Happy reading
Emil mendengus kesal, bagaimana tidak, adik dan kakak sama saja, senang sekali membuatnya repot.
Setelah apa yang dilakukan Bella padanya, saat malam terakhir, kini giliran Olsen yang mengingkari janjinya, sebelumnya mengatakan hanya dua pekan mengajak Hasya berbulan madu, tapi apa ini, dua bulan berlalu, tak ada tanda-tanda kepulangan ibu dari si kembar.
Yang lebih parah lagi, setiap dia menghubungi Hasya, selalu Olsen yang mengangkat panggilannya, dengan berbagai alasan, yang menurut Emil tidak masuk akal, bukannya apa-apa, Nuha merengek meminta bertemu dengan bundanya, berbeda dengan si kembar yang bahkan nyaris tak menanyakan bunda-nya.
Kalau sudah begini, dia dan si kembar yang berusaha menenangkan Nuha, bahkan Minggu kemarin, putrinya sempat demam tinggi dan mengigau memanggil nama bunda-nya.
Mau bagaimana lagi, semenjak lahir, Hasya lah yang menyusui dan mengurusnya hingga remaja, sehingga Nuha tak kekurangan kasih sayang seorang ibu.
"Gimana kalau liburan kenaikan kelas, kita ke Amerika saja papi, aku kangen banget sama bunda," Nuha berseru, saat Emil mengantarkan ketiga anaknya berangkat sekolah.
"Maaf cantiknya papi, tapi tidak bisa semudah itu, papi mengajukan cuti, apalagi sampai selama itu," Dari balik kemudi, Emil menatap putrinya dari spion dalam mobil, Nuha duduk dibelakang bersama Arash.
Nuha mengerucutkan bibirnya, "Tapi kan, aku kangen bunda, kapan sih bunda pulang? kenapa bunda harus menikah dengan ayah? kenapa bunda nggak menikah dengan papi?"
Pertanyaan yang sulit Emil jawab, jika sudah begini, tak mungkin dia menjelaskan yang sebenarnya pada putri kandungnya, karena hingga saat ini Nuha tidak tau, jika Hasya bukan ibu yang melahirkannya.
Asher yang peka, menoleh ke belakang, "Gimana kalau kita liburan di rumah nonno aja?" Usulnya.
"Tapi tidak ada bunda di rumah nonno," Nuha menundukkan kepalanya sedih.
Asher menatap kakaknya, seolah meminta bantuannya, Arash merangkul adik perempuannya, "Cantiknya kak Arash, apa kamu lupa, mami bilang, ingin mengajak kita liburan di resort milik nonno yang ada di Bali, bagaimana kalau kita ke sana?"
Arash juga menjelaskan jika pergi menemui bunda-nya, mereka harus mengurus segala keperluan, termasuk pembuatan paspor dan segala hal, karena selama ini, mereka tak pernah ke luar negeri sebelumnya.
***
Malam itu, seperti biasa Emil pulang larut, bukan karena pekerjaannya sebagai dokter kandungan, tapi sebagai pemilik perusahaan yang dikelola oleh Andre.
Ada sedikit masalah, tapi bisa diatasi dengan mudah, Emil sempat mengambil kuliah tentang bisnis, saat awal masuk kampus dulu, yang sedikit banyak, berguna untuknya.
Dia tak lagi menyeduh wedang jahe, rasanya malas, apalagi rasanya tak seenak buatan Hasya, juga tak ada teman ngobrol saat menikmati minuman yang menghangatkan tubuh itu.
Usai membersihkan diri, dia melakukan panggilan video pada Sahabatnya, Di sana masih siang, jadi tidak masalah.
"Halo Sen, mana mbak Hasya?" tanyanya tanpa basa-basi.
"Gue lagi sibuk, mau ada rapat,"
Emil bisa mendengar suara ketus dari sahabatnya, dia mendengus kesal, "Kok gue jadi nyesel, udah bolehin kalian nikah ya! Apa sebaiknya, gue samperin kesitu, terus bilang kelakuan Lo selama ini, yang membatasi komunikasi antara mbak Hasya sama anak-anak, menurut Lo, siapa yang akan dipilih dia?"
Olsen mengumpat dari seberang sana, "Hasya milik gue seorang, jangan coba main-main sama gue, sialan!"
Emil baru sadar, jika sahabatnya licik, dia jadi menyesal pernah membantunya, "Lo nggak mikirin anak-anak disini? Mereka anak-anak Lo, bangsat!" Akhirnya Emil meluapkan kekesalannya.
"Kalau Lo nggak mau ngurus, kasih aja Rudolf, dia pasti seneng,"
"Ini bukan masalah gue nggak mau ngurus, mereka anak gue juga, masalahnya, mereka kangen sama bunda-nya, Lo nggak mikir apa?"
