, dia juga sudah menganggap jika Hasya adalah kakaknya.
Tapi bagaimana dengan Bella?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Umie Irbie
cieeeee,. otw getaran cinta 😁😀😀😀
2024-02-26
1
Umie Irbie
senyum lima jari tuuu gimana siiii😫😩 harus serching ini mah 🤣🤣🤣🤣🤣
2024-02-26
1