"Berisik Lo, jangan hubungi gue lagi, gue tutup telponnya, gue sibuk,"
Panggilan terputus, Emil hanya bisa menghela nafas, kenapa jadi begini? Tau akan seperti ini, lebih baik dulu dia yang menikahi Hasya, meskipun dalam urusan ranjang dia tak bisa melakukannya, yang penting anak-anak tak kehilangan sosok ibunya.
Emil memutuskan untuk tidur, dia lelah, baik fisik maupun hati, dia benar-benar mengurus semuanya sendiri, meskipun anak-anak telah tumbuh besar dan mandiri, tapi tetap saja, kesibukannya saat berkerja, membuatnya sulit membagi waktu, hanya saat sarapan dan mengantarkan-jemput saat pulang sekolah, dia bisa mengobrol dengan anak-anaknya, sisanya waktunya untuk bekerja, meskipun dia pasti menyempatkan waktu untuk sekedar menghubungi anak-anak, di sela kesibukannya.
Baru saja memejamkan matanya, ponselnya berdering, tertera nomor asing di sana, Emil yang berprofesi sebagai dokter kandungan, yang terkadang mendapatkan panggilan darurat, tanpa pikir panjang mengangkatnya.
Emil bisa mendengar suara berisik diseberang sana, Astaga siapa yang menghubunginya? Terdengar seperti di club', suara musik DJ dan teriakan riuh dari pengunjung.
"Halo, Bisa jemput cewek Lo, ke club' xx? Dia mabok berat nih,"
Emil mengernyit heran, bukankah dia jomblo akut? Bahkan setelah belasan tahun dia hanya memiliki Hasya, itupun sebatas partner membesarkan anak.
"Maaf anda salah sambung,"
"Tapi di panggilan cepat nomor ini yang tertera, jadi gue menghubungi elo,"
"Silahkan hubungi polisi, gue nggak peduli,"
Emil mendengar umpatan dari seberang sana, serta suara meninggi saat membangunkan si pemilik ponsel.
"Gue nggak nanggung ya, kalau sampai cewek ini ditiduri sama cowok random,"
Panggilan diakhiri, Emil hanya menaikan bahunya masa bodoh, bukan urusannya, lebih baik dia tidur.
Tapi baru saja, memejamkan mata, usai mematikan lampu, ponselnya kembali berdering, dia mengambilnya, dari nomor yang sama, dia berdecak kesal, sialan benar-benar, mengganggu saja, andai tak ingat profesinya sebagai dokter kandungan, lebih baik dia matikan ponselnya.
"Kenapa lagi sih? Kan gue bilang, panggil polisi sana," Emil meninggikan suaranya.
"Kokoh, dia benar-benar udah nggak sayang aku, dia cuman manfaatin aku, aku sedih,"
Diantara riuhnya suara di seberang sana, Emil bisa mendengar isakan tangis, yang dia kenal suaranya.
"Lo ngapain menghubungi gue sih? Bukannya Lo masih di Milan? Kenapa sekarang malah nyangkut di club'?"
"Kenal kan berarti sama dia, buruan jemput, gue nggak ada waktu buat jagain cewek Lo, mana pake acara muntah segala lagi, sialan banget," Suara laki-laki yang sebelumnya menelpon dirinya.
Emil benar-benar kesal, sialan sekali, kenapa mereka menyusahkannya? Saudara bukan, andai bukan karena si kembar, malas sekali berurusan dengan mereka.
Emil mengambil kunci mobil dan dompetnya, masa bodoh dengan penampilannya, yang hanya mengenakan celana pendek dan kaos, serta sandal jepit.
Club yang disebutkan tadi berada didekat pusat bisnis Jakarta selatan, sementara dia tinggal di Utara ibu kota, setidaknya jalanan cukup lengang, sehingga dia hanya menempuh waktu tidak sampai tiga puluh menit.
Sesampainya di Club, dia menghubungi nomor yang tadi, menanyakan tentang keberadaannya, karena suasana club' cukup ramai.
Setelahnya dia melangkah menuju tempat sesuai arahan si penelepon, yang ternyata salah satu bartender club.
Emil memberikan uang merah sebanyak lima lembar, sebagai tanda terima kasihnya pada bartender itu, lalu dia memapah gadis yang tengah tak sadarkan diri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Umie Irbie
ahhhhhh,. koh emil jangan galak2 donk,. 😩😫 bucin thooooor buciiiiiin,. biasanya PU cowok othooooor stok nya bucin semua 😫😩 kenapa sekarang ngg siiiiii,.😣
2024-02-25
1
Umie Irbie
pantesan berubah 🤣 kirain aku klik cerita lain,. ternyata siii duda cuek🤣🤣🤣🤣🤪
2024-02-25
1